Oleh: Muhammad Irfan Hakim – Dewan Sughli Wilayah (DSW) Jawa Timur
PWMU.CO – Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan memiliki akar historis yang kokoh. Banyak sejarah yang diukir dalam perjalanannya. Berbagai dinamika yang terjadi juga menjadi bumbu-bumbu perjuangan yang khas.
Manis, getir dan pahit sudah dirasa. Mulai dari mencetak tokoh-tokoh bangsa yang fenomenal dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, seperti Jenderal Soedirman, menjadi satu-satunya ortom yang berdirinya diinisiasi langsung oleh KH Ahmad Dahlan, hingga dalam sejarahnya pernah dibekukan, dilebur dan dibangkitkan kembali.
Romantisme masa lalu memanglah enak untuk diingat dan dikenang. Itu bila masa lalunya manis, kalau getir dan pahit, itu bisa berbeda lagi.
Mengenang sejarah itu perlu dan sangatlah penting karena dengan sejarah kita dapat merencanakan masa depan serta bisa memetik hikmah dari perjalanan kita yang dulu. Namun jika kita berkutat membahas sejarah terus-menerus hingga lupa akan hari ini dan esok nanti, itu yang menjadi persoalan.
Mari kita dudukan sejarah dengan proporsi yang pas. Tidak kurang, tidak lebih, ideal. Tidak menjadi beban untuk masa depan dan menjadikannya pembelajaran karena mengandung pelajaran yang bermakna. Mari kita fungsikan sejarah seperti kaca spion yaitu untuk melihat ke belakang sejenak dan kemudian melesatkan langkah ke depan.
Terdapat sinisme atau sejenis kritik yang mengatakan bahwa hingga saat ini, Hizbul Wathan masih terjebak pada romantisme masa lalu. Fasih dan semangat dalam menceritakan masa lalu, tapi agak gagap jika ditanya tentang hari ini dan esok hari. Lancar bercerita bahwa Jenderal Soedirman adalah kader Hizbul Wathan, Hizbul Wathan di masa dulu itu begini dan begitu, dan lain sebagainya.
Sebagai kader, tentunya merasa kurang nyaman dengan hal itu, meskipun disadari juga bahwa memang ada beberapa oknum yang demikian. Jika kritikan itu benar, maka mari kita lakukan refleksi dan berbenah diri, namun jika itu salah, maka mari buktikan bahwa hal itu memang tidak benar.
Terlepas dari itu semua, saya lebih tertarik untuk memaknai nama Hizbul Wathan dan dikontekstualisasikan dengan era sekarang.
Nama awal yang dipakai yakni Padvinder Muhammadiyah. Padvinder berasal dari Bahasa Belanda, yang berarti pandu. Jadi, Padvinder Muhammadiyah dapat kita artikan sebagai pandu Muhammadiyah. Kemudian, berubah nama menjadi Hizbul Wathan, yang memiliki arti “pembela tanah air”.