Penulis Prof Dr Ir Imam Robandi, MT – Wakil Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah 2010-2015
Pendidikan merupakan salah satu ujung tombak dakwah Muhammadiyah. Sekolah Muhammadiyah menjadi titik temu antara “pendidikan” dan “dakwah” di Muhammadiyah. Kehidupan sekolah Muhammadiyah ada di situ. Artinya, sekolah Muhammadiyah adalah sebuah sistem multi dimensi yang menjadi pusat pertumbuhan peradaban dan penyebaran visi-misi Muhammadiyah dalam mewujudkan pencapaian kehidupan umat dan bangsa secara bermartabat dan maju. Hal ini meniscayakan pengemasan aktualisasi visi-misi sekolah Muhammadiyah secara komprehensif, tidak secara parsial.
Banyak yang berpikiran bahwa sekolah Muhammadiyah hanya menjadi urusan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Muhammadiyah. Padahal penanggungjawab utama sekolah Muhammadiyah adalah Pimpinan Persyarikatan di tingkatan masing-masing. Legalitas SK seorang Kepala Sekolah Muhammadiyah tertandatangani oleh Ketua Persyarikatan, bukan oleh Ketua Majelis. Ini menunjukan bahwa otoritas penuh dari manajemen sekolah berada di bawah Pimpinan Muhammadiyah.
Penyelenggaraan manajemen sekolah-sekolah Muhammadiyah di semua tingkatan mengacu pada visi dan misi persyarikatan. Sekolah Muhammadiyah tidak dapat berjalan sendiri tanpa ada relasi “integratif-produktif” dengan majelis yang lain dalam Persyarikatan Muhammadiyah. Hal ini menjadi progresivitas untuk menggerakkan sekolah-sekolah Muhammadiyah secara profesional dan juga membangun masa depan bersama Amal Usaha Muhammadiyah yang lain.
Tidak terbantahkan bahwa masih banyak AUM atau majelis yang masih berjalan sendiri-sendiri. Hal ini sudah sering menjadi perbincangkan pada rapat kerja nasional majelis setiap tahun. Padahal jika pengelolaan sekolah-sekolah Muhammadiyah dapat dilakukan secara integratif koordinatif antara AUM dalam satu majelis atau pun lintas majelis, maka sekolah Muhammadiyah akan menjadi pusat pergerakan yang sangat bermasa depan. Ini harus menjadi keniscayaan pada saat kita memasuki era integratif dan kolaboratif. Di sini posisi sekolah menjadi sangat sentral di era pengelolaan manajemen moderen.
Sekolah Muhammadiyah tidak mungkin berjalan sendiri dalam menghadapi persaingan global yang multi variable, karena pimpinan sekolah dan juga majelis masih banyak keterbatasannya. Penta Triple Helix sampai Penta Helix juga masih terus berkembang dalam melakukan reposisi di dalam menghadapi tantangan dan kecepatan kemajuan.
Peran Persyarikatan dalam Mengelola Diksuspala
Kita harus sepakat bahwa Pendidikan Khusus Calon Kepala Sekolah (Diksuscapala) dan Pendidikan Khusus Kepala Sekolah (Diksuspala) mempunyai tujuan berbeda. Sehingga tidak mungkin disamakan satu dengan yang lain. Diksuscapala bertujuan menyiapkan calon kepala sekolah untuk estafet generasi kepemimpinan kepala sekolah berikutnya. Sedangkan Diksuspala adalah untuk meningkatkan kualitas kepala sekolah yang sedang dalam periode kepemimpinan. Dua sistem Pendidikan Khusus ini mempunyai pola dan strategi yang berbeda.
Kebutuhan kepemimpinan sekolah sangat bervariatif. Kebutuhan kepemimpinan SD berbeda dengan kebutuhan SMP dan atau SMA. Pola manajerial Sekolah Muhammadiyah dengan Sekolah non Muhammadiyah juga berbeda. Sekolah-sekolah Muhammadiyah bukan hanya bertujuan mencerdaskan kehidupan berbangsa, tetapi juga mengemban misi dakwah Muhammadiyah. Di sini peran pimpinan persyarikatan sangat penting dalam memberi warna kepemimpinan melalui para kepala sekolah yang telah dicetaknya.
Kebutuhan materi dalam Diksuspala sangat luas, variatif, dan integratif. Kepala Sekolah Muhammadiyah berfungsi sebagai manajer, direktur, entrepreneur, pendakwah, dan panglima kemajuan. Di sini peran persyarikatan di tingkat pimpinan sangat sentral, bukan hanya sampai tingkat majelis.
Oleh sebab itu para ketua pimpinan persyarikatan di level masing-masing dibutuhkan sebagai nara sumber utama, bukan sekadar pembuka acara dan setelahnya pamitan meninggalkan acara. Ini menjadi sangat penting karena seorang ketua persyarikatan adalah sangat memahami secara menyeluruh permasalah sekolah yang ada di daerahnya.