PWMU.CO – Sebut saja namanya Sriyono, seorang pemuda yang baru senang mempelajari agama Islam. Kepada salah seorang ustadz, dia melemparkan pertanyaan yang unik. Bolehkah seseorang yang akan mendirikan shalat membaca niat dengan bahasa Indonesia, karena kesulitan menghafalkannya. Adapun bacaan-bacaan selanjutnya dalam shalat tetap menggunakan bahasa Arab. Bagaimana hukumnya?
Menurut almarhum KH Mu’ammal Hamidy dalam “Islam dalam Kehidupan Keseharian”, ternyata masalah ini sangat mudah. Menurutnya, niat sebenarnya gerakan atau getaran hati yang tidak perlu diucapkan dengan lidah (talaffuzhun niyyah). “Karena itu, tidak ada niat dengan bahasa Indonesia, Arab, atau bahasa lainnya,” jelasnya.
“Tetapi seandainya sudah telanjur, semoga dimaafkan,” lanjut Mu’ammal. Ketidakperluan mengucapkan niat itu, terang Mu’ammal, secara tersirat diungkapkan oleh Nabi Muhammad saw dalam riwayat berikut:
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang mendapatkan sesuai apa yang diniatkan. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia yang akan didapatkan atau wanita yang akan dinikahi, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang dia niatkan. (HR Bukhari-Muslim)
“Sementara shalatnya, seperti diamalkan oleh Rasulullah saw dengan bahasa Arab, adalah sah,” jelas Mu’ammal. (redaksi)