Ahmad Zaini, Penggagas Sekolah Kreatif oleh Mulyanto, Juara I Lomba Menulis Feature Milad ke-8 PWMU.CO.
PWMU.CO – Adzan magrib mengalun syahdu dari masjid. Panggilan shalat itu bersahut-sahutan satu sama lain nun di sana, menggetarkan langit Surabaya yang mulai redup. Neon-neon lampu di Kantor Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Ngagel Surabaya menyala semakin terang.
Ketua PCM Ngagel H. Ahmad Zaini MPd mengajak seisi kantor untuk bergegas mengambil wudhu. Jajaran pimpinan beserta staf PCM Ngagel beranjak menuju mushala kantor yang berlokasi di Jl. Pucang Jajar No. 22 Surabaya tersebut. Lalu pria asli Desa Trepan Babat Lamongan itu menjadi imam shalat Magrib berjamaah.
Usai shalat Magrib saya memohon izin kepada Zaini untuk mengobrol. Lalu dia menyilakan ke ruang rapat. Di sana Zaini memulai berkisah tentang dirinya, kehidupan pribadi, kiprah di sekolah dan persyarikatan Muhammadiyah, hingga keluarga.
”Aku iki wong ndeso (Saya ini orang desa),” ucapnya merendah sambil tersenyum lantas merapikan lengan baju koko putihnya. Juga mematutkan peci hitam yang bermotif silver itu.
Di balik sosoknya yang kalem, tidak banyak omong, dia mengesankan, pintar, baik hati, dan sederhana.
Zaini sejak muda aktif di Muhammadiyah. Di Ikatan Pelajar Muhamamdiyah (IPM) Lamongan (1982). Lalu setamat Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negeri Lamongan (1984) merantau ke Surabaya dan aktif di Muhammadiyah Surabaya dan Jawa Timur.
Di Surabaya, anak ketiga dari lima bersaudara ini mengikuti jejak kakaknya, Drs Tarmudzi menjadi guru. Zaini tinggal bersamanya di rumah yang hingga saat ini ditempati di daerah Pucangan Surabaya.
”Mas saya yang menjadi figure panutan dalam banyak urusan, termasuk saya meniru gaya mengajarnya,” ujar Zaini ketika ditemui Jumat (12/4/2024).
Dia mengajar di SD Muhammadiyah 20 Tembok Dukuh, Surabaya. Awal mengajar dia bersemangat. Namun lambat laun lesu, karena menghadapi murid yang susah diatur. Dia suka uring-uringan, mulut capai. Suasana itu membuatnya tidak betah.
Kakaknya memberi motivasi. Jadi guru harus mencari kelebihan dan kekurangan murid. Anak harus ”ditaklukkan” dengan menyelami masing-masing karakter anak. Guru harus menyetrum kebahagiaan untuk siswa.
Pindah Sekolah
Ahmad Zaini bersemangat kembali lalu belajar kepada senior-seniornya yang betah mengajar. Di suatu kesempatan dia bermain ke sekolah tempat kakaknya mengajar. Dia memperhatikan siswa menjadi tenang saat mendengar bunyi sepatu kakaknya berjalan menuju kelas. Zaini bersemangat mengajar lagi.
Selama setahun mengajar di SD Muhammadiyah Tembok Dukuh, dia mengendarai sepeda ontel sejauh 10 Km. Gowes dari Pucangan ke Tembok Dukuh selalu hadir tepat waktu. Pukul 06.45 sudah tiba di sekolah dengan badan basah oleh peluh.
Menginjak tahun kedua alumni S1 FKIP Universitas Muhammadiyah Surabaya (1994) dan S2 Pendidikan Dasar Unesa (2013) itu pindah mengajar ke sekolah yang dekat rumah. SD Muhammadiyah 4 (SD Mudipat) Pucang Surabaya. Itu tahun 1985.
Ceritanya, dia jalan-jalan sore ke Pucang Adi. Masuk jalan kecil Pucang Taman, dekat Kantor Kelurahan dia melihat ada SD Muhammadiyah. Dia berpikir mengajar di sekolah ini saja dekat rumah.
Esok hari Zaini menemui Kepala Sekolah Djoko Purwantoro menyerahkan surat lamaran. Dia lihat rambut Pak Djoko sudah memutih meski usianya masih muda. Orangnya enerjik dan menyukai inovasi.
Lalu Zaini menemui Maksum dari Majelis Dikdasmen PCM Ngagel untuk tes calon guru. Hasilnya dia diterima. Sejak itu bergabunglah dengan SD Mudipat. Kini bekerja cukup berjalan kaki. Kadang-kadang saja bersepeda. Hanya butuh waktu lima menit.
Menapaki Karier
Di sekolah ini dia merasa berada di lingkungan yang menyenangkan. Bekerja dengan guru-guru yang luar biasa. Akhirnya muncul kreativitas dan inovasi untuk memajukan sekolah.
”Tahun kedua inilah yang saya namai menapak karier sesungguhnya. Karena sekolahnya luar biasa, pimpinannya bersemangat, rekan kerja mendukung sehingga saya bertekad bulat untuk berkarier di SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya itu,” kata suami Umi Sarofah MPd itu tersenyum bangga.
Di Mudipat, Zaini bersama tim inovasi banyak menelurkan karya dan prestasi untuk anak didiknya. Tim inovatif itu beranggotakan dia, Sumadi dan Hadlir Yusuf. Keduanya sudah almarhum.
Satu trofi besar pertama diperoleh dari lomba Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) Dinas Pendidikan Surabaya berkat tangan lembutnya dan tim pembina siswa.
”Saat kami meraih prestasi hebat itu, siswa mengarak piala seperti sehabis jihad perang Badar. Siswa memekikkan takbir di halaman sekolah,” kisahnya menggebu.
Prestasi itu mendapatkan respon luar biasa dari warga sekolah. Senang sekali, terharu karena tim Mudipat mampu mengalahkan tim sekolah lain di tingkat Kecamatan Gubeng dan Kota Surabaya.
Zaini semringah mengenang masa-masa indah itu. Ada even lomba P4 SD Mudipat selalu ikut. Bahkan pernah ada lomba yang disiarkan langsung TVRI, Mudipat menjadi tuan rumahnya.
”Bahkan sampai tembus Rayon 1 tingkat Jawa Timur. Lomba P4 tingkat Surabaya menghadapi tim sekolah tempat Mas saya mengajar. Saya bilang, maaf kalau sekolah Mas dikalahkan sekolah saya,” kenang Zaini dengan mesem.
Zaman itu banyak latihan bahkan sparring dengan sekolah lain. Cerdas cermat harus sparring. Tujuannya latihan materi dan uji mental anak. Mulai lomba kecil tingkat kecamatan. Lantas bisa menggetarkan Suroboyo.
Nama SD Mudipat mulai terangkat. Makin populer. Mulai saat itu SD Mudipat Surabaya menjadi sekolah Islam favorit. Muridnya semakin hari semakin banyak. Sampai 1.500 anak.
Gedung Baru
Awalnya sekolah ini berlokasi di Jl. Pucang Taman. Berhimpitan dengan Kantor Kelurahan di jalan tembusan yang menghubungkan Pucang Adi dan Pucang Anom.
SD Mudipat berdiri 1 Januari 1959. Mendapat izin operasional dari Dinas Pendidikan Kota Surabaya tahun 1963.
Ketika jumlah siswa makin membeludak mulai berpikir perlu memperluas sekolah. Kepala sekolah Joko Purwantoro menawarkan ke Pemkot Surabaya untuk ruilslag Kantor Kelurahan dengan Gedung Akper Muhammadiyah di Jl. Pucang Adi. Tapi prosesnya lambat.
Tahun berganti tahun, memasuki tahun 2000-an akhirnya membeli tanah dan gedung SMP Indrajaya yang tutup di Jl. Pucang Anom No. 93 Surabaya. Di atas tanah itu lantas dibangun gedung sekolah yang megah. The Millenium Building namanya. SD Mudipat kemudian pindah ke gedung baru ini.
Dengan gedung baru branding SD Mudipat sebagai sekolah favorit makin menonjol. Banyak keluarga muda yang menyekolahkan anaknya di sini. Pembelajaran inovatif terus diterapkan sehingga prestasi selali diraih.
Ahmad Zaini bercerita, Prof Dr dr Achmad Chusnu Romdhoni, sekarang Wakil Dekan FK Unair, adalah murid SD Mudipat. Dialah murid pertama yang meraih juara 2. Adik kelasnya Nur Khoiriyah meraih juara 1 sampai tembus level provinsi.
”Ia anak yang tenang bisa mengembangkan jawaban dan mampu juara 1 hingga rayon 1 Jawa Timur. Itu sekitar 1986-1987. Sungguh kerja keras dan ikhlas akan menemukan muaranya dengan indah,” tutur Zaini Ketua PCM Ngagel dua periode itu bangga.
Sekolah Kreatif
Waktu terus berlalu, tahun 2002 Zaini ditugaskan oleh PCM Ngagel untuk menjadi guru SD Muhammadiyah 16 Surabaya di Jl. Baratajaya I No. 11 Surabaya.
Ditunjuk tim Trio Kreatif yaitu Zaini, Heru Tjahyono, dan Made. Namanya Tim Inovasi Pengembangan Sekolah SD Muhamamdiyah 16. Tujuannya merestorasi sekolah di dalam kampung ini menjadi berkembang.
Dibuatlah branding Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah 16. Gedung sekolah dipoles menjadi mentereng.
Zaini urusan kurikulum/akademik. Almarhum Made bidang layanan anak. Heru Tjahyono bidang kreativitas. Trio kreatif ini berhasil menderek sekolah ini menjadi sekolah favorit juga. SPP semula Rp 15 ribu berubah menjadi Rp 150 ribu. Ternyata peminatnya berderet antre.
Zaini bercerita, langkah pertama Trio Kreatif sebelum membuka ajaran baru sowan ke beberapa tokoh dan sekolah. Orang pertama yang didatangi Prof Dr Daniel Mohammad Rosyid, guru besar ITS.
Prof Daniel bercerita rekayasa kurikulum sekolah kreatif sudah diterapkan di Inggris, tempat putranya bersekolah.
Kunjungan kedua ke Sekolah Jepang Surabaya (SJS) di daerah Ketintang. Di sana Trio Kreatif ditertawakan SJS lantaran masih memberlakukan siswa tak naik kelas. Padahal semua anak lahir membawa potensi. ”Kami ditertawakan,” kenang Zaini mengulang.
Hasil kunjungan tim Trio Kreatif menghasilkan konsep yang zaman itu dinilai nyeleneh. Program pembelajaran dengan konsep edutainment (education dan entertainment). Sekolah yang menyenangkan, sekolah ramah anak, guru ramah siswa, dan lainnya.
Sekolah ini konsepnya bertumpu pada aspek kreativitas dan spiritual. Baru kemudian menggarap aspek akademik. Konsep ini di zaman itu belum populer.
Namun kendala hadir. Yakni dana pembangunan sekolah. PCM Ngagel membantu dengan meminjam dana kepada ranting-ranting Muhamamdiyah dan wali murid yang militan. Terjadilah semuanya hingga sekolah berlogo balon ditautkan ke pensil itu kian moncer.
Dengan pengalaman di Mudipat, Zaini dan tim mudah saja mengembangkan sekolah kreatif. Setiap kegiatan selalu tematik dan harus mengandung pembelajaran sekaligus promosi.
Misalnya ada gunung meletus itu jadi momentum untuk promosi. Sekolah membuat acara dan sekolah mengundang media agar diliput di koran dan TV. Maka makin terkenallah dan laris manislah sekolah kreatif ini, hingga kini.
Bahkan sekolah kreatif ini programnya bak franchise yangdibangun di beberapa daerah di Indonesia. Barakallah.
Selain menjadi guru di Sekolah Kreatif, Zaini juga mengajar di SD Negeri Airlangga I, Surabaya (2008-2022).
Sang Penggagas Sekolah Kreatif Zaini bersama tim menjadi peletak fondasi sekaligus perancang perubahan besar di pendidikan. Terwujudlah sekolah yang benar-benar kreatif yang digandrungi masyarakat itu.
Pengabdian di Persyarikatan
Di Persyarikatan Muhammadiyah, Ahmad Zaini juga kenyang dengan berbagai dinamika organisasi. Mulai aktif di IPM Lamongan sejak SPG (1984). Lalu di Surabaya menjadi Sekretaris PCM Ngagel (2001-2003), Sekretaris Lembaga Seni Budaya Olahraga PWM Jatim (2005-2006), Ketua Tim Pengendali Mutu SD Muhammadiyah se-Surabaya (2005-2007), dan Sekretaris PRM Pucangan Surabaya (2006-2008).
Selanjutnya menjadi Wakil Sekretaris PCM Ngagel (2008-2009), Sekretaris PCM Ngagel (2009-2010), Sekretaris PCM Ngagel (2010-2015), Ketua PCM Ngagel (2015-2022), dan Ketua PCM Ngagel (2022-2027).
Pada kepemimpinan Zaini 2015-2022, PCM Ngagel menerima penghargaan sebagai PCM paling unggul dalam bidang pendidikan oleh PDM Kota Surabaya. Penganugerahan dilaksanakan di acara Silaturrahim Syawal 1443 H Warga Muhammadiyah se-Kota Surabaya di Graha ITS, Sabtu (21/5/2022).
Di masa kepemimpinan Zaini, PCM Ngagel menuntas gedung SMP Muhammadiyah 5, Smamda Tower SMA Muhammadiyah 2, dan Ahmad Dahlan Education Center (ADEC) SD Muhammadiyah 4 Surabaya.
Pembangunan tiga sekolah ini meminjam dana Bank Muamalat sebesar Rp 100 miliar. Dana itu dibagi tiga. Rp 40 miliar untuk Smamda Tower, Rp 30 miliar untuk ADEC, dan Rp 30 miliar untuk menyelesaikan gedung SMPM 5 Surabaya.
Gelora Asmara
Zaini agak malu-malu ketika menceritakan soal asmara. Dia menemukan cintanya di atas bus Surabaya-Lamongan. Turun dari bus saat pulang kampung, dia bertemu dengan Umi Sarofah.
Umi Sarofah putri tokoh masyarakat yang terpaut sepuluh tahun lebih muda dari Zaini. Pandangan pertama Zaini langsung jatuh cinta.
Lalu Zaini bertandang ke rumahnya menemui ayah Umi Sarofah. Langsung melamarnya. Ternyata masih ada hubungan keluarga.
Dia ingin mengenal lebih dekat sosok calon istrinya. Mulai investigasi. Mencari informasi kanan kiri. “Hasilnya, Umi Sarofah memang sosok muslimah ayu dan lembut hati,” ujar Zaini yang lahir 18 Juli 1962 itu.
Hatinya makin berbunga-bunga ketika dia bersedia hijrah ke Surabaya setelah menikah. Hidup sederhana, memulai berrumah tangga dari nol. Mengandalkan gaji dari guru.
Kini rumah tangganya hidup bahagia. Dikarunia lima anak. Sudah memiliki tiga cucu. Lima anaknya adalah Firsty Dzanurrahmana Zein, Secondta Habib Syarifah Zein, Thirdtya Rais Syarifah Zein, Fourthra Syarif Fahri Zein, dan Fifthra Syarif Fazaul Zein.
Umi Sarofah saat ini menjabat Kepala MI Muhammadiyah 5 Surabaya. Pada 2015-2022, dia terpilih menjadi ketua Pimpinan Cabang Aisyiyah Ngagel. Sementara Zaini Ketua PCM. Persis seperti pasangan KH Ahmad Dahlan dan Nyai Siti Walidah sama-sama memimpin Muhammadiyah-Aisyiyah. Barakallah. (*)
Editor Sugeng Purwanto