PWMU.CO – ASM Bayar Zakatnya di Lazismu diungkapkan oleh Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Dr dr Sukadiono MM, Sabtu (6/1/2024).
Sukadiono mengungkapkannya saat memberikan sambutan pembukaan pada Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) Lazismu Jawa Timur 2024 yang digelar di Hall Pala Surabaya Suites Hotel, Plaza Boulevard, Surabaya Jatim. Tema yang diangkat adalah Penguatan Inovasi Sosial untuk Pencapaian SDGs di Jawa Timur.
Menurut Sukadiono, al-Quran surat al-Hasyr ayat 18 memberikan pelajaran bagi kita untuk menetapkan mekanisme evaluasi diri. Dalam konteks Lazismu adalah evaluasi program. “Menilai program yang telah berjalan dan merencanakan program untuk periode berikutnya yang lebih baik dan lebih sukses,” ujarnya.
Kesuksesan sebuah program, lanjutnya, ditentukan setidaknya oleh empat hal. Yaitu komitmen pimpinan, infrastruktur, kompetensi SDM, dan kompetisi.
“Terkait komitmen pimpinan, menarik memperhatikan data dari Baznas Jatim yang cukup mengejutkan. Yaitu Baznas Kota Surabaya mampu menghimpun dana zakat 4,2 milyar setiap bulan, atau 59,4 milyar setiap tahun. Kesuksesan ini tidak lepas dari komitmen walikota Surabaya yang mewajibkan semua ASN dilingkungannya utk bayar zakat,” jelasnya.
Kalau ASN bisa, maka aparatur sipil Muhammadiyah (ASM) akan mewajibkan semua orang yang bekerja di amal usaha Muhammadiyah (AUM) untuk bayar zakat di Lazismu.
“Hal ini bukan soal besar dan kecilnya gaji, tetapi soal komitmen pada ajaran agama. Berapapun nominalnya. Sebagaimana al-Quran surat Ali-Imron 134, baik ekonomi longgar ataupun sempit infak tetap berjalan,” paparnya.
Teori Belajar 70-20-10
Kalau membahas infrastruktur, sambungnya, maka Lazismu harus memiliki kantor yang permanent. Dan menyiapkan tata kelola dalam penghimpunan, layanan, dan pendistribusian sesuai perkembangan zaman, yaitu digitalisasi.
“Sekarang ini layanan yang berbasis manual sudah ketinggalan dan tidak mampu mengejar target perolehan Lazismu nasional yang 0,5 trilyun,” jelasnya.
Terkait kompetensi karyawan, maka rekrutmen dan promosi pegawai harus berdasarkan kompetensi. Bukan berdasarkan like and dislike . Setiap karyawan punya tanggung jawab meningkatkan kompetensinya.
“Ada teori belajar 70-20-10. Maksudnya 70 persen belajar dari pengalaman, 20 persen belajar dari orang lain, dan 10 persen dari bangku sekolah. Informal learning menempati porsi yg sangat besar,” terangnya.
Sekiranya ada dokter yang tidak pernah praktik, maka ia bisa kehilangan 70 persen pengetahuannya. Karena ia tidak sempat belajar dari pengalaman .
“Intinya jangan takut untuk mencoba melaksanakan amanah. Lebih baik salah kemudian diperbaiki, daripada tidak berani mencoba,” pesannya.
Terakhir adalah kompetisi. Ini penting agar timbul saling asah dan berfastabiqul khairat. Untuk merangsang spirit kompetisi harus disiapkan reward bagi yang berprestasi. “Insyaallah penguatan inovasi sosial yang kita ikhtiarkan akan segera terwujud,” ungkapnya. (*)
Penulis Syamsudin. Editor Sugiran.