Balasan di Hari Kiamat bagi Orang yang Mampu Menahan Marah; Oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian ini berdasarkan hadits sebagai berikut:
عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَى أَنْ يُنَفِّذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ فِي أَيِّ الْحُورِ شَاءَ قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ. رواه الترمذي
Dari Sahal bin Mu’adz bin Anas dari ayahnya, Nabi ﷺ bersabda, “Barang siapa menahan marah padahal ia mampu untuk melampiaskannya, Allah akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk pada Hari Kiamat, ia dipersilakan memilih bidadari semaunya.” Berkata Abu Isa: Hadits ini hasan gharib. (HR Tirmidzi)
Menajemen Marah
Marah merupakan bagian dari tabiat manusia, bahkan bagi setiap makhluk Allah lainnya pula. Yang perlu mendapatkan perhatian adalah apa dampak dari marah, berdampak positif atau negatif. Di samping itu perlu juga dipahami faktor apa saja yang menyebabkan seseorang harus marah.
Hal-hal demikianlah yang kemudian menyebabkan marah itu harus dikelola sedemikian rupa, agar marah itu tidak menjadi penyebab terjadinya hal-hal yang buruk bagi siapa saja, termasuk bagi yang sedang marah. Dibutuhkan adanya manajemen marah.
Marah sesungguhnya berdampak buruk bagi si pemarah atau yang kena marah. Bagi pemarah, marah menjadikan ketegangan dalam jiwanya, sehingga—menurut medis—ada saraf-saraf pada dirinya menegang dan hal ini tidak seharusnya terjadi. Karena jika hal ini berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan gangguan pada sistem sarafnya.
Sedangkan bagi yang dimarahi juga akan menyebabkan adanya rasa sakit hati, tidak terima dan bahkan menyebabkan adanya dendam. Hal demikian sesungguhnya ia juga sedang marah setelah dimarahi tetapi dipendamnya sedemikian rupa. Karena tidak ada keberanian untuk melawan kemarahan orang yang memarahinya.
Jika orang yang marah dibalas dengan kemarahan yang sama maka yang akan terjadi adalah marah bertemu marah. Terjadilah apa yang terjadi yaitu mulai adu mulut dan bisa jadi sampai adu kekuatan. Selanjutnya bisa dibayangkan apa yang akan terjadi.
Hadits di atas memberikan dorongan agar setiap mukmin mampu menahan marahnya. Bahkan dijelaskan sekalipun ia memiliki kesempatan meluapkan kemarahannya itu, tetapi ia mampu menahannya sehingga tidak jadi marah. Dan yang lebih berbahaya itu adalah marah karena nafsunya yang sedang meluap, gengsinya merasa terusik, harga dirinya merasa direndahkan dan ia tidak terima. Maka marah demikian pasti marah yang berakibat negatif, dan dampak negatifnya bisa jadi sangat luas.
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلۡكَٰظِمِينَ ٱلۡغَيۡظَ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Ali Imran: 134)
Lapang Dada dan Sabar
Ayat di atas menjelaskan tentang tanda orang itu termasuk muhsin atau orang yang baik adalah dapat menahan marahnya. Orang yang mampu menahan marah adalah orang yang benar-benar hatinya lapang, ia selalu sabar menghadapi realitas di luar dirinya yang tidak sesuai ekspektasinya.
Semua kejadian tidak lalu kemudian diukur dengan pribadinya sendiri atau egoismenya, akan tetapi selalu dipandang dari sudut yang berbeda dari sisi subyektifnya itu. Sehingga ia menjadi pribadi yang sabar dan merasa maklum dengan keadaan tersebut.
Maka ayat berikutnya adalah mudah memberikan maaf kepada orang lain, bahkan sebelum orang itu meminta maaf. Inilah kebesaran jiwa. Orang yang selalu teduh dan tidak mudah mengeluarkan kata-kata yang ia sendiri kadang tidak menyukainya.
Jiwanya tenang dan tidak mudah terprovokasi orang lain, semua dipandang dengan penuh perhatian dan pertimbangan yang matang. Demikianlah tingkat kedewasaan setiap orang berbeda yang kemudian juga berpengaruh pada sikapnya.
Allah memberikan penghormatan yang sangat terhormat kepada orang yang mampu menahan marah, sekalipun ia mampu meluapkannya. Begitulah pintu-pintu kebaikan itu selalu terbuka bagi hamba Allah. Semua bersifat positif bagi kemaslahatan kehidupan umat manusia.
Maka tidak ada alasan bagi setiap insan untuk kemudian tidak menjadi orang baik. Hamba Allah tidak pantas sombong, iri hati, egois dan lain sebagainya. Hamba Allah adalah makhluk pilihan yang selalu menebarkan rahmat tanpa ada orang lain merasa terganggu.
Adakah marah yang dibolehkan? Hampir pasti tidak ada! Allah marah kepada manusia yang ingkar atau kafir, mengapa? Karena mereka adalah manusia yang tidak tahu diri! Mereka adalah manusia yang tidak mau berterima kasih! Dan yang lebih penting karena mereka tidak mau mengikuti petunjuk-Nya sebagai jalan kebahagiaan bagi setiap manusia, yang sebenarnya mereka butuhkan pula. Justru mereka menentangnya dan membuat kerusakan di muka bumi, serta memusuhi kepada orang-orang yang beriman secara brutal.
Lihatlah bangsa Israil saat ini, mereka bertindak di luar nalar sehat sebagai manusia. Mereka melakukan genocide kepada bangsa Palestina. Mereka tidak lagi memiliki nalar yang sehat. Dengan kekuatan yang mereka miliki mereka bunuh secara sadis dan tidak manusiawi lagi.
Pantaslah bagi mendapatkan ancaman yang sangat berat. Akal sehatnya sudah tidak lagi berfungsi demi ambisi dan nafsunya yang ingin menguasai. Bahkan mereka tidak sadar bahwa suatu saat mereka pun akan mati sebagaimana orang-orang yang ia bunuh saat ini. Itulah kebodohan di atas kebodohan. Semoga Allah menempatkan kaum mukminin yang terbunuh di Palestina dan di Bumi Allah lainnya di tempat yang mulia di sisi-Nya. Amin (*)
Editor Mohammad Nurfatoni