PWMU.CO – Kajian di masjid Darussalam Labuhan membahas mengenai rezeki dan cara mencarinya dengan menghadirkan ustadz Drs Chojin sebagai pembicara pada Ahad (25/8/2024).
Sebelum menjelaskan makna rezeki, ustadz Chojin memberikan pertanyaan retorik, apakah rezeki itu? apa rezeki itu identik dengan harta dan uang? Kemudian, dia juga menjelaskan makna rezeki.
“Rezeki adalah segala sesuatu yang bermanfaat yang Allah halalkan untukmu, entah berupa pakaian, makanan, atau pada istri. Itu semua termasuk rezeki,” jelas ustadz Chojin.
“Pengertian di atas menunjukkan bahwa rezeki tidak hanya identik dengan harta dan uang melainkan rezeki memiliki arti yang sangat luas, bisa dalam bentuk kesehatan, ketenangan, kebahagiaan, jabatan hingga bertambahnya ilmu kita,” imbuhnya.
Pemanfaatan Rezeki
Dia mengatakan bahwa rezeki yang kita peroleh wajib dimanfaatkan untuk hal yang baik, artinya digunakan untuk kebaikan dengan mengeluarkan infaknya, sebagaimana firman Allah,
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“Dan memberikan (mengeluarkan) sebagian rezeki yang dinafkahkan untuk mereka.” (QS al-Baqarah ayat 3).
Ada pula rezeki selain harta yang juga diperintahkan untuk dimanfaatkan untuk hal-hal baik yakni seperti rezeki berupa akal, pendengaran, penglihatan dan lain sebagainya.
Pemanfaatan rezeki bisa dilakukan dengan dua acara. Pertama, rezeki atau nikmat dimanfaatkan untuk melakukan ketaatan pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kedua, rezeki tersebut dimanfaatkan untuk memberi manfaat kepada kaum muslimin yang lain.
Ibnu Hazm berkata,
كُلُّ نِعْمَةٍ لاَ تُقَرِّبُ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَهِيَ بَلِيَّةٌ
“Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, itu hanyalah musibah.” (Jaami’ul Ulum wal Hikam, 2: 82).
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ , وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ , أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً , أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا , أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا
“Manusia yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia. Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya.” (HR. Thabrani di dalam Al Mu’jam Al Kabir ). Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana disebutkan dalam Shahih Al Jaami’.
Perintah Mencari Rezeki yang Halal
Mengakhiri bahasan ceramahnya, ustadz Chojin menerangkan kepada jamaah agar mencari rezeki yang halal lagi baik. Dia memberikan dasar hal tersebut dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,*
إِنَّ رُوْحَ القُدُسِ نَفَثَ فِي رَوْعِي إِنَّ نَفْسًا لاَ تَمُوْتَ حَتَّى تَسْتَكْمِلَ رِزْقُهَا ، فَاتَّقُوْا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ ، وَلاَ يَحْمِلَنَّكُمْ اِسْتَبْطَاءَ الرِّزْقُ أَنْ تَطْلُبُوْهُ بِمَعَاصِي اللهَ ؛ فَإِنَّ اللهَ لاَ يُدْرِكُ مَا عِنْدَهُ إِلاَّ بِطَاعَتِهِ
“Sesungguhnya ruh Qudus (Jibril) telah membisikkan ke dalam batinku bahwa setiap jiwa tidak akan mati sampai sempurna ajalnya dan dia habiskan semua jatah rezekinya. Karena itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah cara dalam mengais rezeki. Jangan sampai tertundanya rezeki mendorong kalian untuk mencarinya dengan cara bermaksiat kepada Allah. Karena rezeki di sisi Allah tidak akan diperoleh kecuali dengan taat kepada-Nya.” (HR. Musnad Ibnu Abi Syaibah 8: 129 dan Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir.
“Dalam hadits disebutkan bahwa kita diperintah untuk mencari rezeki dengan cara yang baik atau justru diperintahkan untuk ajmilu fit tholab?,” tanyanya.
“Maksudnya adalah jangan berputus asa ketika belum mendapatkan rezeki yang halal sehingga menempuh cara dengan maksiat pada Allah. Jangan sampai kita berucap, rezeki yang halal, mengapa sulit sekali untuk datang. Jangan sampai engkau mencelakakan dirimu untuk sekadar meraih rezeki,” tambahnya
Ia juga menjelaskan bahwa dalam hadits tersebut kita diperintahkan untuk mencari rezeki yang halal. Janganlah rezeki tadi dicari dengan cara bermaksiat atau dengan menghalalkan segala cara.
Kenapa ada yang menempuh cara yang haram dalam mencari rezeki?diantaranya karena sudah putus asa dari rezeki Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.
Intinya karena tidak sabar. Seandainya mau bersabar mencari rezeki, tetap Allah beri karena jatah rezeki yang halal sudah ada. Coba renungkan perkataan Ibnu ‘Abbas berikut ini. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
ما من مؤمن ولا فاجر إلا وقد كتب الله تعالى له رزقه من الحلال فان صبر حتى يأتيه آتاه الله تعالى وإن جزع فتناول شيئا من الحرام نقصه الله من رزقه الحلال
“Seorang mukmin dan seorang fajir (yang gemar maksiat) sudah ditetapkan rezeki baginya dari yang halal. Jika ia mau bersabar hingga rezeki itu diberi, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberinya. Namun jika ia tidak sabar lantas ia tempuh cara yang haram, niscaya Allah akan mengurangi jatah rezeki halal untuknya.” (Hilyatul Auliya’, 1: 326)
Semoga uraian ini bermanfaat dan hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memberi kemudahan untuk meraih rezeki yang halal, maka perlu kita yakini bahwa rezeki kita sudah diatur dan sudah ditentukan. Kita tetap berikhtiar namun tetap ketentuan rezeki kita sudah ada yang mengatur. Jadi, tidak perlu khawatir akan rezeki. (*)
Penulis Hilman Sueb Editor Ni’matul Faizah