Pembekalan Seks Kepada Guru di SMA Aisyiyah Boarding School pada Selasa (29/10/2024). (Dian Andriani/PWMU.CO).
PWMU.CO – SMA Aisyiyah Boarding School menggelar kegiatan Pembekalan Seks Kepada Guru pada Selasa (29/10/2024).
Pengajian rutin itu terselenggara pada selasa pagi di SMA Aisyiyah Boarding School. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah membawa tema seks kepada guru sebagai pendidik, pembimbing dan uswah bagi peserta didik.
Bu Yuyun Choirunnisa CPC menjelaskan urgensi pembekalan seks ini. “Harus diterangkan kembali terkait pendidikan seks sejak dini. Penting peran guru sebagai pendidik, pembimbing dan role model” terangnya.
Beda Seks dan Gender
“Seks adalah jenis kelamin. Bagaimana menjelaskan secara benar terhadap anak-anak. Karena kita masih terpengaruh budaya ketiduran, ada banyak penyebutan terkait organ genital ini” ujar Yuyun.
“Contohnya Mr. P atau Miss. V itu masih boleh, tapi kalau disebutkan dengan pemisalan burung dan lain-lain kan mempunyai banyak makna. Akan berbeda pengertiannya ketika penjelasan tersebut disampaikan kepada anak usia dini” tambahnya.
“Mungkin kalau di jenjang SMA sudah dapat membayangkan. Maka penting bagi seorang guru mengetahui bagaimana mengedukasi pendidikan seks dini secara inklusif” tutur Yuyun.
Lebih lanjut, Yuyun menerangkan juga perihal gender. “Sedangkan gender adalah adalah bentukan budaya, berhubungan dengan peran dan kedudukan di masyarakat. Hal ini berbeda dengan seks ya. Secara pengertian berbeda, jadi jangan disamakan antara seks dan gender” tegasnya.
Pendidikan Seks dalam Al-Quran
Tidak hanya itu, Yuyun juga menjelaskan pendidikan seks dalam Al-Quran. “Dalam Al-Qur’an pendidikan seks bagi laki-laki adalah dengan menundukan pandangan dan memelihara kemaluan” ujarnya.
“Bagi perempuan yaitu tuntunan tidak menampakkan aurat dan memanjangkan kerudungnya. Allah sejak dini telah mengisyaratkan kepada umatnya untuk menjaga auratnya masing-masing. Berupa peringatan untuk mendekati zina” kata Yuyun.
Selain itu, Yuyun juga mengatakan bahwa tidak perlu berpegang pada pandangan barat terkait hal tersebut. Pasalnya, Allah sudah sangat jelas menerangkan hal tersebut dalam Al-Qur’an untuk menjaga kemaluan.
“Jika kita telaah dari umur pernikahan, ada perbedaan antara di daerah kota dan daerah desa. Dalam hal ini adalah berkaitan dengan pola pikir seseorang terhadap pendidikan dan umur pernikahan” ujar Yuyun.
“Di kota, anak-anak fokus kepada achievement pendidikan. Mereka tidak fokus kepada hubungan asmara, sebab masih ingin meraih cita-cita. Sedangkan di desa anak-anak di perbolehkan pacaran bahkan jika hamil harus menikah. Mereka tidak masalah jika menikah di usia muda” tambahnya.
Terakhir, Yuyun berpesan bahwa harus dapat mengedukasi dengan benar terkait pendidikan seks dini berdasarkan rentang umur siswa-siswi. Sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara edukasi tersebut.
Penulis Dian Andriani, Editor Danar Trivasya Fikri