Keluarbiasaan dalam Ajaran Islam: Karamah
Dalam ajaran agama Islam, berbagai hal tentang keluarbiasaan tersebut memang ada. Hal ini tentu tidak dibahas dalam konteks ilmu syariah. Karena syariah mambahas hal-hal yang sifatnya fenomenal, yang bersifat terserap oleh panca indera manusia dan bagaimana relasi yang dibentuk (hukum).
Hal-hal yang dibahas terkait yang noumena, atau sesuatu di balik yang nampak, itu ada dalam ilmu tasawuf. Tasawuf secara hakikat adalah ilmu tentang taqarrub ilallah atau tentang bagaimana mendekatkan diri kepada Allah melalui konsep Ihsan.
Dalam konsep ini, Bagi mereka yang memiliki ketaatan dan kedekatan kepada Allah, maka ia akan memperoleh karamah.
Dalam kajian tasawuf, konsep tentang karamah “ةمارک” (karāmah) berasal dari akar kata “مرک” (karama), yang memiliki arti “kemuliaan”, “keistimewaan”, atau “kehormatan,” yang secara kebahasaan, karamah dapat diartikan sebagai tanda keagungan, keistimewaan, atau kemuliaan dari atau bersumber dari Allah Swt, yang menciptakan dan mengatur segala yang ada di langit dan di bumi.
Dalam ranah spiritual, karamah mengacu pada kejadian luar biasa atau manifestasi spiritual/keruhanian yang dianggap sebagai tanda keberkahan dan kehadiran Allah Swt dalam kehidupan seseorang yang memiliki kedekatan spiritual yang tinggi kepada Allah.
Karamah seringkali dipersepsi merujuk pada peristiwa luar biasa atau kejadian ajaib yang terjadi pada orang-orang saleh (biasanya disebut wali) sebagai tanda kehormatan dari Allah.
Namun karamah berbeda dengan mukjizat, yang diberikan kepada para nabi dan rasul sebagai bukti kenabian mereka. Karomah lebih terkait dengan pengalaman spiritual individu yang mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Dalam Islam, konsep karamah diakui oleh berbagai ulama, meskipun terdapat perbedaan pandangan mengenai sifat dan kemungkinan terjadinya karamah. Dalam al-Quran sendiri terdapat beberapa dalil yang sering dikaitkan dengan konsep karamah.