PWMU.CO – Bulan Sya’ban dan peristiwa sejarah yang terjadi menjadi kupasan Pengajian Ahad Pagi PCM Lakarsantri di MI Muhammadiyah 28 Raya Bangkingan Surabaya, Ahad (18/2/2024).
Wakil Ketua PDM Kota Surabaya Drs Mohammad Lutfi MPd hadir sebagai pembicara di Pengajian Ahad Pagi ini.
Dia menuturkan, Sya’ban bulan ke delapan dalam kalender Hijriyah. Setidaknya ada lima peristiwa bersejarah yang penting dipahami oleh umat Islam.
Pertama, kata dia, lahirnya Husain bin Ali bin Abu Thalib di bulan Sya’ban. Dia cucu Nabi Muhammad saw. Anak Ali dan Fatimah bin Muhammad.
Namun dalam Perang Karbala, Husain dibunuh oleh pasukan Mu’awiyah karena dituduh memberontak. Peristiwa ini terjadi pada 10 Muharram yang kemudian terkenal sebagai hari asy-Syura. ”Orang Jawa menyebut bulan Muharram sebagai bulan Suro,” katanya.
Untuk memperingati peristiwa itu, sambung Lutfi, orang-orang Syiah yang mengagungkan Ali dan keturunannya melukai tubuhnya sampai berdarah untuk merasakan sakitnya Husain saat dibantai oleh tentara Mu’awiyah.
Kedua, peristiwa perubahan kiblat shalat dari Masjidil Aqsa ke Masjidil Haram. Kejadian ini tertulis dalam al-Quran surat al-Baqarah: 144.
”Di awal dakwah umat Islam shalat menghadap ke Masjidil Aqsa di Palestina. Ini menjadi olok-olok orang Yahudi karena Masjidil Aqsa sebagai tempat ibadahnya,” kata Ustadz Lutfi.
Akhirnya, kata dia, Allah mengabulkan keinginan Nabi Muhammad saw supaya kiblat pindah ke Masjidil Haram di Mekkah yang diceritakan dalam surat al-Baqarah itu.
Di tengah khusyuk shalat Duhur di Masjid Bani Salamah Madinah setelah rakaat kedua tiba-tiba Nabi berputar menghadap ke Masjidil Aqsa di Mekkah. ”Setelah shalat sahabat bertanya, kenapa tiba-tiba memutar arah ke Mekkah? Nabi menjawab, karena Allah memerintahkan untuk menghadapkan arah ke Masjidil Haram,” cerita Ustadz Lutfi.
Ketiga, turunnya ayat Allah al-Ahzab: 56 memerintahkan bershalawat kepada Nabi Muhammad saw.
Ustadz Lutfi menerangkan, Allah memerintahkan shalat tapi Allah tidak shalat, memerintah puasa tapi Allah tidak puasa ketika memerintahkan bershalawat Allah ikut bershalawat.
”Inilah luar biasanya shalawat. Allah dan malaikat bershalawat maka sangat pelit kita ini kalau tidak mau bershalawat kepada Nabi,” ujar guru agama SMP ini.
Menurut dia, orang Muhammadiyah salah paham dengan tradisi shalawatan di kalangan muslim tradisionalis yang membaca syair Diba’ dan Barzanji. Shalawatan dengan shalawat itu beda. Bacaan shalawat itu ya seperti diajarkan oleh Nabi: Allahumma shalli ala Muhammad.
”Dalam kebiasaan masyarakat ada salah tempat membaca shalawat. Waktu kenduren, meskipun semua orang sudah mendapat bingkisan berkat, belum bubar kalau belum dibaca shalawat. Saya pernah jadi MC kenduren, sudah saya akhiri dengan hamdalah dan doa kafaratul majelis, jamaah belum bubar, baru ketika ada orang teriak shalawat, maka ramai-ramai orang menjawab lalu bubar,” ujarnya tertawa.
Keempat, peristiwa puasa di surat al-Baqarah: 183 juga terjadi di bulan Sya’ban. Maka sejak itu pada bulan depan, Ramadhan, umat islam langsung berpuasa.
Kelima, peristiwa diangkatnya amal ibadah hamba kepada Allah karena terkenal dengan hari nisfu Sya’ban. Persiapan menyambut Ramadhan. Karena diyakini pada pertengahan Sya’ban semua amal manusia diangkat kepada Allah.
Sahabat Usamah bin Zaid meriwayatkan hadits, Rasulullah banyak berpuasa pada bulan Sya’ban. ”Orang Muhammadiyah sebagai pengikut Nabi harus meniru berpuasa Sya’ban,” tuturnya.
Dikatakan, dengan terbiasa puasa sunnah ketika menghadapi puasa wajib di bulan Ramadhan menjadi biasa, tidak sampai kaliren, kelaparan.
Penulis/Editor Sugeng Purwanto