PWMU.CO – KIP K Award 2024 adalah acara yang diselenggarakan oleh UM Surabaya di Gedung At-Tauhid, lantai 13. Acara ini merupakan bentuk apresiasi terhadap mahasiswa penerima beasiswa KIP-K yang telah berhasil meraih prestasi, baik di bidang akademik maupun non-akademik, Sabtu (28/09/2024).
Mahasiswa yang aktif dalam kegiatan non-akademik dan menulis karya berupa buku juga akan diakui. Tujuan dari acara ini adalah untuk memotivasi mahasiswa UMSurabaya agar lebih berprestasi. Di dalam acara ini, terdapat pembagian hadiah untuk mahasiswa yang berprestasi, dengan beberapa kategori nominasi, seperti Penulis Buku Terbaik, Mahasiswa Berprestasi, dan Top Leader.
Setelah pembagian hadiah, acara dilanjutkan dengan sesi sharing alumni penerima KIP K UMSurabaya. Terdapat tiga alumni yang berbagi pengalaman inspiratif kali ini, yaitu Syarifuddin SPd MPd, Siti Uswatun Khasanah SPd, dan M. Yogik Septiawan SPd.
Syarifuddin, yang biasa dipanggil Kak Syarif, berbagi cerita tentang kegelisannya dan rasa minder yang ia alami saat mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah S2 di Bandung. Pada saat itu, ia tidak memiliki relasi, tempat tinggal, dan merasa khawatir tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari atau gaya hidup di Bandung.
Namun, Qodarullah, ketika ia hendak memulai perkuliahan, muncul pandemi COVID-19, sehingga perkuliahan dilaksanakan secara daring. Dengan demikian, kegelisahan dan rasa minder itu hilang seketika.
Kak Syarif menyadari bahwa merasa minder dan gelisah justru dapat menghambat kita untuk mencoba hal baru dan melakukan perubahan. Yang penting adalah melakukannya dengan yakin. InsyaAllah, Allah akan membantu.
Ia menekankan, jangan merasa minder. Cukup buktikan bahwa kalian memiliki potensi, prestasi, dan keinginan yang bisa kalian tunjukkan kepada orang-orang.
Mimpi itu jadi Kenyataan
Siti Uswatun Khasanah, yang akrab disapa Kak Uswah, adalah seorang penulis muda dengan banyak karya buku dan seorang jurnalis di UM Surabaya. Dalam sesi sharing-nya, ia menceritakan perjalanan hidupnya yang penuh inspirasi.
Kak Uswah berasal dari keluarga menengah ke bawah, di mana ayahnya adalah seorang petani. Ketika hendak mendaftar kuliah, ayahnya harus menjual gabah simpanannya untuk membayar uang formulir.
“Mungkin bagi sebagian orang, uang 300-400 ribu untuk membeli formulir saat itu bukanlah nominal yang besar, tetapi bagi saya dan keluarga, jumlah itu sangat berarti. Terlebih, ayah saya lebih memilih menjual gabah daripada berutang kepada tetangga,” ungkapnya.