PWMU.CO – Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak meminta Polri terbuka kepada publik soal meninggalnya MJ, terduga teroris yang ditangkap di Indramayu beberapa waktu lalu. Kematiannya menyisakan tanda tanya karena ia meninggal usai dibawa Densus 88 untuk menjalani pemeriksaan.
“Terlepas dari apakah MJ terlibat dalam jaringan terorisme atau tidak, saya menganggap Densus 88 atau polisi harus terbuka terkait dengan kematian MJ. Jangan sampai mengabaikan penegakan hukum yang beradab,” ujar Dahnil melalui keterangan tertulis, Rabu (14/2/2018).
Dalam pandangan Dahnil, tewasnya MJ mengingatkan pada kasus Siyono, terduga teroris Klaten yang ditangkap Densus 88 dalam keadaan hidup dan dikembalikan sebagai mayat beberapa hari kemudian.
Saat ada penangkapan, polisi menyebut ada pergulatan dengan petugas sehingga Siyono tewas. Hingga kini, kasus kematian Siyono belum jelas penyelesaiannya, baik secara etik maupun pidana. Sebagai salah satu pihak yang mengadvokasi keluarga untuk menuntut keadilan ataas tewasnya Siyono, Pemuda Muhammadiyah mewanti-wanti jangan sampai kejadian Siyono terulang pada MJ.
“Karena peristiwa seperti ini bukan justru mengubur terorisme, namun justru mereproduksi terorisme baru,” kata Dahnil.
Dahnil juga menemukan banyak kejanggalan dalam kematian MJ. Agar sinyal kejanggalan tak menjadi fitnah, maka Densus 88 perlu menjelaskan secara terbuka hasil autopsi terhadap MJ.
Selain itu, autopsi juga harus dilakukan secara independen untuk secara objektif melihat apakah MJ meninggal karena komplikasi penyakit atau karena faktor lain.
Selain itu, kata Dahnil, Densus 88 juga harus bisa menjelaskan mengapa keluarga dilarang membuka kafan jenazah MJ pada saat diserahkan kepada keluarga. “Jadi, saya berharap Densus 88 dan Kepolisian terbuka, dan bila memang ada kesalahan dan maka harus ada hukuman pidana yang jelas,” kata Dahnil.
Jangan sampai, kata Dahnil, terjadi seperti nasib keluarga Siyono yang sampai detik ini tidak jelas penuntasan hukumnya. Padahal, hasil autopsi terang membuktikan Siyono meninggal karena penganiayaan, bukan karena yang lain.
Keluarga MJ juga diminta tidak takut untuk secara aktif mencari keadilan. Dahnil mendorong pihak keluarga membawa kasus ini ke Komnas HAM agar bisa cepat ditangani. “Untuk dibuktikan penyebab kematian MJ. Ini penting, dan polisi tidak boleh tertutup terkait dengan hal ini,” kata Dahnil.
Sebagaimana yang dikabarkan dalam berbagai media, pada 7 Februari lalu, Densus 88 Antiteror menangkap MJ di Kecamatan Haurgelis, Indramayu, Jawa Barat. Pria yang sehari-hari berprofesi sebagai pedagang es ini diamankan bersama istrinya oleh Densus. Keduanya dibawa untuk dimintai keterangan.
Menurut kepolisian, sebagaimana yang dilansir oleh kompas.com, MJ diduga anggota kelompok Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) binaan terpidana teroris yang saat ini mendekam di Lapas Cipinang, Ali Hamka. Ia pun diduga terlibat dalam kegiatan kelompok teroris di Indonesia
3 hari kemudian, tepatnya 10 Februari 2018, sebagaimana dilansir oleh Tribunnews.com, MJ dimakamkan di Kapuran, Kota Agung, Lampung. MJ sendiri diketahui merupakan warga Kabupaten Tanggamus, Lampung, yang tinggal di Indramayu. Tidak ada keterangan resmi baik dari pihak keluarga, kepolisian, maupun aparat kelurahan.
3 hari kemudian, sebagaimana dikutip oleh kompas.com, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto membenarkan bahwa MJ meninggal setelah dibawa Densus 88 untuk menjalani pemeriksaan. “Saya mendengar bahwa ada kasus tersebut, ada penangkapan kemudian meninggal,” ujar Setyo di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (13/2/2018).
Namun, Setyo mengaku belum mengkonfirmasi penyebab meninggalnya MJ. Ia juga belum bisa memastikan apakah MJ meninggal karena mendapat kekerasan selama pemeriksaan atau penyebab lain. (Lazuardy)