PWMU.CO – Masih ingat peristiwa perobohan masjid Al-Ikhlas Muhammadiyah yang berlokasi di Dusun Jimus, Desa Pule, Kecamatan Modo, Lamongan? Kini boleh ‘berbangga’ karena Allah menggantikan dengan sebuah masjid megah 2 lantai yang berlokasi di tepi jalan raya. Masjid kedua yang dimiliki Ranting Muhammadiyah Pule ini berukuran 15×15.
Masjid tersebut diresmikan kemarin (15/8) oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan. Tidak kurang dari 1000 jamaah memadatai halaman masjid buah dari wakaf 2 orang anggota Muhammadiyah, Qomari dan Nur Fauzi.
Dalam laporan yang disampaikan oleh Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Pule, Wajib, pembangunan masjid yang menyatu dengan TPQ ini menghabiskan biaya Rp 622 juta. Dana pembangunan diperoleh dari donatur yayasan sebesar Rp 270 juta. Selebihnya dari sumbangan dan infaq anggota dan simpatisan Muhammadiyah.
(Baca: Dirobohkannya Masjid Kami, Sebuah Kisah Nyata Intoleransi Mayoritas pada Minoritas dan Kisah Terusirnya Tokoh Muhammadiyah Yungyang dari Mushala, tapi Akhirnya Dapat ‘Hadiah’ Masjid)
Beliau juga menyampaikan kisah perjuangan 15 orang tahun 90-an yang secara gigih mempertahankan aqidah Islam di ranting setempat, puncaknya adalah tragedi perobohan masjid dan perebutan tanah wakaf untuk Muhammadiyah yang dilakukan kelompok tertentu. Sambil menahan air mata, Wajib mengungkapkan bagaimana boikot demi boikot terus dilancarkan, untuk memadamkan api dakwah Islam Muhammadiyah di Jimus.
“Ternyata Allah menguji para pejuang untuk menunjukkan kesungguhan dan konsistensi dalam dakwah. Inilah bagian buah yang telah dipertunjukkan oleh Allah Sang Maha Perencana terbaik,” katanya dengan suara sendu. Jamaah tampak serius menyimak uraian Ketua PRM yang sudah menjabat dua periode ini.
Sementara itu, Ketua Cabang Muhammadiyah Modo, Ali Shodiqin, menyampaikan bahwa hadirnya masjid ini tidak lepas dari kegigihan pimpinan dan anggota Muhammadiyah Pule. Dalam keterbatasan dana dan minimnya anggota, mampu menggetarkan dakwah di lingkungan masyarakat Pule. Ali juga berharap para anggota tidak bosan-bosan bila persyarikatan memanggil tenaga dan hartanya.
“Cabang Modo akan mencanangkan proyek pembangunan Rumah sakit Muhammadiyah. Saatnya kita tunjukkan bahwa Muhammadiyah di selatan Lamongan ini mampu bangkit dan bergerak di tengah-tengah masyarakat nasionalis dan tradisional,” paparnya penuh berapi-api.
Dari Yayasan Bina Muwahidin, Ishomudin bersama tim hadir menyerahkan secara simbolik gedung masjid berupa mushaf Al-Quran kepada Pimpinan Cabang Muhammadiyah Modo. Yayasan merasa senang karena bantuan dari donatur bisa menjadi spirit beramal, sehingga teruwujud bangunan masjid. Walaupun realisasi daba ldbih besar, tapi tidak menyurutkan ghiroh berjuang.
Hadir dalam acara tersebut, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan Shodikin, meresmikan pemakaian masjid sekaligus memberikan tausyiah kepada para anggota dan pimpinan Muhammadiyah. “Hadirnya masjid ini sebuah karunia Allah yang wajib disyukuri oleh warga Muhammadiyah, khususnya di ranting Muhammadiyah Pule. Maka makmurkanlah dan muliakanlah,” katanya.
Mantan Ketua Cabang Muhammadiyah Modo periode 2005-2010, ini juga berpesan agar warga Muhammadiyah menjadi manusia yang memberi manfaat dan bisa membangun prasasti amal sholeh. “jangan menjadi hamba yang pelit,” katanya.
(Baca juga: Cerita Suka-Duka Membesarkan Muhammadiyah di Bali dan Terkesan dengan Semangat Dakwah Berlipat di Daerah Minoritas Islam)
Dia menambahkan warga Muhammadiyah harus menjadikan masjid sebagai benteng dakwah. Menurutnya, ukuran ketaqwaan seeseorang bisa diukur bagaimana kedekatan seorang hamba di masjid. “Sholat jamaah 5 waktu jangan sampai terhenti,” pesannya di hadapan anggota dan pimpinan.
Shodiqin juga menguraikan, bahwa tegaknya pilar kehidupan, karena ada 4 penyokong. Pertama, ulama yang selalu tegak memberikan pencerahan tiada henti. Mengawal dan membimbing umat, tidak terbuai dengan rayuan politik. Kedua, para pemimpin yang mampu bersikap adil dalam segala aspek kehidupan, tidak fanatis kelompok sehingga menumbuhkan ketidakadilan. Tiga, para dermawan yang menyokong dakwah. Muhammadiyah dari awal senantiasa terdoktrin untuk memberi.
“Jadi tidak heran jika di banyak ranting, semisal mendapat bantuan Rp 50 juta akan menjelma menjadi Rp 200 juta. Maka mari kita jaga trust ini. Keempat, rakyat yang senantiasa mendoakan pemimpinnya. Islam melarang menghujat dan menjelek-jelekkan pemimpin. Muhammadiyah harus menjadi tauladan akhlak karimah,” pungkasnya. (mohamad su’ud/ilmi)