PWMU.CO-Di era milenial saat ini budaya tradisional seperti tembang dolanan anak kian hari makin tersisih oleh lagu pop. Game gadget pun makin menyita anak-anak asyik bermain internet. Untuk mengenalkan lagu dolanan, SD Muhammadiyah 8 Surabaya mengajak siswa kelas 3 bermain tembang Cublek-cublek Suweng, Rabu (7/2/2018) di ruang kelasnya.
Para murid dibagi berkelompok beranggotakan enam anak. Lantas mereka duduk melingkar. Satu anak berperan sebagai Pak Gempo duduk menelungkup di tengah. Kemudian kedua tangan masing-masing anak diletakkan di atas punggung Pak Gempo. Anak-anak lalu menyanyikan lagu, sementara pimpinan kelompok memilih tangan secara acak untuk menyembunyikan batu.
Cublek-cublek suweng..suwenge ting gelenter… mambu ketudhung gudhel,… Pak Gempo lera lere,… sapa ngguyu ndelikake,… sir sir pong dele gosong,…. sir sir pong dele gosong….
Begitu lagu berakhir, batu sudah digenggam satu anak. Anak-anak yang lain juga menggenggam tangannya. Pak Gempo bangun menebak siapa pemegang batu. Jika tebakannya gagal, maka dia jadi Pak gempo lagi. Telungkup dan teman-temannya bernyanyi Cublek-cublek Suweng. Jika batu berhasil ditebak maka pemegang batu jadi Pak Gempo begitu seterusnya. Bergemalah ruang kelas itu dengan suara anak-anak bergembira.
“Seru yaa..,” ungkap Ovi, salah satu siswa.
“Iya seru, main lagi yuk,” jawab siswa lainnya.
Guru bahasa Jawa Retno Wulandari mengatakan, pelajaran Bahasa Jawa ini tentang apresiasi tembang dolanan anak. Tujuan dari pembelajaran untuk mengenalkan siswa zaman now tentang lagu-lagu dolanan zaman dulu. “Pelajaran bahasa Jawa yang dianggap sulit dan membosankan kini berganti menyenangkan dengan permainan Jawa yang dikombinasi dengan tembang dolanan anak,” jelasnya.
Cublak-cublak Suweng dipilih karena tembang dolanan ini, menurut Wulan, memiliki makna untuk mencari sesuatu yang diinginkan, janganlah menuruti hawa nafsu. Namun semuanya kembali ke hati nurani yang bersih. Dengan hati nurani akan lebih mudah menemukannya dan tidak akan tersesat hingga lupa akan akhirat.
“Dalam pembelajaran ini, nilai-nilai karakter dan agama bisa dimasukkan. Sehingga anak-anak yang mengalami degradasi akhlak bisa mudah menerima dan berubah menjadi lebih bai,k” ujarnya. (Riska Oktaviana)