PWMU.CO – Acara 2nd Muhammadiyah International Forum (MIF) yang diselenggarakan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Inggris Raya, punya cerita tersendiri khusus, (9/5). Menghadirkan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, DR Abd. Mu’ti dan Prof Jonathan Benthall, keduanya membincang “Islamic Charities and Islamic Humanism”.
Tema ini ternyata juga berasal dari buku Benthall, yang covernya bergambar prangko Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) Muhammadiyah. Lho, bagaimana kok bisa?
Di hadapan peserta MIF ke-2 di Royal Anthropological Institute, London, Inggris, Jonathan Benthal bercerita tentang mengapa prangko itu yang dijadikan sebagai cover bukunya. Semua berawal dari kesigapan Muhammadiyah dalam membantu korban bencana tsunami Aceh, akhir 2004. “Saat itu saya datang ke Aceh untuk melihat bagaimana kerja lembaga donor internasional di sana,” urai Guru Besar Department of Anthropology, University College London, ini.
Saat bencana, banyak organisasi Barat yang terjun ke Aceh. Salah satunya adalah Islamic Relief Inggris yang bekerjasama dengan Muhammadiyah. Dalam penilaian Benthall, kerjasama keduanya ini berjalan sangat bagus, meski Muhammadiyah saat itu belum punya sayap khusus dalam membantu korban bencana. Maklum saja, Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB) atau Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) memang belum dibentuk.
(Baca: Profesor Barat pun Optimistis pada Muhammadiyah sebagai Masa Depan Cemerlang Islam yang Humanis)
Meski tidak punya sayap untuk bencana tsunami, tambah Benthall, tapi Muhammadiyah mengorganisir grassroots. “Pemilihan perangko karena saya melihat Muhammadiyah memiliki potensi besar untuk Islam humanis. Karena itu, prangko PKO itu saya jadikan sebagai sampul buku,” begitu urainya tentang cover buku yang diterbitkan oleh Manchester University Press (Maret 2016) itu.
Dalam pembicaraan selanjutnya, Benthall melihat gerakan kedermawanan Muhammadiyah telah bergerak maju. Bukan saja lagi charity (donasi), tapi juga sudah melangkah pada pemberdayaan (empowerment) masyarakat dalam bidang ekonomi. “Fokus Muhammadiyah saat ini tidak hanya pada charity tapi juga pada pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dan itu menjadi tantangan besarnya,” jelas Benthall.
Kembali ke masalah prangko PKO Muhammadiyah, ia memang tergolong “prangko amal”. Yaitu prangko yang diterbitkan dengan maksud untuk menghimpun dana bagi kepentingan amal dan dijual dengan harga tambahan. Pendapatan dari hasil penjualan prangko ini setelah dikurangi dengan harga prangko, ongkos pembuatan dan ongkos lainnya, kemudian disumbangkan kepada Muhammadiyah.
Selanjutnya sejarah “Franco ’Amal Moehammadijah”, halaman 2…