PWMU.CO – Rektor Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya Dr dr Sukadiono MM menyampaikan tausiah penting dalam acara halalbihalal sivitas akademika, di Gedung at-Tauhid Tower, Rabu (17/4/2024).
Menurutnya, memaafkan merupakan salah satu pilar penting dalam akhlak Islam. Ia harus selalu dirawat dan dijaga, kapan saja dan di mana saja.
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim itu mengatakan, tidak harus menunggu Idul Fitri atau menunggu orang menghampiri kita dengan menundukkan kepala.Kalau perlu kita sudah memaafkan sebelum orang yang salah kepada kita meminta maaf.
Menurut Pak Suko, sapaannya, memaafkan orang itu memiliki tiga tingkatan, mulai tingkatan yang paling sederhana hingga yang paling tinggi. Pertama, bisa memaafkan tapi belum bisa melupakan kesalahan orang kepada kita.
Kedua, bisa memaafkan dan bisa melupakan kesalahan, namun belum bisa berbuat baik kepada orang yang telah berbuat salah kepada kita.
Ketiga, bisa memaafkan, bisa melupakan kesalahan, bahkan bisa berbuat baik atau memberi manfaat pada orang yang telah berbuat salah kepada kita.
Menurutnya, penggalan kata wal ‘afiina aninnas yang terdapat dalam Ali Imran 134, adalah memaafkan pada tingkatan yang tertinggi, yaitu bisa memaafkan, bisa melupakan kesalahan, bahkan bisa memberi manfaat pada orang yang telah berbuat salah kepada kita.
Mengingat redaksi yang dipergunakan dalam ayat tersebut bersifat aktif (isim fa’il), bukan bersifat pasif (isim maf’ul), etidaknya bisa mendoakan orang yang telah berbuat salah kepada kita tanpa sepengetahuannya (bidhahril ghaib). Hal ini berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Darda’.
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ. كُلَّمَا دَعَا ِلأَخِيْهِ بِخَيْرٍ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِيْنَ. وَلَكَ بِمِثْلٍ.
Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada Malaikat yang menjadi wakil baginya. Setiap kali dia berdo’a untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka Malaikat tersebut berkata: ‘amin’ dan engkau pun mendapatkan apa yang ia dapatkan.
Dari hadits yang mulia ini kita bisa mengetahui bahwa ada dua golongan manusia yang mendapatkan doa dari para Malaikat. Pertama orang yang didoakan oleh saudaranya sesama Muslim tanpa sepengetahuanya, karena Malaikat yang ditugaskan menjaga orang yang didoakan menguapkan ‘amin’.
Kedua, adalah orang yang mendo’akan saudaranya, karena Malaikat yang ditugaskan menjaganya berkata: “Dan engkaupun mendapatkan apa yang didapatkan oleh saudaramu.”
Kisah Janda Kaya Raya
Sementara itu Ketua BPH UM Surabaya Dr Moh. Sulthon Amien MM, yang dikenal sebagai Abah Sulthon, bercerita tentang memaafkan yang ternyata mampu mengobati penyakit jasmani dan rihani manusia.
Wakil Ketua PWM Jatim itu menceritakan ada seorang janda muda, cantik, bening, elok, dan rupawan. Orang ini kaya raya karena berprofesi sebagai pengusaha. Ia tertarik dengan salah satu stafnya yang masih belia.
Stafnya ini tampan, cerdas, dan berdedikasi. Rupanya keduanya berjodoh dan akhirnya menikah. Pernikahan berjalan dengan baik, bahkan perusahaan semakin maju.
Dalam dalam perkembangannya terjadi prahara, ada gemuruh ombak yang menggoyang bahtera rumah tangga mereka. Tanpa sepengetahuan si istri, si suami membeli aset-aset baru dalam bentuk tanah dan rumah yang di atasnamakan dirinya.
Bukan saja itu, si suami juga menikah lagi dengan perempuan lain secara siri. Setelah mengetahui hal ihwal perbuatan suaminya, si istri sakit hati dan sangat bersedih. Ia bersumpah akan membalas sakit hatinya dan tidak akan pernah memaafkan kesalahan suaminya. Menurutnya kesalahan suaminya adalah kesalahan yang amat fatal.
Dalam perkembangannya si istri jatuh sakit, bahkan sakit-sakitan yang tidak jelas sumber penyakitnya. Puluhan dokter didatangi namun penyakitnya tidak kunjung sembuh. Sampai akhirnya ia datang ke tempat pasikolog untuk berkonsultasi.
Psikolog mengatakaan, “Penyakit ibu tidak ada obatnya. Karena bukan penyakit jasmani, melainkan rohani. Walaupun ibu mendatangi seribu dokter ibaratnya, juga tidak akan sembuh. Mereka tidak memiliki obatnya.”
Perempuan itu bertanya, “Lantas bagaimana caranya agar saya sembuh dari penyakit saya?”
Psikolog mengatakan, “Penyakit ibu sebenarnya ada obatnya. Sederhana, dekat, dan tidak pakai biaya. Obatnya ada pada diri ibu sendiri, maafkanlah kesalahan-kesalahan suami ibu, ikhlaskan perbuatannya, dan relakan kepergiaanya.”
“Enak sekali, dia telah membawa lari harta benda saya. Saya hancur seperti ini, saya harus memaafkannya”, jawabnya dengan sesenggukan.
Dengan sabar sang psikolog berusaha meredakan kemarahan ibu, “Ya Bu, itulah jalan satu-satunya. Ibarat ibu mencabut duri yang menancap lama dihati, tentu rasanya sakit sekali. Setelah itu ibu akan pulih kembali sembuh dari penderitaan yang menyayat ini.”
Alhamdulillah ia dengan sadar dan ikhlas memaafkan mantan suaminya yang telah meninggal dunia. Sang psikolog menambahkan, “Bila Ibu berkenan mendoakannya, sejatinya ibu sedang mendoakan diri sendiri juga.”
Dengan maghfirah dan rahmat Ilahi, ia sembuh sehat kembali usahanya pulih berkembang seiring hatinya yang lapang penuh keberkahan. (*)
Penulis Syamsudin Editor Mohammad Nurfatoni