PWMU.CO – “Wartawan jangan menyampaikan laporan ke redaktur begitu saja tapi laporan press klaar yang sudah siap diterbitkan atau dicetak,” kata salah satu Penguji Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Media Afiliasimu Jawa Timur Wahyudi M. Pratopo.
Di hadapan lima peserta UKW yang sedang ia uji, Wahyudi menekankan, “Kalau nulis berita, usahakan siap diterbitkan, jangan membuat redaktur pusing!”
Menurut Anggota Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Penguatan Media dan Jurnalistik ini, kalau redaktur memeriksa laporan wartawan yang sudah bagus akan termudahkan dan bisa menghindari kesalahan.
“Koreksi dari awal. Check and recheck dilakukan,” imbaunya di Aula Mas Mansyur lantai 3 Kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, Ahad (3/3/2024) pagi.
Wahyudi juga mengharuskan peserta untuk memeriksa dahulu tulisan sebelum mengirim atau mengunggahnya. “Karena itu, ada materi menyunting berita sendiri,” ungkapnya memulai sesi uji menyunting berita sendiri.
Sambil membaca berita tulisan peserta satu per satu, pria yang pernah menjadi wartawan Tempo itu juga menerangkan beberapa hal yang perlu disunting. Wahyudi awalnya mengimbau peserta memperhatikan penulisan istilah asing.
Sunting Berita
“Kalau bahasa Indonesia konferensi pers, bahasa Inggris press conference dan dimiringkan,” terang Dosen Komunikasi di Universitas Pertamina itu.
Contoh lainnya, problem money politic bisa ditulis dalam bahasa Indonesia, masalah politik uang. “Kalau narasumber ngomong money politic di kutipan langsung, harus (menulis) sesuai yang diucapkan. Jadi ditulis miring,” ujar Wahyudi.
“Kalau kita parafrase ya bisa kita bilang politik uang. Kita susun kalimat dengan bahasa kita sendiri tanpa mengubah bahasa narasumber,” ungkapnya.
Selain itu, dia menjelaskan, penulisan angka 1-9 sebaiknya dengan huruf. “Misal tiga (bukan 3), 10 ke atas angka,” ujar pria yang pernah menjadi wartawan Jakarta Post itu.
Masih terkait kutipan langsung, Wahyudi menegaskan agar wartawan tidak asal mengutip ketika memilih kutipan langsung. “Pilih yang menarik, bagian pokok penjelasan,” katanya.
Selain itu, Wahyudi menjelaskan, “Kalau omongan narasumber, ditulis dalam bentuk kutipan. Ini untuk membedakan kata narasumber dengan opini wartawan.”
Pria asal Klaten ini juga mengajak peserta memperhatikan diksi atau pemilihan kata yang tepat. Kontestasi politik misalnya.
Kemudian, bapak yang berdomisili di Jakarta ini berpesan agar menuliskan angka daripada keterangan jumlah yang sifatnya relatif. Seperti kata banyak-sedikit. “Kalau diketahui jumlahnya lebih baik (dituliskan),” ujarnya.
Begitupula ketika menggunakan kata meningkat-menurun. Sebaiknya menuliskan perbandingannya juga.
Prinsip Sunting Lainnya
Menganut prinsip piramida terbalik, Wahyudi menekankan, penulisan informasi yang penting diletakkan di atas. “Seperti keterangan waktu dan tempat di akhir tulisan kurang pas. Sebaiknya keterangan waktu dan tempat disampaikan lebih awal pada paragraf pertama dan kedua,” ujarnya.
Ia juga mengungkap kesalahan yang biasa wartawan lalukan. “Kalau mengutip langsung, jangan mengulangi menulis kalimat di atasnya yang sudah kita parafrase. Pengulangan tidak perlu!” ungkapnya.
Kemudian terkait caption atau keterangan foto, Wahyudi mengajak wartawan menuliskan 5W dan 1H. “Minimal ada who (siapa), what (apa), where (di mana), dan when (kapan),” tuturnya.
Contohnya, Muhammad Mirydas memberikan keterangan pers di PWM Jatim, Sabtu (2/3/2024).
“Untuk penulisan tanggal pakai kurung atau tidak tergantung masing-masing media. Sesuai style book, gaya penulisan masing-masing media,” imbuhnya.
Akhirnya Wahyudi menjelaskan, “Editing bukan sekadar memperbaiki kesalahan ejaan. Bisa menambahkan data, narasumber, mengubah judul lead susunan tulisan. Bisa menambahkan foto, infografis.” (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post