Tamasya ke Hati
Tidak kalah pentingnya dan suatu keharusan bagi setiap hamba adalah tamasya ke hatinya. Sering-sering dan selalulah bertamasya ke dalam hati masing-masing. Perhatikanlah! Sedang apa ia sekarang dan mau apa? Hal itu menjadi sangat penting karena setiap diri hendaknya selalu mengenali tingkah-laku hatinya. Sekaligus dalam hal ini berfungsi sebagai aktivitas untuk selalu mengevaluasi terhadap diri sendiri, tinggal apakah kita bias jujur atau tidak dalam hal ini.
Perhatikanlah ia, apakah sedang bersemayam di dalamnya penyakit-penyakit hati, di antaranya iri hati, dengki, dendam, mudah tersinggung, sombong, angkuh dan lain sebagainya. Dan pertanyaan berikutnya adalah apakah penyakit-penyakit itu dipelihara sedemikian rupa atau mulai ada proses penyembuhan sehingga menjadi hati yang bersih. Proses itu bagi setiap hamba sangat dibutuhkan agar tercapainya hati yang bening dan lembut.
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَّلَا بَنُوْنَۙ. اِلَّا مَنْ اَتَى اللّٰهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍۗ
“(Yaitu) pada hari ketika tidak berguna (lagi) harta dan anak-anak. Kecuali, orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (asy-Syua’ara: 88-89)
Kebanggaan terhadap harta dan anak-anak tidak lagi bermanfaat, dan semua itu hanya sebagai kebanggaan di dunia saja. Jika harta dan anak ingin memiliki dampak sampai di akhirat kan hendaknya keduanya di investasikan untuk kepentingan akhirat tersebut. Dan keselamatan di akhirat adalah ketika seorang hamba menghadap kepada Allah dengan hati yang bersih dari berbagai macam penyakit hati.
Hati yang Tidak Sadar
Beberapa ayat Allah menjelaskan bahwa ada orang-orang yang tidak sadar dalam hidupnya. Ketidaksadaran dalam hidup ini terutama disebabkan karena ia tidak pernah melakukan tamasya ke dalam hatinya sendiri. Sehingga ia sendiri tidak tahu keadaan hatinya sendiri, dampak berikutnya ia tidak mengenal dirinya secara baik, tetapi hanya sebatas apa ia rasakan tentang susah dan senangnya secara lahiriah.
يُخٰدِعُوْنَ اللّٰهَ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْاۚ وَمَا يَخْدَعُوْنَ اِلَّآ اَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُوْنَۗ
Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari. (al-Baqarah: 9)
Kata yasy’urun beberapa ada di dalam al-Quran kurang lebih 22 kata yang semuanya dimulai dengan huruf nafi atau peniadaan yakni la nafi atau ma nafi. Hal ini menunjukkan bahwa yasy’urun selalu dikaitkan dengan tidak sadar. Bagaimana bisa manusia hidup tanpa kesadarannya, maka tentu tingkah lakunya menjadi tidak terkendali dan cenderung semaunya sendiri tanpa pertimbangan yang matang.
Maka begitu pentingnya setiap hamba agar selalu memperhatikan gerak tingkah hatinya sendiri, sehingga ia tahu keadaannya sedang baik-baik saja atau sedang berpenyakit hati. Sebagaimana dalam teks hadis di atas, yang Allah perhatikan yang terutama adalah hati kita. Allah akan membalas dan mengadili setiap hamba berdasar gerak hatinya, maka seyogyanya setiap hamba memperhatikan akan hal ini. Wallahu a’lam. (*)
Tamasya ke Hati versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 4 Tahun XXVIII, 2 Februari 2024
Editor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post