Sistem Pengajaran di pondok pesantren sangat erat kaitannya dengan karakteristik di pondok pesantren seperti pada umumnya.
Umumnya sistem pengajaran di pondok pesantren bersifat sederhana, namun kesederhanaan tersebut melahirkan hasil yang efektif serta produktif sehingga cara tersebut banyak digunakan dalam proses pembelajaran di pesantren.
Metode pembelajaran sederhana yang sering digunakan pada pembelajaran di pondok pesantren adalah metode sorogan. Sorogan menurut Abdullah Syukri, berasal dari bahasa jawa yaitu sorog yang berarti menyodorkan kitab kehadapan kiai.
Metode sorogan adalah bentuk pengajaran yang bersifat individual dimana para santri satu per satu datang menghadap kyai atau pembantunya dengan membawa kitab tertentu, sedangkan dalam KBBI, kata sorogan berasal dari kata “sorog” yang bermakna kayu panjang.
Sementara itu, Hisbullah menuliskan bahwa metode sorogan adalah pelajaran yang diberikan oleh kyai, dimana mula-mula kiai tersebut membacakan materi yang ditulis dalam Bahasa Arab, kemudian menerjemahkan kata demi kata dalam bahasa daerah dan menerangkan artinya. Setelah itu santri diperintahkan untuk membaca dan mengulangi pelajaran tersebut sehingga setiap santri menguasainya.
Sejalan dengan pengertian di atas Abdullah Syukri menuliskan dalam bukunya bahwa metode sorogan adalah pembelajaran yang bersifat individual dimana para santri satu persatu datang menghadap kyai dengan membawa kitab tertentu.
Metode sorogan ini masih diterapkan dalam pondok pesantren Sedan Rembang karena dianggap efektif dalam mendidik para santri untuk lebih aktif, sebab dalam metode ini murid menghadap kepada kiai satu persatu sehingga mengetahui sampai dimana kepahaman seorang santri.
Metode sorogan merupakan salah satu metode pengajaran yang dapat digunakan oleh seorang guru atau kyai dalam proses pengajarannya, seperti halnya metode lain, meskipun metode ini terbukti efektif, namun metode ini juga mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Good personality dalam kehidupan sehari-hari terutama di Kota Santri Sedan ini banyak sekali pengkajian kitab mulai dari aqidatul awwam, alfiyah, dasuqi, kifayatul atqiya’ dan masih banyak lagi. Di kota Santri Sedan juga banyak sekali kitab yang menjelaskan tentang akhlak, salah satunya adalah kitab kifayatul Atqiya’.
Dalam pembahasan kitab Kifayatul Atqiya’. Penulis menggunakan salah satu teori psikologi, yakni character strengths. Character strengths dalam membentuk Good Personality diperlukan sebuah teori salah satunya adalah teori psikologi. Teori psikologi tersebut berkaitan dengan character strengths atau sering disebut dengan kekuatan karakter.
Penelitian yang dilakukan Wagner, (2019) menemukan bahwa character strengths berhubungan secara positif dengan lima indikator kebahagiaan, yakni afeksi positif, engagement, hubungan yang berkualitas, kebermaknaan, dan pencapaian.
Kifayat Al-Atqiya’ membahas tentang ilmu Tasawuf, di dalamnya menyebutkan sifat para nabi dan wali yang harus dimiliki oleh seorang santri diantaranya adalah sabar, syukur, ikhlas, zuhud, dan Qana’ah.
Afeksi positif sendiri memiliki arti perasaan emosi yang baik dan positif. Dalam kifayatul Atqiya’ terdapat dalam bab ‘Uzlah yang berarti mengasingkan diri untuk mencapai ketenangan dan kedekatan kepada Allah.
Sedangkan engagement berasal dari kata Bahasa Inggris yang berarti keterlibatan. Kifayatul Atqiya’ dalam pembelajaran melibatkan para santri untuk pembentukan diri yang lebih baik, seperti dalam bab qana’ah, kerja keras, dan sabar.
Hubungan yang berkualitas adalah mendekatkan diri dengan sang pencipta yakni Allah. Seperti halnya dalam bab zuhud yang berarti melepaskan hati dari pikiran dunia. Hal ini bermaksud tidak kikir dengan dunia dan lebih berfokus mendekatkan diri kepada Allah. Pencapaian dalam kitab kifayatul atqiya’ salah satunya yaitu seseorang harus bisa menjaga waktu, menjaga lisan, dan menjadi orang yang sabar.
Kesimpulan yang dapat diambil yakni sebuah proses internalisasi santri dapat dilakukan melalui pengembangan perasaan emosi yang baik dan positif. Dalam konteks ini, santri diharapkan dapat menginternalisasi sikap positif terhadap kehidupan, dengan fokus pada ketenangan dan kedekatan kepada Allah, seperti yang diajarkan dalam bab ‘Uzlah.
Adapun engagement yang mana santri diajarkan untuk terlibat sepenuhnya dalam pembentukan diri yang lebih baik. Ini dapat mencakup keterlibatan dalam pelajaran seperti qana’ah (puas dengan apa yang dimiliki), kerja keras, dan kesabaran.
Selain itu, Quality relationships yang mana Internalisasi nilai-nilai hubungan yang berkualitas berarti mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, yaitu Allah. Ini mencakup melepaskan hati dari pikiran dunia (zuhud) dan fokus pada hubungan dengan Allah, bukan pada urusan dunia semata.
Selanjutnya, Achievement yang merupakan pencapaian. Dalam konteks ini dapat mencakup kemampuan untuk menjaga waktu dengan baik, mengendalikan perkataan dan menjadi orang yang sabar dalam menghadapi tantangan.