Oleh Muhsin MK – Pegiat Sosial
PWMU.CO – Orang-orang yang terlibat dalam Muhammadiyah akan berusaha semaksimal mungkin menggerakkan organisasi dan amal usahanya di berbagai bidang dalam masyarakat.
Secara otomatis, tanpa harus diperintah dan dikomando, mereka akan bergerak memajukan persyarikatan tanpa merasa lelah dan pesimis.
Keikhlasan, pengabdian, dan pengorbanan yang mereka kedepankan itulah yang membuat Muhammadiyah tumbuh, maju, dan berkembang lebih baik lagi.
Tokoh-tokoh Muhammadiyah telah memberikan teladan tentang keikhlasan, pengabdian, dan pengorbanan mereka dalam persyarikatan. Mereka seakan tidak mengenal lelah dalam menggerakkan Muhammadiyah.
Setiap saat ada kesempatan dan waktu, mereka akan memanfaatkannya untuk kepentingan dan kemajuan persyarikatan. Bahkan, rumah mereka sendiri sering kali menjadi kantor dan tempat aktivitas Muhammadiyah di tengah masyarakat.
Tamu, baik aktivis Muhammadiyah maupun masyarakat umum yang datang ke rumah, selalu disambut dengan senyuman dan persaudaraan. Tidak memandang usia, baik muda maupun tua, anak-anak, remaja, atau dewasa.
Mereka dilayani dan diopeni dengan baik karena tamu harus dimuliakan. Tak ada keluhan, meski harus menyediakan minuman dan makanan yang sederhana.
Harapan kepada Generasi Penerus
Selama masih diberi amanah sebagai pimpinan Muhammadiyah, mereka tetap bersemangat dan penuh gairah dalam menggerakkan persyarikatan. Ini bukan hanya tanggung jawab sebagai pimpinan, melainkan juga bagian dari ibadah dan dakwah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Oleh karena itu, meskipun tidak lagi aktif sebagai pimpinan, mereka tetap membantu Muhammadiyah, baik diminta maupun tidak, dengan harta, jiwa, dan raga.
Selama hayat masih dikandung badan, mereka tetap aktif membantu dan berpartisipasi dalam gerakan Muhammadiyah. Bila fisik sudah tidak mampu, doa, pemikiran, dan hartanya tetap diberikan dengan ikhlas.
Hanya saja, mantan aktivis dan pimpinan sering kali dilupakan oleh generasi penerus. Mereka paham adab, jika tidak diundang, maka tidak akan hadir.
Oleh karena itu, jika mereka tidak datang ke acara Muhammadiyah, tentu karena merasa tidak diundang.
Bukan berarti para mantan dan sesepuh Muhammadiyah tidak ingin hadir dalam acara-acara persyarikatan. Selain faktor uzur, bisa jadi mereka merasa dilupakan atau tidak diundang.
Padahal, partisipasi mereka tetap berlanjut setiap waktu untuk memajukan Muhammadiyah di lingkungan masing-masing.
Minimal, mereka mengikuti perkembangan Muhammadiyah dengan rasa syukur dan mendoakan agar tujuan dan cita-cita persyarikatan tercapai.
Bagi orang-orang yang tidak lagi aktif menjadi pimpinan di Muhammadiyah, mereka tidak perlu merasa bahwa tanpa mereka, persyarikatan tidak akan bergerak maju.
Terutama bagi para perintis Muhammadiyah dan amal usahanya di lingkungan masing-masing. Sebab, Muhammadiyah akan terus bergerak walaupun para tokohnya wafat dan silih berganti.
Biarkan keikhlasan, pengabdian, dan pengorbanan yang telah mereka lakukan menjadi amal saleh dan jariyah sebagai bekal di akhirat kelak.
Generasi peneruslah yang mereka harapkan untuk melanjutkan dan memajukan Muhammadiyah agar gerakan ini dapat berjalan lebih baik lagi.
Generasi penerus hendaknya menyadari bahwa tanpa para pendahulu, mereka tidak bisa merasa hebat dan berjasa. Para pendahulu yang merintis dan mendirikan Muhammadiyah serta amal usahanya menghadapi banyak cobaan, suka, dan duka.
Penerus tak bisa merasakan dan tidak sepantasnya melupakan hal ini, meskipun di zamannya mereka juga menghadapi cobaan. Para pendahulu tetap lebih baik daripada penerus, meskipun tingkat pendidikan dan ilmunya lebih tinggi.
Jika para pendahulu masih hidup, biasakanlah bersilaturahmi dan mengundang mereka saat ada kegiatan atau pengajian Muhammadiyah.
MJika mereka sudah tiada, ingatlah akan kebaikan dan perjuangannya. Meskipun mereka tidak pernah menonjolkan diri, apalagi membangga-banggakan amal perjuangannya.
Editor Zahra Putri Pratiwig