PWMU.CO-Pemilih muda jangan apatis dengan persoalan bangsa seperti pemilihan umum. Apatisme malah menjauhkan dari terwujudnya negara yang makmur.
Hal itu dikemukakan Dekan FISIP Umsida Dr Totok Wahyu Abadi MSi saat membuka Sosialisasi Pilgub dan Seminar Pendidikan Politik Mahasiswa di Aula Kampus 4, Sabtu (12/5/2018).
Dia menyarankan para mahasiswa sebagai pemilih pemula menghilangkan sikap apatis terhadap persoalan bangsa.
“Jika ini terjadi maka konsep baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur hanya jadi bingkai yang sifatnya ilusi belaka,” tuturnya.
Dia menekankan untuk memaksimalkan hak pilih di momentum pesta demokrasi ini. Sebagai mahasiswa harusnya mampu melihat sosok calon secara utuh.
“Memilih calon pemimpin bukan semata like and dislike¸ tetapi bagaimana platform gerakannya, visi misi, latar belakang,” tegasnya.
Pembicara lainnya Komisioner KPUD Sidoarjo Abdillah Adi SE menjelaskan, sistem demokrasi hari ini sudah menjadi konsensus nasional yang harus dipatuhi oleh warga negara.
Dia juga menekankan, mahasiswa sebagai pemilih muda untuk betul-betul memaksimalkan hak pilihnya.
Aktivis Muda Sidoarjo Jasmuri SKom menambahkan tentang logika pemilu yang harus dipahami bersama oleh para mahasiswa.
Setiap kejadian yang terjadi di negeri ini, sambung dia, misalnya kemiskinan, tingginya angka pengangguran, mahalnya harga bahan pangan, serta carut marutnya pendidikan tidak lepas dari sikap apatis, abai, dan buta politik.
“Proses pemilu merupakan pintu awal bagi kemakmuran atau kesengsaraan terhadap suatu wilayah, jika kita masih merem dan tidak melihat calon-calon yang bertarung di arena pilkada secara utuh,” paparnya.
Jangan harap sikap kita yang diam ini, ujarnya, akan mampu mengubah situasi dan kondisi pemerintahan menjadi lebih baik dan sejahtera.
Sekretaris Umum PSKP dan Kaprodi AP FISIP Umsida Lailul Mursyidah MAP menyoroti tentang bagaimana proses demokrasi dan pemilu secara teoritis dari kacamata akademisi.
Dia menyebutkan 30 persen keterwakilan perempuan di negeri ini belum bisa dijalankan secara maksimal, karena perempuan masih dianggap sebagai the second place, yang wilayahnya hanya berada di private sphere.
Dengan kata lain, katanya, belum ada ruang yang terbuka lebar bagi perempuan untuk memaksimalkan potensi dan perannya di wilayah publik.
Acara ini diadakan oleh Pusat Studi Kebijakan Publik (PSKP) dan Prodi Administrasi Publik FISIP Umsida bekerja sama dengan HIMAPIC. (Fajar)