PWMU.CO – Pemerintah Republik Indonesia dikabarkan melakukan proses “penguasaan” saham PT Freeport sebanyak 51 persen dengan harga antara Rp 57 triliun sampai Rp 60 triliun. Dalam upaya tersebut pemerintah melibatkan BUMN PT Inalum beserta sindikasi sejumlah bank asing.
Penulis mencoba mengutak-atik nilai Rp 60 triliun dibagi 200 juta jiwa rakyat Indonesia. Hasilnya, Rp 300 ribu per jiwa. Jika selama ini sering dihantui jumlah utang negara yang demikian besar, maka seluruh rakyat hakikatnya memiliki daya beli yang cukup untuk mengakuisisi sebuah calon aset milik bangsa.
PT Freeport Indonesia sendiri berdiri tahun 1967 sebagai anak perusahaan PT. Freeport Mc Moran di Amerika Serikat. Sekian lama beroperasi pemerintah Indonesia “cuma” diberi 9 persen saham.
Salah seorang tokoh Persyarikatan Muhammadiyah Prof Dr Amien Rais pada masa Orde Baru pernah sangat lantang berteriak tentang keberadaan PT Freeport.
Amien Rais dalam paparannya di berbagai kesempatan melukiskan beragam “karya besar” PT Freeport antara lain gunung-gunung di Garsberg Papua dengan cepat dan mudah dikeruk menjadi jurang dan lembah.
Kesejahteraan warga Papua selaku pemilik tanah ulayat tidak diperhatikan secara “serius”, sebagaimana baru-baru ini terjadi bencana gizi buruk di Asmat. Segenap warga Muhammadiyah perlu bangga dengan kehadiran Persyarikatan di Papua yang “sangat serius” dengan hadirnya sekolah tingkat dasar hingga perguruan tinggi.
Keberadaan PT Freeport di Papua senantiasa menimbulkan heboh dan gaduh di panggung politik. Kasus “papa minta saham” misalnya, sempat menggoyang kursi Ketua DPR-RI Setyo Novanto tahun 2016. Heboh dan gaduh senantiasa berlanjut pada setiap perpanjangan kontrak tambangnya.
Kini rencana divestasi 51 persen saham PT Freeport oleh Pemerintah RI melalui BUMN PT Inalum menimbulkan banyak spekulasi. Ada yang menyatakan baru tahap MoU. Ada yang menyatakan sudah deal. Apapun spekulasi yang beredar segenap rakyat Indonesia perlu berdoa semoga 51persen saham untuk Pemerintah RI tersebut benar adanya.
Semoga bukan sekadar obyek pencitraan menjelang pesta demokrasi tahun 2019. Selain berdoa kalkulasi harga 51persen saham tersebut di atas bisa menjadi motivasi segenap rakyat untuk berani bersiaga dalam ikut serta memobilisasi dana.
Jika nilai Rp 60 triliun saham tersebut ditawarkan pada warga Muhammadiyah yang berjumlah 20 juta, hasilnya Rp 3 juta nilai uang yang disediakan per jiwa. Nilai yang terjangkau bagi warga Muhammadiyah yang telah terbiasa beramal jamai dalam dana pendirian amal usaha.
Secara matematis sangat mudah dan murah untuk mengelola aset negeri ini. Faktanya banyak intrik dan politik membuat yang mudah dan murah menjadi rumit dan mahal. Sudah saatnya high politics Muhammadiyah berpartisipasi dalam pesta demokrasi NKRI.
Semoga politik adiluhung yang diusung Muhammadiyah mampu mengelola aset sumbet daya alam NKRI secara adil dan merata untuk kemaslahatan seluruh bangsa.
Bi idznillah semoga NKRI sejahtera dengan tata kelola dan sumbangsih Persyarikatan Muhammadiyah. (*)
Kolom oleh Prima Mari Kristanto, Penulis buku Nabung Saham Syariah dan Auditor di Kantor Akuntan Publik Erfan & Rakhmawan Surabaya.