
PWMU.CO – Tiga penyebab nasihat sering gagal tersampaikan ke anak perlu orang tua ketahui. Spiritual Motivator Evi Silvia Zubaidi memaparkannya di Halaqah Ummahat SD Muhammadiyah 1 GKB (SD Mugeb) Gresik, Jawa Timur, Senin (29/1/2024) pagi.
Pertama, karena nasihat disampaikan dengan marah. “Sebagus apapun nasihat kepada anak, suami, atau tetangga; kalau kita kirim dengan amarah, nasihat atau pesan baiknya tidak akan sampai,” terangnya.
Masalahnya, kata wanita yang akrab disapa Bunda Evi itu, sang pemberi nasihat biasanya marah-marah. Gelak tawa pun terdengar dari para jamaah yang terdiri dari Ikatan Wali Murid (Ikwam) dan wali murid SD Mugeb.
Begitu pula para undangan yang terdiri dari Ikwam SD Muhammadiyah 1 Wringinanom (SD Muwri), SD Muhammadiyah 1 Kreatif Menganti, SD Muhammadiyah 1 Driyorejo (SD Mudri), dan MI Muhammadiyah 1 Karangrejo (Mimdaka).
Kedua, karena nasihat dikirim dengan kesombongan. “Orang yang memberi nasihat biasanya merasa lebih,” jelas Bunda Evi lalu mencontohkan, “Kok bisa nilaimu jeblok? Mama dulu….” Lagi-lagi tawa jamaah pecah mendengarnya. Seolah ini dekat dengan pengalaman keseharian mereka.
Dengan menasihati penuh kesombongan seperti itu, menurut Evi, anak akan terus-menerus tersakiti secara mental terhadap hal yang dia sendiri merasa terpuruk. Evi pun teringat kisah yang pernah ia tuliskan dalam lomba menulis kisah inspiratif berjudul ‘Odi dan Nilai Empatnya’.
Yakni ketika dulu anak pertamanya yang kelas III tidak mau sekolah. “Ternyata dia ulangan IPA dapat nilai 4. Nilai 4 digambar jadi monster,” kenangnya lalu menceritakan percakapannya dengan putranya.
Mengahadapi Nilai Jelek Anak
“Mas, ini gambar monster dari nilai ulangan 4?”
“Iya,” ujar anaknya dengan sedih.
“Ini yang menjadikan Mas nggak mau masuk sekolah?” Anaknya mengiyakan. “Mas, untung dapat nilai 4 karena bunda dapat nilai di bawahmu saat SD.”
Anaknya lalu menanyakan bagaimana perasaannya. “Bunda rasanya nggak enak banget. Saat itu bunda baru tahu Mas, ada lho teman-teman Bunda yang nggak diberi rezeki pintar otaknya. Selama ini selalu dapat nilai jelek. Bunda jadi bisa paham,” terangnya.
Tak berhenti pada mengenalkan empati, Evi lanjut menyampaikan bagaimana ia menerima nilai jelek anaknya dan memberi gambaran langkah yang pernah dia ambil. “Nilaimu yang seperti ini Bunda bersyukur,” ucapnya tulus.
“Dulu Bunda mengambil keputusan, Bunda tidak akan lagi jatuh dengan nilai seperti itu. Keputusan Bunda dan keputusanmu bisa berbeda. Apapun keputusan Odi, Bunda yakin, keputusanmu adalah keputusan yang terbaik,” lanjutnya.
Sejak itu, kata Evi, putranya tidak pernah jatuh dengan nilai minim lagi. “Dia juga bisa memotivasi adik-adiknya bagaimana mendapatkan nilai optimal,” imbuhnya di lantai 1 Masjid Faqih Oesman Kampus Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG) itu.
Cara ini, sambung Evi, tentu akan memberikan dampak berbeda jika dengan penyampaian, “Mulai besok gak boleh main bola lagi!” Apalagi nada marahnya yang tinggi.
Ketiga, anak tidak siap mendengar atau menyimak nasihat. Menurutnya, nasihat kemungkinan gagal tersampaikan ke anak karena saat kita memberikan nasihat, mereka tidak siap.
“Saya selalu bilang, boleh lihat Bunda sebentar. Boleh ke sini sebentar?” tuturnya.
Dia pun berbagi rumus yang sukses ia terapkan, yakni menatap mata anak. “Karena anak-anak kinestetik, mereka biasanya jalan-jalan,” imbuhnya. (*)