PWMU.CO – Program Dai Dokter Muda Muhammadiyah Mengabdi (D2M3) di Pulau Bawean bisa dibilang sukses. Digelar selama 6 hari (26/11-1/12/2017), di antaranya dengan menghadrikan Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah (PPPM) Dahnil Anzar Simanjuntak.
Di Pulau Putri itu, sebuatan lain Pulau Bawean, Dahnil berhasil membakar semangat anak-anak muda dan warga Muhammadiyah.
Bertempat di halaman Masjid Ash Shalihien Sangkapura, tabligh akbar digelar dan dihadiri Forkompida, Komando Rayon Militer (Koramil), dan Gerakan Pemuda (GP) Anshor.
Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Gresik Drs Taufiqullah A Ahmady MAg berpesan Muhammadiyah Bawean harus besar. Untuk itu harus rela berkorban tidak hanya materi tetapi juga tenaga dan pikiran.
“Program D2M3 ini sebuah terobosan yang luar biasa, pemenuhan tenaga medis di pulau ini adalah sebuah keniscayaan maka saya berharap semoga 2 klinik yang telah ada di pulau Bawean dan dikelola oleh PCM Sangkapura dan PRM Daun bisa hadir di masyarakat untuk memberi manfaat sebaik-baiknya,” paparnya.
Pada Tabligh Akbar (1/12/2017) Dahnil—panggilan akrabnya—menyampaikan 3 resep menjadi pribadi yang berkemajuan. “Yang pertama adalah berjuang. Pejuang Muhammadiyah adalah pribadi yang bertauhid murni menata niat hanya kepada Allah SWT,” ujarnya.
Sesuai tema “Meretas Karakter Kemajuan di Bumi Bawean”, Dahnil menyampaikan resep yang kedua yaitu mengedepankan keikhlasan. Dalam perjuangan, ikhlas dalam berkontribusi sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki dalam rangka untuk menegakkan Islam yang berkemajuan adalah hal utama.
“Yang ketiga, senantiasa meninggikan ilmu pengetahuan. Dalam sejarah, Nabi Muhammad SAW tidak pernah meninggalkan warisan berupa fisik gedung-gedung besar atau yang fenomenal tetapi Nabi akhir zaman itu mewariskan ilmu pengetahuan maka hendaklah setiap pribadi yang cinta akan ilmu, ayo tengok sejarah peradaban dari Cina dengan temboknya yang besar itu yang dibangun dengan darah jutaan manusia begitu juga dengan Sphinx di Mesir,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Dahnil membacakan puisi yang sempat ditulisnya sewaktu berada di Palangkaraya ketika Tanwir II Pemuda Muhammadiyah. Berikut puisinya:
Tangis Berkawan Sajadah
Tetes embun lengkapi dingin subuh
lawan kantuk menenggelamkan lelah
adzan subuh datang dari Munasah
mengagungkan lembut asma Allah
Nak, aku sering tak mendengar azan dari Munasah
tapi, aku melangkah pergi meninggalkan rumah.
Nak, aku menemui orang-orang yang belum tentu mencintaiku sepertimu, tapi mereka satu hati dalam Muhammadiyah.
Nak, bisa saja mereka memuji, tapi pasti tak kurang caci. Tapi Nak, aku punya janji. Dan, janji itu adalah awal mula sejarah.
Janji pernah terucap di tengah malam dalam tangis berkawan sajadah. Janji yang pasti menuntut sepanjang sejarah. Janji itu yang menguatkan hati menggapai ridha Allah.
Janji di tengah malam dalam tangis berkawan sajadah. Janji yang membangun jalan menuju jihad penuh berkah.
Janji tentang merawat akhlak, janji tentang membela kehormatan agama dan bangsa. Janji tentang hidup yang hanya diberikan untuk kemuliaan agama Allah. Demi ridha Allah.
Janji yang tak berani dikhianati karena tahta dan emas yang miskin ridha Allah. Tengah malam penuh tangis berkawan sajadah adalah sejarah. Sejarah dimulainya hidup sang pemburu ridha Allah.
Nak, Mbah Dahlan mendirikan Muhammadiyah. Penuh rintang dan halang. Beliau tak menyerah. Justru… semangat tajdid tak boleh punah
Tembok tinggi benteng nan gagah
gemericik air temani sujud bersajadah
kau sari hidup jiwa sabar nan mewah
kau matahari bantu bulan rerangi sejarah. terangi bumi agar cerah.
Nak, aku pernah merasa lembut pedas kari kambing Aceh
Subuh berteman amis ikan basah
ketika semua harapan seolah musnah
tangis malam berdoa berkawan sajadah
Laki kecil penuh cita tak kenal menyerah
perempuan desa yatim lugu berkawan sajadah.
Mereka ibu bapakku, Nak.
Ya ibu bapakku yang menjadi
senyawa cinta tersungkur terusir menolak kalah
senyawa cinta abadi yang dirindukan Jannah
Nak, aku ayahmu tapi aku adalah anak dari ayahku, di mana satu hari aku merasa
dunia berhenti berputar hai ayah, aku buta hai ayah.
Buta hai ayah. Mata gelap dengan tangan meraba mencari arah
Aku mulai mengaku kalah. Aku kalah. Kalah ayah. Kalah.
Tapi, kok kau marah, dan bentangkan sajadah
Kau teriak kau tak boleh menyerah. Sujudkan diri disajadah.
Tubuh kecil kayuh becak rujak dengan gagah
aku tahu tubuh kecil itu berdoa tanpa sajadah, aku tahu kaki dan tangan kecil itu tak kurang
Keringat dan darah.
Dewi kampung adalah hadiah bak Nur terindah
Nur yang mengajarkan diam berteman sajadah
Perempuan lugu sabar menerima amarah
kekuatan itu adalah tangis berkawan sajadah
Engkau Nur yang menerangi penghuni rumah
Engkau Dewi Sejati bagi calon pelukis sejarah
Melukis sejarah melalui Muhammadiyah. Sejarah maju menuju ridha Allah. (Ferry/TS)