
Oleh Muhammad Irfan Hakim, SSos – Anggota Dewan Sughli Hizbul Wathan Wilayah Jawa Timur
PWMU.CO – Jika kita bicara masjid, seringkali yang ada dalam pikiran kita adalah sebagai tempat shalat bagi umat Islam. Secara harfiah, makna masjid memang sebagai tempat bersujud atau tempat untuk beribadah sholat. Tapi sebenarnya makna seperti itu bukanlah merupakan makna yang komprehensif untuk menggambarkan masjid secara esensial.
Sesungguhnya masjid bukan sekadar sebagai bangunan yang pemanfaatannya untuk beribadah ritual (sholat) secara berjamaah. Meskipun juga tidak ada salahnya jika melekatkan kata “masjid” dengan “sholat”. Hanya, rasanya simplifikasi itu patut kita reformasi agar memiliki perspektif yang lebih luas dan komprehensif.
Pandangan yang luas tentang masjid akan menjadikan fungsi masjid semakin luas lagi. Masjid bukan sekadar bangunan untuk berguna untuk ibadah ritual, utamanya sholat. Penyempitan tentang makna masjid menjadi awal dari persepsi bahwa masjid tidak mampu menyelesaikan permasalahan keduniaan, dan terbatas pada urusan-urusan ukhrawi. Padahal, Islam merupakan agama yang mampu menjawab segala permasalahan, menyediakan jawaban secara kaffah atas segala problematika kehidupan.
Menilik juga bahwa Islam memiliki konsep ajaran yang lengkap, dari hablu minallah, hablu minannas, dan hablu minal ‘alam. Untuk itu, tempat ibadah ritual umat Islam yakni masjid, juga harus menjadi tempat ibadah sosial-kemasyarakatan.
Masjid merupakan bangunan pertama yang didirikan oleh Rasulullah dan para sahabat ketika hijrah menuju Kota Yatsib (Madinah). Masjid pertama itu bernama Masjid Quba, yang berdiri pada tepian Madinah pada tahun 1 Hijriyah atau 622 Masehi. Pada tahun yang sama berdiri pula Masjid Nabawi. Pada masa Nabi Muhammad SAW, fungsi masjid tidak hanya untuk ibadah ritual sholat, tetapi juga menjadi sarana yang sentral dalam mempersatukan ukhuwah dan tempat bermusyawarah, merundingkan permasalahan-permasalahan keummatan. Masjid pada era kejayaan Islam menjadi mercusuar dakwah, kebaikan dan kemaslahatan bagi peradaban. Tidak terbatas pada umat Islam, tetapi kepada umat manusia. Itulah esensi makna dari Islam yang rahmatan lil ‘alamin, menjadi lentera penerang seluruh alam.
Kemakmuran Masjid
Sebagaimana termaktub dalam QS At-Taubah ayat 18, memakmurkan masjid memiliki keutamaan yang sangat besar. Permasalahannya, “apakah yang kita pahami tentang memakmurkan masjid hanyalah dengan meramaikan shaf-shaf sholat berjamaah? Apakah parameter masjid yang makmur terlihat dari kuantitas jama’ahnya saja? atau jumlah kas hasil amal jariyah jamaah yang melimpah? Atau juga bangunannya yang berdiri megah? Tentu saja tidak, dan tentu lebih dari itu.
Parameter kemakmuran masjid yang lebih esensial yakni tingkat kualitas jama’ahnya dalam berkehidupan. Jika terdapat masjid yang memiliki jama’ah banyak, kasnya melimpah dan bangunannya megah, tetapi kualitas hidup jama’ahnya masih kurang — baik secara moral, intelektual, dan kehidupan sosialnya — maka terdapat suatu hal yang perlu dikoreksi.
Makna makmur menurut Ustadz Adi Hidayat, yakni mendatangkan kebaikan dan kebermanfaatan, mengantarkan pada kesuksesan, serta melahirkan kebahagiaan. Mari kita refleksikan apakah masjid sekitar kita sudah mencerminkan makna kemakmuran?!
Dalam mencapai kemakmuran itu, kita perlu melakukan revitalisasi. Mulai dari merekonstruksi cara pandang kita terhadap masjid. Cara pandang yang tidak terbelenggu pada fungsi tunggal masjid sebagai tempat ibadah ritual sholat, dan memandang masjid memiliki fungsi multi-dimensi dalam kehidupan.
Dalam Islam kita mengenalnya dengan prinsip keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Begitu juga dengan fungsi masjid, harus kita seimbangkan fungsinya sebagai sarana mencapai keberhasilan kehidupan akhirat, sekaligus kehidupan dunia. Menghidupkan kembali fungsi masjid sebagaimana Rasulullah Saw dan orang-orang sholeh terdahulu lakukan menjadi tanggung jawab kita bersama. Masjid berfungsi untuk ritual, sekaligus berfungsi untuk aspek moral, intelektual, sosial, ekonomi, kesehatan, dan lain sebagainya.
Menjawab problematika keumatan
Masjid yang berfungsi secara ritual, sudah banyak kita pahami dan kita temui yakni sebagai sarana sentral untuk kegiatan beribadatan, seperti: sholat berjamaah, membaca Al-Qur’an dan pengajian. Sedangkan maksud berfungsi secara sosial yakni memfungsikan masjid secara optimal untuk kegiatan sosial-kemasyarakatan, seperti: tempat bekumpul atau bermusyawarah, melaksanakan zakat serta sedekah, dan lain sebagainya.
Masjid merupakan sarana atau tempat umat berinteraksi yang efektif dalam kehidupan bermasyarakat. Masjid dapat menjadi tempat inklusif yang menyatukan berbagai kalangan masyarakat. Kaya-miskin, pejabat-rakyat, kulit hitam-putih, berbagai suku, ras, golongan, semua melebur menjadi satu jika berada di dalam masjid, tidak ada stratifikasi sosial di dalamnya. Semua sama di hadapan Allah Swt, yang membedakan hanyalah keimanan dan ketakwaannya. Itulah spirit dari makna berjamaah. Makna jama’ah bukan hanya sekadar kumpulan atau rombongan, tetapi juga bermakna saling mengenal satu sama lain, menjalin interaksi, dan menghidupkan rasa empati.
Tidak cukup sebagai tempat berinteraksi sosial, tetapi memfungsikan masjid secara sosial juga bermakna secara konkret menjawab permasalahan-permasalahan sosial kemasyarakatan. Misalnya dalam hal permasalahan kemiskinan, apakah masjid dapat secara langsung terlibat mengatasi permasalahan kemiskinan. Misalnya, mulai membantu fakir-miskin melalui pengelolaan hasil ZIS hingga memberdayakan fakir-miskin agar dapat keluar dari zona kemiskinan.
Jangan sampai terjdi, dibalik kas masjid berlimpah ruah, ada jamaah atau masyarakat sekitar masjid yang terjebak dalam belenggu kemiskinan. Masjid harus hadir untuk mengentaskan persoalan kemiskinan tersebut. SQ Al-Ma’un tidak cukup hanya dibaca saja, tetapi juga harus mengamalkannya dalam tindakan. QS Al-Maun memiliki spirit untuk memperhatikan dan membantu orang yang terbelakang, tertindas dan masih berada di bawah garis kemiskinan.
Multi-fungsi masjid
Selain kemiskinan, masalah sosial yang urgen lainnya yakni masalah kesenjangan sosial-ekonomi. Masjid sangat dapat berperan untuk mengentaskan permasalahan kesenjangan sosial-ekonomi ini.
Mengingat masjid merupakan tempat berkumpulnya berbagai lapisan sosial masyarakat, maka jika mampu mengoptimalisaikan masjid berfungsi secara sosial, akan dapat mengurangi kesenjangan tersebut. Jamaah yang menjadi pemilik usaha dapat memberikan pekerjaan bagi jamaah yang masih pengangguran, jamaah yang memiliki wawasan ilmu pengetahuan yang luas dapat berbagi kepada jamaah lainnya, serta masjid memfasilitasi untuk memberikan akses dan kesempatan yang sama terhadap fasilitas sosial yang ada. Tidak ada segregasi sosial dalam masjid, semua lapisan masyarakat dapat terkoneksi, tinggal persoalan bagaimana mengelolanya secara baik.
Pada ranah isu kesehatan masyarakat, masjid sebagai pengayom umat dan masyarakat tentunya patut berperan aktif mengatasinya. Masjid sebagai sarana yang berperan menyehatkan iman dan ketakwaan juga harus mampu menyehatkan jasmani dan mental. Pelayanan kesehatan berbasis masjid menjadi salah satu solusi alternatif yang efektif dalam mengatasi permasalahan kesehatan.
Masjid dapat berperan sebagai sarana edukasi kesehatan hingga pelayanan kesehatan seperti cek kesehatan, baik jasmani maupun mental pada masyarakat, mulai dari usia balita, remaja, dewasa hingga lanjut usia.
Fungsi pendidikan dari masjid juga penting dihidupkan kembali, melihat isu terkini tingkat literasi dan kecerdasan masyarakat kita yang kian menurun. Baik pendidikan agama, ilmu pengetahuan, pendidikan politik dan lain sebagainya.
Fungsi masjid yang multi-fungsi semacam ini perlu terus digalakkan, hingga menjadi gerakan jamaah dan mampu menjawab persoalan-persoalan sosial-kemasyarakatan. Multi-fungsi dari masjid tergantung pada kompleksitas permasalahan sosial-keumatan yang ada. Tentunya akan terus berkembang dan terdapat perbedaan di setiap tempat dan masanya. Persoalan keumatan dan kemasyarakat akan terus berkembang. Karena itu masjid harus mampu menjawab persoalan-persoalan yang relevan.
Masjid bukan hanya sebatas bangunan untuk ibadah ritual, tetapi lebih dari itu. Marilah kita membuka cakrawala cara pandang kita terhadap masjid, supaya masjid benar-benar hadir di tengah masyarakat untuk mengentaskan problematika kehidupan dunia maupun akhirat.
“Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia…. (Q.S. Al-Qashash: 77)”.
Editor Notonegoro