Oleh Ahmad Azharuddin – Alumni Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Gresik
PWMU.CO – Dalam dinamika sebuah organisasi, kedekatan fisik sering kali menjadi penentu seberapa besar perhatian yang diberikan kepada seseorang. Orang-orang yang selalu hadir di sekitar kita, yang sering terlibat dalam pertemuan, diskusi, dan aktivitas sehari-hari, cenderung lebih diutamakan. Hal ini bisa dimaklumi, mengingat mereka lebih terlihat dan lebih mudah diakses. Namun, ada fenomena yang menarik untuk diperhatikan: mereka yang berada jauh, meskipun memiliki kontribusi yang sama atau bahkan lebih besar, kerap kali terlupakan atau terabaikan.
Fenomena ini, yang bisa disebut sebagai “bias kedekatan,” bukanlah hal yang jarang terjadi. Bias ini terjadi di berbagai organisasi, dari yang berskala kecil hingga yang besar. Dalam sebuah organisasi besar yang tersebar di berbagai lokasi, anggota tim yang bekerja dari jarak jauh atau di cabang lain sering kali tidak mendapatkan perhatian yang sama seperti mereka yang bekerja di kantor pusat atau yang sering berinteraksi langsung dengan pimpinan.
Mengapa hal ini terjadi? Ada beberapa faktor yang memengaruhi. Pertama, kehadiran fisik seseorang dalam organisasi memberikan rasa keterhubungan yang lebih kuat. Ketika seseorang sering terlihat dan terlibat secara langsung, mereka lebih mudah untuk diingat dan dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Mereka yang berada di sekitar kita cenderung menjadi bagian dari percakapan sehari-hari, baik secara formal maupun informal. Sementara itu, mereka yang jauh, meskipun hadir dalam rapat virtual atau berkomunikasi melalui WhatsApp, sering kali terpinggirkan dari percakapan yang lebih mendalam dan spontan.
Kedua, kedekatan fisik memungkinkan interaksi yang lebih kaya. Komunikasi tatap muka memungkinkan pemahaman yang lebih baik melalui bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan nada suara. Hal ini membuat komunikasi menjadi lebih efektif dan memperkuat hubungan antara anggota tim. Sebaliknya, komunikasi jarak jauh sering kali terhambat oleh keterbatasan teknologi, perbedaan zona waktu, dan kurangnya interaksi non-verbal, yang bisa membuat pesan kurang tersampaikan dengan baik.
Namun, penting untuk diingat bahwa kehadiran fisik bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan nilai seseorang dalam sebuah organisasi. Mereka yang berada jauh mungkin memiliki wawasan, keterampilan, dan kontribusi yang sangat berharga. Terlepas dari jarak, setiap anggota organisasi memiliki peran yang penting dalam kesuksesan bersama. Oleh karena itu, penting bagi para pemimpin organisasi untuk sadar akan bias kedekatan ini dan berusaha untuk melibatkan semua anggota tim secara setara, baik yang dekat maupun yang jauh.
Salah satu cara untuk mengatasi bias ini adalah dengan menciptakan sistem komunikasi yang inklusif dan transparan. Pastikan bahwa semua anggota tim, tanpa memandang lokasi, memiliki akses yang sama terhadap informasi dan kesempatan untuk berpartisipasi. Pertemuan rutin yang melibatkan semua anggota, baik secara langsung maupun virtual, bisa membantu memperkuat rasa keterlibatan dan kebersamaan.
Selain itu, penting untuk mengakui dan menghargai kontribusi dari semua anggota tim secara terbuka. Pengakuan ini bisa diberikan dalam berbagai bentuk, seperti penghargaan, sebutan dalam laporan, atau sekadar ucapan terima kasih yang tulus. Pengakuan semacam ini tidak hanya meningkatkan moral individu, tetapi juga mengingatkan seluruh organisasi tentang pentingnya setiap anggota, terlepas dari jarak fisik.
Pada akhirnya, meskipun kehadiran fisik memang memiliki pengaruh yang besar, organisasi yang sukses adalah yang mampu melihat melampaui jarak. Dengan menciptakan budaya yang inklusif dan adil, di mana setiap anggota dihargai berdasarkan kontribusi mereka, bukan hanya kedekatan mereka, organisasi dapat mencapai harmoni dan kesuksesan yang lebih besar. Jarak mungkin memisahkan kita secara fisik, tetapi semangat kebersamaan dan kolaborasi yang kuat akan selalu menyatukan kita dalam mencapai tujuan bersama. (*)
Editor Wildan Nanda Rahmatullah