Empat Kategori Pemilih
Dalam pandangan Anggota Dewan Pakar Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah Dr Phil Ahmad Norma Permata MA dinamika Pemilu 2024 ini terasa lebih terbuka dibandingkan dengan pemilu sebelum-sebelumnya, termasuk pada suasana pilpresnya.
Hal itu, kata dia, juga sebagai efek dari semakin masifnya penggunaan media sosial (medsos) serta perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, yang memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk bisa andil melalui komentar dan pendapatnya.
“Di masa lalu komentar tentang emilu didominasi oleh media mainstream yang diisi oleh para komentator profesional dengan latar belakang berbagai disiplin keilmuan. Biasanya para komentator profesional ini cenderung analitis dan dengan kepala dingin dalam menyampaikan pendapat dan komentarnya,” kata dia.
“Plusnya adalah kita menjadi lebih tahu pendapat masyarakat secara lebih terbuka dengan berbagai tendensi dan pengelompokan yang semakin beragam. Minusnya adalah jika kita tidak waspada akan terbawa pada suasana dan tidak menyadari sebenarnya tujuan pemilu itu untuk apa secara konseptual,” terang peraih gelar doktoral dari University of Muenster, Jerman itu.
Dalam realitas politik di lapangan, kecenderungan sikap para pemilih dalam menentukan wakil rakyat maupun pemimpinnya, menurut Norma terklasifikasikan dalam 4 kategori, yakni pemilih emosional, pemilih ideologis, pemilih rasional, dan pemilih pragmatis. Menurut dia, hal itu adalah realitas yang terjadi secara umum di masyarakat, yang masing-masing memiliki dasarnya sendiri-sendiri, serta tidak ada yang lebih baik dibanding yang lain.
“Karena memang posisi masing-masing orang dengan partai politik (parpol) akan berbeda-beda. Keluarga besar para petinggi partai tentu memilih parpolnya secara emosional, karena ini akan menjadi persoalan marwah individu keluarga. Sementara pengikut sebuah kelompok yang menjadi basis sebuah parpol akan memilih partainya secara ideologis karena merasa partai tersebut membela kepentingan politiknya. Pemilih rasional adalah mereka yang secara ekonomi sudah mapan dan berada pada kelas tengah yang masih sangat tergantung pada perubahan sosial politik yang ada,” jelasnya.
Jadi mereka ini, masih jelas Norma, akan memilih partai sesuai dengan kepentingan untuk mempertahankan status quo yang mereka miliki. Biasanya kelompok ini akan memilih partai yang mendukung good governance, pertumbuhan ekonomi dan penegakan hukum, yaitu situasi kehidupan yang stabil yang kompatibel dengan cara berpikir mereka yang predictable dan berorientasi masa depan,” urainya.
Norma menjelaskan, dalam bahasa ilmu politik sikap rasional artinya sikap oportunis, yang mementingkan diri sendiri. Menurut dia, perilaku rasional ini baik dalam artian predictable dan dapat diantisipasi karena memiliki nalar tujuan atau target tertentu yang bersifat objektif, sehingga memungkinkan untuk dilakukan kompromi.
Semakin banyak orang yang rasional maka kehidupan akan semakin mudah dibaca dan kebijakan akan semakin mudah dibuat. Sementara sikap emosional dan sikap ideologis cenderung lebih sulit diprediksi dan juga sulit dilakukan kompromi. Apabila masyarakat bersikap emosional dan ideologis maka kebijakan publik akan sulit dibuat, karena kompromi sulit dilakukan.
Baca sambungan di halaman 3: Dukung Caleg Progresif