PWMU.CO – Masjid memiliki peran sentral dalam kehidupan umat Islam, tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat kegiatan sosial, pendidikan, dan budaya. Ustadz Kusnadi Ikhwani, Ketua Takmir Masjid Al Falah Sragen, menguraikan empat langkah strategis yang dapat dilakukan untuk memakmurkan masjid.
Langkah-langkah tersebut meliputi ideologi, posisi, narasi, dan strategi. Masing-masing langkah ini saling berkaitan dan menjadi dasar bagi takmir dalam mengelola masjid agar tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga pusat peradaban yang hidup dan berkembang.
Ideologi: Menanamkan Mindset Takmir yang Kokoh
Langkah pertama yang ditekankan oleh Ustadz Kusnadi adalah pentingnya ideologi atau mindset takmir masjid. Ideologi ini bukan sekadar pandangan sempit mengenai peran masjid, tetapi mencakup pemahaman yang lebih luas tentang bagaimana masjid seharusnya dikelola dan diposisikan dalam masyarakat.
Ustadz Kusnadi menekankan bahwa banyak takmir masjid yang sering kali terjebak dalam alasan-alasan yang membenarkan ketidakmampuan mereka dalam memakmurkan masjid. Misalnya, mereka merasa bahwa kondisi wilayah mereka yang mayoritas non-Muslim atau kurangnya sumber daya membuat mereka sulit untuk memakmurkan masjid.
Namun, Ustadz Kusnadi memberikan contoh inspiratif dari Masjid Ismuhu Yahya di Pontianak, di mana meskipun hanya 5% penduduknya Muslim, infak yang terkumpul bisa mencapai 7 miliar rupiah.
Hal ini menunjukkan bahwa mindset yang kuat dan keyakinan bahwa mengelola masjid adalah amanah dari Allah Swt merupakan kunci keberhasilan. Revolusi mental takmir ini menjadi fondasi utama yang harus dibangun sebelum melangkah ke strategi-strategi teknis lainnya.
Posisi: Menentukan Peran dan Fungsi Masjid dalam Masyarakat
Langkah kedua adalah menentukan posisi atau peran masjid dalam masyarakat. Setelah takmir memiliki ideologi yang kuat, langkah selanjutnya adalah memahami karakteristik dan kebutuhan masyarakat di sekitar masjid. Ustadz Kusnadi mengajak para takmir untuk melakukan analisis terhadap posisi masjid mereka. Apakah masjid tersebut berfungsi sebagai masjid musafir, masjid komunitas, atau masjid kampus?
Masjid musafir, misalnya, harus membuka pintunya 24 jam sehari dan menyediakan fasilitas seperti kasur, bantal, dan makanan bagi para musafir. Sedangkan masjid komunitas mungkin perlu fokus pada kegiatan yang melibatkan warga sekitar, seperti program pendidikan dan pelayanan sosial. Dengan memahami posisi ini, takmir dapat merancang program-program yang sesuai dan efektif untuk memakmurkan masjid.
Narasi: Membangun Program yang Relevan dan Menarik
Langkah ketiga adalah narasi, yaitu menyusun program-program yang akan dijalankan di masjid. Narasi ini mencakup semua kegiatan yang direncanakan, mulai dari pengajian, diskusi, hingga layanan sosial. Ustadz Kusnadi menekankan bahwa program-program ini harus relevan dengan kebutuhan jamaah dan mampu menarik berbagai kalangan untuk datang ke masjid.
Sebagai contoh, di Masjid Al Falah Sragen, Ustadz Kusnadi menginisiasi program pengajian khusus untuk pedagang, grab, gojek, dan pemulung yang diadakan setiap Sabtu pagi. Setelah pengajian, mereka diberikan bantuan berupa beras, minyak, dan telur.
Program ini awalnya hanya diikuti oleh 30 orang, tetapi terus bertambah jumlahnya menjadi 210 orang dan selalu bertambah setiap tahunnya. Ustadz Kusnadi juga menekankan pentingnya melibatkan anak muda dalam kegiatan masjid dengan cara-cara yang menarik, seperti menyediakan Wi-Fi gratis, mengadakan kegiatan rekreasi, dan memberikan uang saku.
Strategi: Mengoptimalkan Sumber Daya dan Teknologi
Langkah terakhir adalah strategi, yaitu cara-cara konkret yang dilakukan untuk memakmurkan masjid. Ustadz Kusnadi menekankan bahwa di era digital ini, takmir masjid harus kreatif dan terbuka terhadap penggunaan teknologi untuk mengelola dan mempromosikan masjid. Misalnya, menggunakan media sosial untuk menyebarkan informasi tentang kegiatan masjid dan mengajak jamaah untuk berinfak secara digital.
Di Masjid Al Falah Sragen, Ustadz Kusnadi mengadopsi metode pengelolaan infak dengan menggunakan brankas digital yang mudah diakses oleh jamaah.
Selain itu, ia juga mengimplementasikan sistem digital marketing untuk mengumpulkan infak dari berbagai daerah melalui platform online seperti YouTube, Instagram, dan TikTok. Hasilnya, infak yang terkumpul dapat mencapai miliaran rupiah per bulan.
Strategi lainnya yang dilakukan adalah membentuk biro-biro layanan yang melayani berbagai kebutuhan jamaah, seperti biro konsultasi penyelesaian hutang, biro konsultasi rumah tangga, dan biro konsultasi jodoh.
Dengan menyediakan layanan-layanan ini, masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menjadi pusat solusi bagi berbagai permasalahan masyarakat.
Keempat langkah yang diuraikan oleh Ustadz Kusnadi Ikhwani menunjukkan bahwa memakmurkan masjid bukanlah tugas yang mudah, tetapi juga bukan sesuatu yang mustahil. Dengan membangun ideologi yang kuat, menentukan posisi yang tepat, menyusun narasi yang relevan, dan menerapkan strategi yang kreatif, masjid dapat menjadi pusat peradaban yang memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat.
Masjid yang makmur adalah masjid yang mampu memberikan layanan yang terbaik bagi jamaahnya, menarik berbagai kalangan untuk datang dan berpartisipasi, serta menjadi solusi bagi berbagai permasalahan umat. Dengan demikian, memakmurkan masjid adalah sebuah proses yang memerlukan keseriusan, dedikasi, dan inovasi dari semua pihak, khususnya para takmir masjid. Semoga langkah-langkah ini dapat menjadi inspirasi bagi semua takmir masjid di Indonesia untuk terus memakmurkan rumah Allah dan membangun peradaban yang kuat dari masjid.
Penulis M. Ainul Yaqin Ahsan Editor Wildan Nanda Rahmatullah