
Oleh Dadang Prabowo – Pengajar di Pesantren SPEAM Kota Pasuruan
PWMU.CO – Bulan suci Ramadhan merupakan bulan yang penuh dengan keberkahan dan ampunan. Bulan Ramadhan mengajarkan dan mengajak kita untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala melalui ibadah puasa, shalat, dan perbuatan baik lainnya. Mempraktikkan ibadah-ibadah itu harus dengan bekal kekuatan yang berupa keikhlasan, kesabaran, dan ketabahan.. Ramadhan menjadi momentum yang tepat untuk memperbaiki diri, meningkatkan kualitas spiritual, serta mempererat tali silaturahmi dengan sesama.
Antara lain dari fungsi puasa Ramadhan adalah membentuk pribadi yang mudah bersyukur. Puasa Ramadhan mendidik seorang pribadi mukmin untuk berusaha menahan dari hal-hal yang sebenarnya diperolehkan ketika tidak sedang dalam bulan Ramadhan, misalnya: makan, minum, dan jima’.
Ketiga hal tersebut baru boleh dilakukan, ketika waktu berbuka hingga saat sahur. Rasa lapar serta dahaga yang menyergap tubuh seseorang ketika sedang berpuasa memberikan ibrah berupa kesadaran bahwa alangkah besar nikmat Allah berupa konsumsi dan syahwat. Sehingga harapannya tumbuh ungkapan bersyukur yang mendalam kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Tentunya ungkapan syukur kepada Allah tidak berhenti sekedar pada ucapan, tapi harus sampai pada tindakan atau perilaku dengan berpangkal pada keyakinan bahwa semua nikmat berasal dari Allah Subhanahu wa ta’ala.
Seseorang yang meyakini bahwa semua kenikmatan hidup itu berasal dari Allah, pasti akan membuatnya berfikir pula bahwa seluruh potensi yang melekat pada dirinya maupun di luar dirinya harus bermanfaat untuk meningkatkan kualitas ibadahnya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Mata yang masih bisa melihat dengan baik harus berguna untuk menangkap ayat-ayat Allah yang tertulis (Al-quran dan pengetahuan) maupun yang tak tertulis, yaitu fenomena pada alam semesta dan perubahan sosial masyarakat.
Telinga yang masih bisa mendengarkan dengan jelas harus berfungsi untuk menyaring berbagai berita, mana yang valid dan mana yang hoaks atau palsu. Sehingga, pribadi seorang muslim tidak gampang termakan oleh hasutan maupun isu murahan.
Juga kaki yang masih mampu melangkah atau berjalan tegap, tentu dapat bermanfaat untuk melangkah ke tempat-tempat yang benar, baik dan bermanfaat. Langkahnya kaki harus terjaga dari perilaku yang tidak bermanfaat atau bahkan bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Demikian pula dengan tangan yang Allah anugerahkan berguna untuk melakukan hal-hal yang baik. Utamanya pada zaman yang serba dengan peralatan digital seperti saat ini. Celakanya seseorang bisa saja hanya karena kesalahan dalam memanfaatkan ujung jarinya. Sebaliknya, seseorang juga bisa meraih berbagai keuntungan melalui jari-jarinya.
Dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa ta’ala mengancam bagi siapapun yang tidak mendayagunakan potensi yang Allah anugerahkan dengan adzab yang pedih.
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اٰذَانٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ ١٧٩
“Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan banyak dari kalangan jin dan manusia untuk (masuk neraka) Jahanam (karena kesesatan mereka). Mereka memiliki hati yang tidak mereka pergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan memiliki mata yang tidak mereka pergunakan untuk melihat (ayat-ayat Allah), serta memiliki telinga yang tidak mereka pergunakan untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah”. (QS Al-A’raf 179)
Sebaliknya bagi mereka yang pandai bersyukur atas nikmat-Nya, maka Allah Subhanahu wa ta’ala akan menambah dan melipatgandakannya.
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ ٧
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.” (QS Ibrahim 7)
Pendek kata, Ramadan merupakan momentum untuk berkontemplasi, mengingat kembali betapa besar nikmat yang Allah anugerahkan kepada kita. Sudah sepantasnya kita berfikir dan merenungi berbagai tentang kebaikan apa yang bisa dan harus kita kerjakan sebagai bentuk syukur kepada Allah. Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala menggolongkan kita sebagai hamba-hamba yang pandai bersyukur, Amiin. (*)
Editor Notonegoro