Wasiat Nabi kepada Mu’adz saat Diutus ke Yaman; Oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian ini berdasarkan hadits sebagai berikut:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ قَالَ إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ عِبَادَةُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَإِذَا عَرَفُوا اللَّهَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ فَإِذَا فَعَلُوا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ زَكَاةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِذَا أَطَاعُوا بِهَا فَخُذْ مِنْهُمْ وَتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ. رواه مسلم
Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah ﷺ ketika mengutus Mu’adz ke Yaman, beliau bersabda, “Sesungguhnya kamu menghadapi suatu kaum Ahli Kitab, maka hendaklah pertama kali yang kalian dakwahkan kepada mereka adalah penyembahan kepada Allah ‘Azza wa Jalla, apabila mereka mengenal Allah, maka beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan kepada mereka salat lima waktu pada siang dan malam mereka, apabila mereka melakukannya maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan zakat atas mereka yang diambil dari orang kaya mereka lalu dibagikan kepada orang fakir mereka. Jika mereka menaatimu dengan hal tersebut, maka ambillah zakat dari mereka dan takutlah dari harta mulia mereka.” (HR Muslim)
Mukmin Itu Dai
Setiap mukmin adalah sekaligus sebagai dai, yakni pelaku dan penyampai kebenaran. Aktivitas ini merupakan sesuatu yang melekat bagi setiap mukmin, karena dengan keimanannya itu berarti ia meyakini terhadap nilai kebenaran itu sendiri. Keyakinan akan kebenaran menjadi hal yang sangat penting untuk mendorong seseorang mendakwahkan apa yang diyakininya itu. Tentu dakwah sebagaimana yang diajarkan yaitu tanpa unsur pemaksaan atau kekerasan kepada orang lain. Karena Islam itu bervisi rahmatan lil ‘alamin.
Aktifitas kedaian ini melekat sebagai ciri bagi setiap mukmin, sekaligus hal ini merupakan bukti akan keimanannya tersebut. Tiada kemakrufan kecuali harus disampaikan dan tiada kemunkaran itu kecuali harus dicegah. Hal ini dalam rangka meminimalisasi terjadinya aktivitas-aktivitas yang justru merusak sendi-sendi kehidupan dalam kehidupan masyarakat. Perkataan atau ucapan yang terbaik adalah ucapan seorang da’i.
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (Fusilat: 33)
Dakwah terhadap Iman
Sebagaimana hadits di atas, Rasulullah memberikan wasiat kepada Mua’dz bin Jabal saat beliau mengutusnya ke Yaman. Beliau berwasiat yang utama adalah agar ia mengajarkan dan memahamkan kalimah tauhid. Menjadikan Allah sebagai tuhan yang tiada tuhan selain Allah. Menanamkan akidah ini menjadi bagian terpenting karena akidah merupakan ruh dari keislaman seseorang. Sekaligus dalam hal ini memahamkan tentang rukun iman dengan baik dan benar.
Seringkali kita dapati, para dai yang menjelaskan tentang konsepsi islam akan tetapi jamaah yang dihadapinya belum memahami nilai-nilai keimanan dengan baik dan benar, terutama terkait dengan rukun iman yang ada enam ini. Bagaimanapun rukun iman itu menjadi fondasi yang antar satu dengan lainnya tidak dapat terpisah. Ketidakpahaman seseorang terhadap salah satu rukun iman ini menyebabkan tidak sempurnanya keimanan seseorang. Jadi rukun iman itu terintegrasi antara rukun satu dengan lainnya. Salah satu saja yang tidak diimani dengan benar menyebabkan ketidaksempurnaan keimanannya.
Tercerabutnya amal dari iman menyebabkan amal ini tidak berdampak baginya. Maka banyak orang yang kemudian terkagum-kagum terhadap penampilan atau chasing daripada isinya. Apa yang tampak lebih ditekankan dan menjadi perhatian dari pada nilai esensinya. Keterjebakan ini sebenarnya sangat membahayakan bagi pemahaman umat karena berakibat fatal. Hal ini akan menjadikan setiap orang memiliki pemahaman bahwa apa yang tampak merupakan suatu standar kesuksesan kehidupan yang sejati.
Keadaan ini sesungguhnya dapat menggelincirkan orang-orang yang diberikan kesempatan oleh Allah anugerah yang lebih baik dari orang lain. Karena mereka menganggap bahwa anugerah itu sebagai prestasi dirinya, ia merasa bahwa keadaannya itu karena kemampuan dan kapasitas dirinya yang luar biasa. Ia memiliki kemampuan ini dan itu, gelar ini dan itu, bisa ini dan itu, lebih ini dan itu dari orang lain dan seterusnya adalah karena hasil kerja keras dan kerja cerdasnya semata. Ia melupakan Allah yang telah menakdirkan hamba-hamba-Nya dan memudahkan baginya mencapai takdir tersebut.
Maka pasti sikapnya akan jelas, mudah meremehkan kepada orang yang berada posisi di bawahnya, dan merasa dirinya lebih mulia dari orang lain. Sikap ini ditambah dengan dalih bahwa orang yang mendapatkan anugerah lebih itu harus dimuliakan dan dihormati, misalnya orang berilmu itu harus dihormat. Padahal dalil itu bukan untuk supaya dia dihormati atau dimuliakan, akan tetapi seyogyanya orang yang menuntut ilmu itu menghormati atau memuliakannya. Ujiannya adalah agar orang yang berilmu itu tidak berharap dimuliakan, berharap inilah yang menjadi masalah serius karena sudah disorientasi, ada salah niat dan persepsi. Dan setiap orang akan dibalas sesuai niatnya itu.
Jadi persoalan ini bukan sekedar masalah bagi kaum awam saja pada umat ini, akan tetapi bagi mereka yang sudah menempati posisi yang mulia justru harus waspada. Seseorang yang diberikan posisi anugerah lebih dari orang lain bagaikan berjalan di atas batu yang sangat licin, kerap tergelincir dan terpelanting, seperti Iblis, Fir’aun, Qarun, dan lain-lainya.
Sedangkan hadits tentang pertanyaan Rasulullah kepada Muadz bin Jabal terhadap ijtihad beliau ketika terjadi masalah yang tidak dijumpai di al Quran dan hadits Nabi, para ulama’ hadits mayoritas berpendapat hadits tersebut sanadnya dhaif atau lemah. Teks hadits tersebut di antaranya sebagai berikut:
عَنْ أُنَاسٍ مِنْ أَهْلِ حِمْصَ مِنْ أَصْحَابِ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أَرَادَ أَنْ يَبْعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ قَالَ كَيْفَ تَقْضِي إِذَا عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ قَالَ أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِي وَلَا آلُو فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدْرَهُ وَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ لِمَا يُرْضِي رَسُولَ اللَّهِ. رواه أبو داود
Dari beberapa orang penduduk Himsh yang merupakan sebagian dari sahabat Mu’adz bin Jabal. Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika akan mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman beliau bersabda: “Bagaimana engkau memberikan keputusan apabila ada sebuah peradilan yang dihadapkan kepadamu?”
Mu’adz menjawab, “Saya akan memutuskan menggunakan Kitab Allah.” Beliau bersabda: “Seandainya engkau tidak mendapatkan dalam Kitab Allah?” Mu’adz menjawab, “Saya akan kembali kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”
Beliau bersabda lagi: “Seandainya engkau tidak mendapatkan dalam Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam serta dalam Kitab Allah?” Mu’adz menjawab, “Saya akan berijtihad menggunakan pendapat saya, dan saya tidak akan mengurangi.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menepuk dadanya dan berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada utusan Rasulullah untuk melakukan apa yang membuat senang Rasulullah.” (HR. Abu Dawud)
Wallahu a’lam. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni