PWMU.CO – Di era disruptif ini, Muhammadiyah sudah saatnya berpikir untuk membangun platform layaknya Gojek. Misalnya di sektor pendidikan. Jika Muhammadiyah mampu berdiri sebagai aplikator, maka kualitas sekolah-sekolah di Muhammadiyah akan lebih merata.
Marketing Human Capital Coach Asep Haerul Gani mengungkapkan, disruption innovation telah melanda dunia. Era ini telah banyak menghilangkan profesi dan pekerjaan.
“Sekarang ini sudah banyak pekerjaan yang hilang karena kemajuan teknologi yang dipadu dengan inovasi dan kreativitas. Semuanya lebih efisien dan efektif. Kalau tidak bisa mengikuti, kita akan tertinggal,” kata Asep saat menjadi pembicara dalam Konverensi di ME Awards 2018, Rabu (8/8) di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Dia mengatakan, dia banyak menemui kasus tentang anak yang tidak mau sekolah. Alasannya, karena ingin fokus pada profesi blogger dan youtuber. Dia menceritakan, ada salah satu sekolah yang sampai merasa terguncang. Sebab, siswa yang ingin keluar sekolah tersebut adalah anak yang cerdas.
“Ketika saya menangani anak ini. Dia mengungkapkan bahwa menjadi youtuber dapat menghasilkan banyak uang. Bahkan tiga kali lipat lebih besar dari biaya sekolahnya. Nah, ternyata ada pekerjaan yang dilakukan anak kita yang tidak diketahui oleh guru dan orang tuanya,” kata dia.
“Sekarang ini, banyak sekolah yang mengharamkan penggunaan gadget. Sekolah melihat gadget sebagai musuh. Padahal, dalam era disruptif, gadget memiliki peranan penting dalam berinovasi dan berkreasi,” imbuhnya.
Dia mengusulkan, pendidikan Muhammadiyah dapat mencontoh kreativitas Gojek. Perusahaan ini tidak memiliki produk, hanya menyediakan platform saja. Aplikasi Gojek bisa menghubungkan driver, pembeli, dan toko.
“Misalnya customer memesan makanan di sebuah restoran lewat gojek. Kemudian driver membelikan makanan ke restoran yang dimaksud. Lalu dimana peran Gojek? Perusahaan ini hanya menyediakan platform saja. Menjadi penghubung antara pembeli, driver, dan restoran,” jelas dia.
Dari sisi penerapan platform aplikator, Muhammadiyah dalam mengelola pendidikan perlu meniru Gojek. Jika Muhammadiyah bisa memposisikan sebagai pihak pembuat platform, maka tidak akan ada lagi sekolah Muhammadiyah yang lebih terbelakang daripada sekolah lainnya.
Dalam era disruptif, penerapan platform itu bisa menjadikan sekolah-sekolah Muhammadiyah saling sharing. Apa yang kurang dari salah satu sekolah, bisa ditutupi dengan sekolah lainnya. “Jadi, tidak ada kompetisi lagi antar sekolah Muhammadiyah. Sehingga kualitas sekolah pun bisa menjadi lebih merata,” pungkasnya. (mif)
Discussion about this post