Sabda Nabi, Kalian Lebih Mengetahui Urusan Dunia; Oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian ini berdasarkan hadits sebagai berikut:
عَنْ عَائِشَةَ وَعَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِقَوْمٍ يُلَقِّحُونَ فَقَالَ لَوْ لَمْ تَفْعَلُوا لَصَلُحَ قَالَ فَخَرَجَ شِيصًا فَمَرَّ بِهِمْ فَقَالَ مَا لِنَخْلِكُمْ قَالُوا قُلْتَ كَذَا وَكَذَا قَالَ أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ. رواه مسلم
Dari ‘Aisyah dan dari Tsabit dari Anas bahwa Nabi ﷺ pernah melewati suatu kaum yang sedang mengawinkan pohon kurma lalu beliau bersabda, “Sekiranya mereka tidak melakukannya, kurma itu akan (tetap) baik.” Tapi setelah itu, ternyata kurma tersebut tumbuh dalam keadaan rusak. Hingga suatu saat Nabi ﷺ melewati mereka lagi dan melihat hal itu beliau bertanya: ‘Ada apa dengan pohon kurma kalian? Mereka menjawab, Bukankah Anda telah mengatakan hal ini dan hal itu? Beliau lalu bersabda, ‘Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.’ (HR Muslim)
Antara Agama dan Ilmu Pengetahuan
Agama atau ad-din sering dipersepsikan dengan syariah atau aturan yang terkait dengan persoalan hukum atau fikih ibadah dan sosial baik secara privat maupun keluarga dan masyarakat, itu pun sifatnya seolah sempit karena ruang lingkupnya hanya terbatas itu. Sedangkan ilmu pengetahuan atau sains dipersepsikan sebagai ilmu yang terkait pada fenomena alam semesta yang meliputi semua makhluk di dalamnya. Sehingga kedua hal ini seolah terpisah antara satu dengan lainnya. Karena masing-masing dianggap membawa kebenarannya sendiri-sendiri.
Islam sebagai ad-din merupakan konsepsi dasar yang memuat semua urusan atau perkara bagi kehidupan umat manusia. Ada yang dijelaskan secara sharih atau jelas, misalnya tentang kaifiah (tata cara) shalat atau manasik haji dan lainya, ada yang masih bersifat umum yang memberikan ruang untuk berijtihad dalam istilah agama atau berkreasi dalam rangka mengembangkan sifat dasar makhluk Allah seluruhnya.
Dalam persoalan agama hadits nabi menyatakan ada istilah bid’ah dhalalah, sehingga ini dipahami atau ada yang memahami menjadi batasan dalam rangka ibadah mahdhah. Kreativitas dalam hal ini seolah tertutup dan tidak diperkenankan, karena bisa jadi akan menimbulkan kreativitas yang tidak terbatas jumlahnya. Otoritas dalam hal ini hanya ada pada Rasulullah atau yang telah direstui oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Termasuk yang direstui oleh Rasulullah ini adalah ijtihad para Khulafaurrasyidin al mahdiyyin.
Sementara untuk ibadah ghairu mahdhah masih dibuka pintu ijtihad, bahkan ijtihad ini menjadi sebuah keniscayaan ketika terkait dengan kemaslahatan umat. Sehingga ijtihad ini didorong sedemikian rupa, jika benar mendapat dua pahala dan jika salah pun tetap mendapat satu pahala. Terutama pada masalah-masalah yang menjadi pendukung terhadap substansi dari ibadah mahdhah. Jadi ibadah mahdhah secara substantif tidak boleh dikreasikan yang lain, akan tetapi dalam rangka pelaksaannya bisa dikondisikan secara berbeda-beda.
Ilmu pengetahuan atau sains sesungguhnya masuk pada wilayah ijtihad ini dengan ijtihad yang tidak terbatas. Dalam banyak firman-Nya telah disampaikan terhadap fenomena alam yang juga sebagai ayat-ayat Allah yang tampak jelas di pandangan mata setiap manusia yang bisa memandangnya. Betapa keteraturan dan kerapian serta kesempurnaan tergambar dengan jelas pergerakan semua yang ada di alam ini. Menunjukkan pasti semua ini ada yang Maha Mengatur dan Maha Sempurna, Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jadi agama dan sains sesungguhnya tidak dapat dipisahkan. Keduanya adalah sebagai konsepsi yang memang menjadi satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Persoalan seolah ada pertentangan teori di dalamnya hanyalah karena faktor cara memahaminya saja dengan sudut pandang yang berbeda. Tetapi secara keutuhannya hal itu memang menjadi satu yang tidak dapat dipisahkan. Seorang ilmuwan yang tidak mengenal agama saja memiliki kesimpulan bahwa agama tanpa sains akan lumpuh dan sains tanpa agama akan buta (Albert Einstein). Begitulah kesimpulan seorang ilmuwan dipuncak keilmuannya, akan memiliki jiwa spiritualitas yang walaupun ia sendiri tidak terbimbing dengan agama sebelumnya.
Urusan Dunia, Urusan Sains
Nabi mempersilakan kepada para sainstis untuk mengembangkan keilmuan berdasar keilmiahan urusan dunia atau sains. Dan hal ini juga terkait beberapa ayat yang memberikan isyarat terhadap fenomena alam yang saat mulai ini terkuak dan terbukti terjadi. Sekaligus hak ini menunjukkan bahwa Nabi betul-betul ummi yang tidak mengetahui secara persis kejadian yang sebenarnya. Ada keterbatasan yang beliau miliki terhadap urusan sains ini, kecuali semua itu berdasar wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebagaimana hadits di atas beliau menyampaikan bahwa urusan dunia atau sains itu terbuka lebar untuk melakukan kreativitas yang terbaik, agar hasilnya pun menjadi hasil yang memuaskan. Asas yang menjadi dasar dari setiap pengembangan sains adalah asas manfaat bagi kamaslahatan kehidupan umat manusia. Jika kemudian hasil sains itu justru merusak atau berdampak mudharat bagi umat manusia maka hal itu pasti terlarang. Dan sesungguhnya sains itu bernilai netral, maka tergantung siapa yang memanfaatkannya, jika orang saleh akan menjadi bagi semuanya, tetapi jika yang memanfaatkan orang yang jahat maka ia pun akan menggunakannya untuk aktivitas yang merugikan orang lain.
Hal ini juga berdasar hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Jika sesuatu itu terkait urusan dunia kalian maka itu urusan kalian, tetapi jika menyangkut urusan agama kalian maka kembalikanlah kepadaku.
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ أَصْوَاتًا فَقَالَ مَا هَذَا الصَّوْتُ قَالُوا النَّخْلُ يُؤَبِّرُونَهَا فَقَالَ لَوْ لَمْ يَفْعَلُوا لَصَلَحَ فَلَمْ يُؤَبِّرُوا عَامَئِذٍ فَصَارَ شِيصًا فَذَكَرُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنْ كَانَ شَيْئًا مِنْ أَمْرِ دُنْيَاكُمْ فَشَأْنُكُمْ بِهِ وَإِنْ كَانَ مِنْ أُمُورِ دِينِكُمْ فَإِلَيَّ. رواه ابن ماجه
Dari ‘Aisyah berkata, “Nabi ﷺ mendengar suara-suara, beliau lalu bertanya, “Suara apa ini?” para sahabat berkata, “Kurma yang mereka kawinkan.” Beliau bersabda, “Sekiranya mereka tidak melakukannya, kurma itu akan (tetap) baik.” Maka, pada tahun itu para sahabat tidak lagi mengawinkan hingga kurma-kurma mereka rusak. Mereka kemudian menyampaikan hal itu kepada Nabi ﷺ, beliau lalu bersabda, “Jika sesuatu itu menyangkut urusan dunia kalian maka itu urusan kalian, tetapi jika menyangkut urusan agama kalian maka kembalikanlah kepadaku.” (HR Ibnu Majah)
Wallahu a’lam bishshawab [*]