
PWMU.CO – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah secara resmi menetapkan awal Ramadan 1446 Hijriah dalam Konferensi Pers Penetapan Hasil Hisab yang digelar di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, pada Rabu (12/2/2025) pagi.
Berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal yang menjadi pedoman Muhammadiyah, 1 Ramadan 1446 H jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025, sementara Idulfitri 1 Syawal 1446 H jatuh pada Senin, 31 Maret 2025.
Dalam kesempatan ini, Ketua PP Muhammadiyah, Dr Agung Danarto MAg, juga menyampaikan 10 pesan Ramadan** bagi umat Islam.
Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr Haedar Nashir Msi, menegaskan pentingnya menjadikan Ramadan sebagai momentum pencerahan spiritual dan kebangsaan.
Dalam tausiyahnya Prof Haedar Nashir menyampaikan bahwa Ramadan harus menjadi sarana untuk memperkuat nilai-nilai keagamaan dan sosial, terutama dalam menghadapi dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara.
Berikut beberapa poin utama yang disampaikan oleh Prof Haedar Nashir:
Pertama, Menjaga Toleransi dalam Perbedaan
- Muhammadiyah mengajak umat Islam untuk mengedepankan tasamuh (toleransi) dalam menghadapi perbedaan penetapan awal Ramadan, Idulfitri, maupun Iduladha.
- Selama belum ada kalender Islam global tunggal, penting bagi umat Islam untuk tidak memperuncing perbedaan demi menjaga persatuan dan ukhuwah Islamiyah.
Kedua Menjadikan Ramadan sebagai Momentum Pencerahan
- Ramadan tidak boleh menjadi ritual tahunan yang stagnan. Ibadah puasa harus mendorong perubahan diri menuju pribadi yang lebih baik, baik secara individu maupun kolektif.
- Muhammadiyah menekankan konsep pencerahan, yaitu berubah dari yang buruk menjadi baik, dan dari yang baik menjadi lebih baik.
Ketiga, Meningkatkan Keteladanan dalam Beragama dan Bermasyarakat
- Umat Islam diajak untuk menjadi teladan dalam ucapan dan perbuatan, sehingga keberagamaan melahirkan rahmat bagi semesta.
- Dalam kehidupan sehari-hari, setiap Muslim hendaknya menunjukkan akhlak yang luhur, baik dalam beragama, bermasyarakat, maupun dalam kehidupan berbangsa.
Keempat, Mempererat Persatuan Bangsa di Tengah Kemajemukan
- Di era digital dan perubahan sosial yang dinamis, umat Islam diharapkan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur agama agar persatuan tetap terjaga.
- Ramadan harus menjadi jalan baru dalam membangun persaudaraan dan harmoni, baik di antara sesama Muslim maupun dengan umat beragama lainnya.
Kelima, Mengajak Para Pemimpin Bangsa untuk Berjiwa Kenegarawanan
- Ramadan juga menjadi momen bagi para pemimpin dan elit bangsa untuk meningkatkan spiritualitas dan integritas dalam mengemban amanah rakyat.
- Muhammadiyah mengingatkan agar pejabat publik menjauhi korupsi, pemborosan, penyalahgunaan kekuasaan, dan sikap arogansi.
- Kebijakan publik harus didasarkan pada ilmu dan kebijaksanaan, sebagaimana dicontohkan oleh para pendiri bangsa.
Keenam, Mengelola Negara dengan Ilmu dan Hikmah
- Indonesia tidak cukup dikelola hanya dengan kepentingan politik praktis, tetapi membutuhkan kedalaman dan keluasan ilmu.
- Dengan ilmu dan kebijaksanaan, para pemimpin dapat melahirkan kebijakan yang adil dan maslahat bagi rakyat.
Ketujuh, Menghindari Arogansi dalam Beragama dan Berpolitik
- Pemimpin bangsa diingatkan untuk menjaga pernyataan-pernyataan publik, agar tidak didasari oleh arogansi diri atau kepentingan duniawi semata.
- Kehidupan ini membutuhkan keseimbangan antara spiritualitas tinggi dan nilai-nilai luhur kebangsaan.
Haedar Nashir berharap pesan-pesan Ramadan ini dapat menjadi inspirasi bagi umat Islam untuk semakin meningkatkan kualitas ibadah, memperkuat persaudaraan, dan berkontribusi dalam membangun bangsa. (*)
Penulis Alfain Jalaluddin Ramadlan Editor Azrohal Hasan