PWMU.CO – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mendesak PBB, ASEAN, dan Pemerintah Indonesia segera mengambil sikap untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang dialami etnis Rohingya, Myanmar. Pernyataan sikap PP Pusat Muhammadiyah terkait Genosida Etnis Rohingya itu tertuang dalam surat bernomor: 396/PER/I.0/H/2017.
Sebagai respon terhadap perkembangan terkini di Myanmar itu ditandatangani oleh Ketua PP Muhammadiyah Bahtiar Effendy dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Muti. Berikut isi surat pernyataan sikap Pengurus Pusat Muhammadiyah tersebut:
(Baca: Muhammadiyah Malaysia Distribusi Qurban ke Anak Rohingya)
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut etnis Rohingya sebagai etnis yang paling menderita di muka bumi. Etnis minoritas ini tertolak di Myanmar, tertindas di Bangladesh. Mayoritas etnis Rohingya tinggal di Rakhine, salah satu bagian provinsi di Myanmar. Namun mereka tidak memiliki identitas kewarganegaraan Myanmar karena dianggap imigran ilegal dari Bangladesh. Sebaliknya, Bangladesh tidak mau menerima mereka karena dianggap sebagai warga Myanmar. Ketiadaan identitas ini menyebabkan mereka tidak memiliki akses pekerjaan, pendidikan, kesehatan dan tempat tinggal yang layak. Bahkan, ruang gerak mereka dibatasi hanya lingkup geografis tertentu.
Sejak 1982, Etnis Rohingya telah mengalami persekusi dan pengusiran berulang kali. Terakhir, sepanjang minggu ini, tidak kurang 3.000 orang melarikan diri ke perbatasan Bangladesh karena kebrutalan yang dilakukan oleh militer Myanmar. Dalam sepekan ini, jumlah korban dari etnis Rohingya mencapai kurang lebih 800an orang, termasuk perempuan dan anak-anak. Berkaitan dengan itu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan sikap sebagai berikut:
(Baca juga: Ketua Majelis Buddha Saat Pertemuan di Gedung Muhammadiyah Soal Muslim Rohingya: Junta Militer Pengecut!)
1. Mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk ikut menangani secara sungguh-sungguh bahkan bila perlu mengambil alih tragedi kemanusiaan yang telah dan sedang berlangsung secara terus menerus di Myanmar. Sudah terbukti secara meyakinkan pemerintah Myanmar tidak bersedia menghentikan praktik genosida terhadap etnis Rohingya.
2. Mendesak Pemerintah Bangladesh untuk membuka perbatasan demi alasan kemanusiaan, sehingga memungkinkan etnis Rohingya menyelamatkan diri dari persekusi pemerintah Myanmar.
3. Mendesak para aktivis HAM dan kemanusiaan di seluruh dunia untuk memberikan perhatian serius terhadap kasus genosida etnis Rohingya sehingga tragedi ini bisa diakhiri. Berkaitan dengan hal tersebut Muhammadiyah bersedia menjadi leading sector di dalam mengorganisasikan kegiatan masyarakat ASEAN dan dunia pada umumnya untuk menggalang bantuan dan dukungan kemanusiaan bagi etnis Rohingya.
4. Mendesak ASEAN untuk menekan Myanmar agar menghentikan praktik genosida terhadap etnis Rohingya. Bila dalam waktu yang dipandang cukup hal tersebut tidak dilakukan oleh Myanmar, maka wajar bagi ASEAN untuk mempertimbangkan pembekuan keanggotaan negara tersebut di ASEAN. Karena besarnya jumlah korban, ASEAN perlu untuk tidak mengedepankan prinsip non-intervensi dan menggantinya dengan keharusan untuk ikut bertanggung jawab atas nasib dan melindungi etnis Rohingya.
(Baca ini juga: Sholihul Huda: Militer Myanmar, Teroris Internasional)
5. Mendesak komite Hadiah Nobel untuk mencabut Penghargaan Nobel Perdamaian bagi Aung San Suu Kyi, salah seorang pemimpin terkemuka Myanmar, yang alih-alih menunjukkan kesungguhan untuk mengakhiri tragedi kemanusiaan di Myanmar, justru memperburuk keadaan.
6. Mendesak Mahkamah Kejahatan Internasional (International Criminal Court – ICC) untuk mengadili pihak-pihak yang bertanggung jawab atas praktik genosida terhadap etnis Rohingya di Myanmar.
7. Meminta Pemerintah Republik Indonesia untuk mengevaluasi kebijakan diplomasi sunyi (non-megaphone diplomacy) yang selama ini yang selama ini diterapkan kepada Myanmar karena tidak berhasil mendesak Myanmar mengakhiri praktik-praktik genosida terhadap etnis Rohingya.
8. Meminta Pemerintah Republik Indonesia untuk mempertimbangkan kemungkinan disediakannya sebuah kawasan/daerah di Indonesia untuk menampung sementara pengungsi Rohingya sebagaimana yang pernah dilakukan terhadap pengungsi perang Vietnam di Pulau Galang beberapa dekade silam.
Demikian pernyataan sikap PP Muhammadiyah sebagai respon terhadap perkembangan terkini di Myanmar yang dampaknya berpotensi mengancam situasi keamanan dan stabilitas di kawasan Asia Tenggara dengan kemungkinan tumbuhnya kelompok perlawanan terhadap Myanmar, perdagangan manusia, imigran ilegal yang membanjiri kawasan.