PWMU.co – Gerakan pencerahan menuju Indonesia berkemajuan dimaksudkan untuk meneguhkan visi keislaman Muhammadiyah. Yakni Islam Berkemajuan melalui strategi perjuangan dakwah pencerahan bagi terwujudnya visi kebangsaan Indonesia Berkemajuan. Dalam kaitan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia, saatnya bagi Muhammadiyah merealisasikan visi Islam Berkemajuan sebagai jalan untuk mewujudkan Indonesia Berkemajuan. Hal ini sebenarnya merupakan cita-cita nasional yang telah diletakkan oleh pendiri bangsa, yaitu terwujudnya Indonesia yang maju, adil, makmur, berdaulat dan bermartabat. Maka dengan demikian, Dakwah Pencerahan Muhammadiyah adalah jihad kebangsaan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Di sini terjadi perpaduan antara wawasan keislaman dan keindonesiaan. Keduanya beririsan dan bermuara pada tujuan sama. Perjuangan menegakkan cita-cita nasional itu adalah pengembangan misi kekhalifahandi muka bumi, yang tentu harus bermula dari tanah kelahiran sendiri. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah ranah perjuangan untuk mengejawantahkan nilai-nilai Islam. Maka Negara Pancasila dapat dipandang sebagai Darul ‘Ahdi wasy Syahadah atau Negara Kesepakatan dan Kesaksian. Sebagai Negara Kesepakatan, Negara Pancasila adalah memang kesepakatan di antara berbagai kelompok dan golongan. Sebagai Negara Kesaksian atau Pembuktian , Negara Pancasila menjadi ajang perlombaan berbagai kalangan untuk mengisi dan mewarnainya dengan sibghah masing-masing. Bagi umat Islam, perlombaan mengisi dan mewarnai Negara Pancasila dengan sibghah Islamiyah merupakan perjuangan kebangsaan dan keagamaan sekaligus. Sebagai bagian terbesar dari bangsa, umat Islam memiliki tanggung jawab terbesar pula untuk menjadi faktor determinan (penentu) atau paling tidak menjadi faktor efektif Indonesia. Umat Islam sebagai penentu ditunjukkan bahwa maju mundurnya Indonesia di masa depan harus ikut ditentukan oleh maju mundurnya umat Islam. Hal inilah yang belum menjadi kenyataan dewasa ini. Ini bisa dilihat dari terjadinya perubahan mendasar dalam berbagai aspek kehidupan kebangsaan Indonesia. Perubahan itu kini semakin menyata dan membawa dampak sistemik ke dalam kehidupan bangsa, termasuk di dalamnya umat Islam. Tentu perubahan itu berdimensi positif dan negatif sekaligus. Dimensi positif ditandai oleh antara lain relatif meningkatnya taraf kesejahteraan masyarakat terutama kelas menengah. Bahkan terjadi ledakan kelas menengah atau middle class booming. Perubahan positip ini karena semakin terbukanya masyarakat kepada akses informasi dan ilmu pengetahuan serta semakin terbukanya ruang kebebasan berekspresi bagi masyarakat. Namun hal-hal demikian bukan tanpa sisi negatif, sisi negatifnya karena arus liberalisasi politik, ekonomi dan budaya juga semakin deras melanda bangsa Indonesia. Era reformasi yang mendorong arus liberalisasi juga membawa kecenderungan-kecenderungan lain yang berdampak pada peran organisasi massa, termasuk di dalamnya Muhammadiyah. Ada beberapa efek negatif yang dapat dicatat: Pertama, menguatnya kecenderungan hidup individualistik, materialistik dan hedonistik dalam masyarakat. Ini merupakan tantangan dakwah dan kendala besar bagi terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Kedua, tumbuhnya perekonomian nasional yang memunculkan kekuatan ekonomi baru. Kekuatan ekonomi ini meski minoritas tapi menguasai mayoritas aset ekonomi. Akibatnya kekuatan uang merajalela mendorong pemilik modal memasuki dunia politik. Politik uang ini membawa daya rusak kuat terhadap kualitas demokrasi dan berpotensi mendorong demoralisasi rakyat. Ketiga, sebagai akibat amandemen konstitusi yang antara lain memberi kewenangan besar bagi partai-partai politik untuk menentukan keputusan politik strategis. Karenanya, proses politik dimonopoli oleh partai-partai politik. Akibatnya organisasi masyarakat yang banyak memiliki anggota acapkali terseret kepada kepentingan partai politik, menjadi sub ordinat dan menjadi pelengkap penyerta. Inilah tantangan Visi Kebangsaan Indonesia Berkemajuan. (sumber: suaramuhammadiyah.com)