PWMU.CO – Sebut saja namanya Amiruddin, remaja berusia 17 tahun. Di media massa setiap akhir pekan, dia menemukan rubrik yang khusus memuat ramalan bintang atau zodiak. Sebagai remaja, dia pun punya pertanyaan apakah dengan membaca ramalan bintang itu sudah dianggap syirik, meski tidak mempercayainya?
Ramalan bintang atau zodiac yang dimaksud adalah ramalan tentang nasib seseorang dengan dilihat dari bintang kelahiran dihubungkan dengan keberuntungan dan kesialan. Di zaman jahiliyah dahulu, sebelum Islam datang, tradisi seperti itu sudah memasyarakat, namanya tanjiim. Abu Malik al-Asy’ari meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda:
أَرْبَعٌ فِي أُمَّتِي مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لاَ يَتْرُكُونَهُنَّ الْفَخْرُ فِي الأَحْسَابِ وَالطَّعْنُ فِي الأَنْسَابِ وَالْاسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ وَالنِّيَاحَةُ وَقَالَ النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ
Artinya: Ada empat hal dari perkara jahiliyah yang melekat pada umatku yang tidak bisa mereka tinggalkan. Yaitu kebanggaan terhadap keturunan, menjelek-jelekkan nasab, mengharapkan turunnya hujan dengan bintang, dan meratap. Lalu beliau juga bersabda: Sedang wanita yang meratap jika belum taubat sebelum mati, maka dia akan dibangkitkan di hari kiamat kelak dengan berpakaian timah yang mendidih dan baju kudis (badannya penuh kudis). (HR Muslim)
Dalam riwayat lain dikatakan, pada suatu kali Rasulullah saw shalat Subuh di Hudaibiyah di tempat bekas turunnya hujan semalam sebelumnya. Seusai shalat, beliau menghadap jamaah seraya bersabda: Tahukah kalian apa yang difirmankan Tuhanmu tentang hujan ini? Para sahabat menjawab: Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Lalu Rasulullah saw bersabda:
أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي وَمُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ
Artinya: Allah berfirman: Ada diantara hamba-Ku yang pagi ini beriman kepada-Ku dan juga ada yang kafir kepada-Ku. Adapun orang yang mengatakan “Kami diberi hujan ini lantaran anugerah dan rahmat Allah”, maka dia itu beriman kepada-Ku dan kufur terhadap bintang. Sedang orang yang mengatakan “Kami diberi hujan lantaran bintang anu dan anu”, maka dia itu kufur kepada-Ku tetapi beriman pada bintang. (HR Bukhari dan Muslim)
Meminta hujan dengan bintang atau mengatakan lantaran kemunculan bintang tertentu membuat hujan turun itu sama halnya dengan diramalnya seseorang tentang hajatnya yang dihubung-hubungkan dengan bintang ini dan itu. Mempercayai hal seperti itu adalah syirik dan kafir, dan itulah yang diberantas oleh Nabi Ibrahim kepada kaumnya yang menganggap bintang, bulan dan matahari sebagai tuhan yang bisa mendatangkan manfaat dan mudharat.
Apakah kalau setiap kita membaca ramalan bintang sudah dianggap syirik? “Tentu tidak demikian,” urai almarhum KH Mu’ammal Hamidy di buku “Islam dalam Kehidupan Keseharian”. Bahwa yang dinamakan syirik karena ramalan bintang itu, lanjut Mu’ammal, jika sudah sampai ke tingkat mempercayainya.
“Tidak ubahnya dengan ilmu sihir yang jelas-jelas syirik dan kafir apabila sampai mempercayai dan mengamalkannya. Tetapi kalau sekedar ingin tahu ilmunya, bukanlah kafir,” tegasnya memberi tamsil.
Karenanya, jelas Mu’ammal, ketika Harut dan Marut setiap kali akan mengajarkan ilmu sihirnya selalu disertai pesan falaa takfur (maka janganlah kamu kafir). “Artinya sihir yang hendak diajarkannya itu jangan dipercayai dan diikuti. Karena kalau sampai dipercaya dan diamalkan, bisa berakibat pada kesyirikan dan kekafiran.”
“Tetapi, kalau sekedar ingin tahu ilmunya, hal itu tidak menjadikan kafir. Hal ini tidak ubahnya dengan pengajaran ilmu kriminal (criminology) kepada para polisi agar bisa menangkap para pelaku kriminal, bukan mengamalkannya. Seperti belajar kristologi dan sebagainya, hanya untuk mengetahuinya, dan bukan mengamalkannya,” pungkasnya.
Jelas, bukan? (redaksi)