Ilustrasi logo IMM (Foto: PWMU.CO)
Moh. Ridho Ilahi Robbi – Aktivis IMM
PWMU.CO – Di tengah deru persiapan Musyawarah Daerah IMM Jawa Timur, sebuah pertanyaan hadir dalam benak saya: apakah kader IMM Jawa Timur benar-benar mewujudkan nilai-nilai dasar ikatan dan apakah amanah yang diberikan benar-benar dipegang teguh?
Pada awalnya IMM adalah sebuah wadah bagi mahasiswa untuk mengasah idealisme dan sering di doktrin untuk mengamalkan jargon “Fastabiqul Khoirot”, namun pada realitanya Kader IMM seringkali menemui tantangan besar dalam implementasinya. Banyak kader yang hanya aktif pada momentum tertentu, seperti menjelang musyawarah atau hanya ketika ada panggilan dari seniornya. Mereka muncul bak musim semi yang hanya datang sebentar, lalu menghilang saat musim panas menjelang.
Tidak dapat disangkal, IMM saat ini telah menjadi tempat yang menyediakan panggung bagi mahasiswa yang lebih tertarik pada praktek jilat-menjilat daripada memegang teguh nilai-nilai yang mereka teriakkan. Jargon dan semangat yang begitu kencang saat di depan publik seringkali sirna saat kader menghadapi tekanan dari seniornya. Saat itulah idealisme kader diuji: apakah mereka benar-benar berani membela kebenaran atau hanya bermain aman untuk menyenangkan mereka yang lebih senior?
Idealisme tanpa keberanian hanya menjadi omong kosong. Ketika kata “Idealisme” diucapkan dengan lantang, namun pada kenyataannya kader lebih memilih untuk mengikuti arus demi mempertahankan posisinya, maka nilai dasar IMM telah hilang dalam kesempitan kepentingan individu.
Musyawarah Daerah IMM JATIM seharusnya menjadi panggung evaluasi, bukan hanya dalam segi organisasi tetapi juga moral. Kader-kader harus bercermin: apakah mereka benar-benar melaksanakan amanahnya atau hanya sekedar menjilat untuk mendapatkan keuntungan pribadi? IMM seharusnya menjadi laboratorium bagi keberanian dan kejujuran, bukan hanya sekedar arena untuk mengejar jabatan dan kedudukan.
Pada Musyawarah Daerah IMM JATIM, ada penyakit yang sering terlihat, dimana banyak sekali cabang-cabang dan komisariat fiktif yang awalnya tidak ada lalu tiba-tiba muncul entah darimana. Kegiatannya pun ketika ditelusuri di media sosial kebanyakan hanya berupa pengadaan pamflet ucapan selamat, itu saja. Lalu apakah para Dewan Pimpinan Daerah IMM Jawa Timur akan terus membiarkan hal ini terjadi?
Jika IMM ingin tetap relevan sebagai wadah pembentukan karakter, ia harus mampu meneladani nilai-nilai yang diperjuangkan, bukan hanya menjadi simbol kosong yang menghiasi daftar kegiatan. Kehadiran dan keaktifan kader bukan hanya untuk meramaikan statistik, tetapi untuk memberikan dampak nyata dalam memajukan nilai-nilai keislaman dan kebangsaan.
Jadi, kader musiman atau kader sejati? Jawabannya terletak pada integritas dan keberanian untuk menghadapi tantangan, bahkan ketika itu berarti berhadapan dengan senior yang lebih berpengaruh. Hanya dengan sikap seperti itu, IMM dapat tetap menjadi garda terdepan dalam membentuk pemimpin masa depan yang tidak hanya pintar secara akademis tetapi juga kuat dalam menjaga nilai-nilai kejujuran dan keberanian.
Terakhir saya ingin memodifikasi kata mutiara dari pendiri Muhammadiyah :
“Populerkan IMM Jangan mencari popularitas di IMM”
Dan untuk para senior di luar sana saya ingin menyampaikan pesan :
“Jika anda gagal di IMM, maka jangan menjual kami kader-kader anda untuk kepentingan anda pribadi.”
Editor Teguh Imami