Ada kalanya seorang pria yang belum menikah melakukan masturbasi. Para ulama seringkali berbeda “fatwa” dalam menyikapi masalah ini: ada yang mengharamkan, tapi ada pula yang membolehkannya. Sebenarnya bagaimana syariah Islam menyikapi masalah ini? Lalu bagaimana pula jika seseorang masih tetap bermasturbasi ketika sudah beristri?
Masturbasi, atau onani, orang Arab menyebutnya dengan istimna’ (ingin merasakan enak), nikahul yad (menikah dengan tangan) dan al-‘adatus sirriyah (kebiasaan yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi). Di kalangan ulama memandang masalah masturbasi dengan memasukkannya sebagai “yang di luar suami-istri” dan melanggar batas.
فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
Siapa yang mencari (kenikmatan di luar suami-istri) maka mereka itu adalah orang-orang yang melanggar batas. (QS al-Mu’minun: 7)
(Baca: Hukum Oral Seks Menurut Islam)
Hampir semua ulama mengharamkannya, kecuali Imam Ahmad bin Hanbal. Jika dirasa perlu, Imam Ahmad membolehkannya untuk dikeluarkan karena sperma itu barang kelebihan pada manusia (seperti ludah, ingus dan sebagainya), yang boleh dikeluarkan ketika dirasa perlu (Tafsir al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, al-Qurthuby).
Selanjutnya halaman 02….