PWMU.CO – Akhir-akhir ini ada wacana bahwa Islam itu Arabism dan menjajah. Banyak orang tidak tahu bahwa Muhammad bin Abdullah itu bukan dari bangsa Arab asli (‘arabun). Oleh Philip K. Hitti, Muhammad disebut musta’ribah yaitu di-Arabkan melalui proses naturalisasi.
Muhammad bin Abdullah itu dari suku Quraisy yang merupakan keturunan Ismail AS (anak Ibrahim AS yang tinggal di lembah Babilonia) yang mengawini perempuan Arab asli dari suku Jurhum. Oleh karena itu Muhammad disebut ‘arabiyyun.
Ismail membawa ajaran Islam yang diperolehnya dari Ibrahim ayahnya. Alquran pun bukan berbahasa Arab, tapi berbahasa yang serumpun dengan bahasa Arab. Perbedaanya seperti antara bahasa Melayu Kuno dengan bahasa Indonesia saat ini. Keduanya serumpun.
Semula bangsa Arab adalah sebuah bangsa yang boleh diabaikan dalam peradaban dunia. Peradabannya sedikit yang bisa dibanggakan. Setelah Islam datang ke Hijaz, Islam telah mengangkat bangsa Arab ke derajad yang tinggi. Suku atau bangsa apapun akan naik kelas jika belajar dan hidup dengan cara Islam.
Jadi bangsa Arab dimuliakan oleh Islam. Bukan sebaliknya. Bahkan Islam sering dinodai oleh bangsa Arab.
Di Nusantara, adalah Islam yang mengangkat derajat bangsa yang bhinneka ini. Islam pulalah yang menginspirasi perlawanan terhadap penjajah yang justru membawa misi memurtadkan Nusantara dari Islam.
Pondok-pondok pesantren adalah pusat-pusat perlawanan menghadapi penjajah. Budaya Jawa yang nriman tidak memiliki semangat jihad seperti Islam. Proklamasi kemerdekaan RI tidak terbayangkan tanpa Islam.
Adalah ahistoris jika ada pernyataan bahwa Islam harus dinusantarakan. Klaim ini tidak saja keliru tapi juga dungu, jika bukan sesat. Peradaban Islam di Nusantara adalah sebuah penaklukan moral, bukan penjajahan ala Portugis ataupun Belanda. (*)
Gunung Anyar, 14 Juli 2018
Kolom oleh Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS Surabaya.