PWMU.CO – Berdakwah. Dan terus berdakwah, meski tantangan sering menghadang. Itulah yang dilakukan Haji Darim (72), dan istrinya, Hj Suhartini (65). Meski sudah memasuki usia senja, semangat dakwah suami istri ini tak pernah surut. Bahkan, aktivitas dakwahnya semakin meningkat setelah ia purnatugas dari TNI AL.
Saat masih aktif di TNI AL, Haji Darim sudah aktif berdakwah. Di Surabaya, tepatnya di Kapas Madya, Kelurahan Gading, Kecamatan Tambaksari, Haji Darim menghimpun pengajian dan membangun Masjid Al-Furqon, tahun 1994.
(Baca: Tentara Ini Jadi Ketua Ranting Muhammadiyah dan Wakafkan Rumah-Tanahnya untuk Dakwah)
Tahun 1990 ia pensiun dari dinasnya di Lamtamal Surabaya. Sepuluh tahun kemudian (2000), Haji Darim dan istri memutuskan pulang ke kampung halamannya di Dusun Ngembes, Desa Yungyang, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Di Desa Yungyang, 4 KM dari Kota Kecamatan Modo, Haji Darim dan istri mencoba melakukan dakwah seperti yang dilakukannya di Surabaya. Ia memang aktivis Muhammadiyah. Ia ingin menghimpun kelompok pengajian Muhammadiyah. Maka ia dekati masyarakat secara personal. Ketekunan itu perlahan-lahan membuahkan hasil. Beberapa keluarga tertarik untuk diajak pengajian. Sejak itu, Haji Darim mulai mengadakan pengajian rutin dari rumah ke rumah anggota Muhammadiyah. Kegiatan selalu bergabung dengan Aisyiyah, mengingat anggota tidak lebih dari 12 keluarga.
(Baca juga: Kisah Amien Rais yang Gagal Disingkirkan Soeharto pada Muktamar Muhammadiyah Aceh)
Meski jumlah anggota Muhammadiyah masih sedikit, tetapi tidak menyurutkan langkah dakwahnya. Haji Darim dibantu oleh dua warga yang juga mempunyai tekad membaja. Mereka adalah Somosaji dan Munawar yang didukung pula oleh para istri mereka. Maka, pada Maret 2001, Haji Darim dan beberapa warga mendirikan Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Yungyang, Cabang Modo.
Walaupun membawa ‘paham’ Muhammadiyah, Haji Darim dan istri bisa diterima masyarakat sekitar. Terbukti puluhan anak-anak warga penduduk menjadi “santrinya’. Mereka berhasil membaca Alquran berkat kesabaran suami-istri ini dalam membimbing. Tidak hanya kepada anak-anak, Haji Darim juga membina ibu-ibu tetangga untuk bisa mengaji Alquran.
Haji Darim dan anggota Muhammadiyah juga bergotong-royong membenahi dan membangun kembali Mushala An-Nurjannah, milik warga RT setempat yang sudah berdiri sejak 1995, tapi masih sangat sederhana bangunnya. Dari mushala itu, Haji Darim meneruskan langkah dakwahnya dengan lebih mantab. Ia bisa mengajak anggota shalat berjamaah lima waktu. Haji Darim yang menjadi imam mushala.
(Baca juga: Kisah Islamnya Firanda dan Bimbingan Ibu-Ibu Aisyiyah)
Dari mushala yang berjarak 100 meter dari rumahnya itu, Haji Darim memusatkan dakwahnya. Mushala An-Nurjannah, menjadi benteng dan aktifitas dakwah Haji Darim, selama 14 tahun.
Hingga datanglah ‘Tragedi Mei 2014’. Saat itu sehabis shalat Isyak, puluhan warga tak diundang berunjuk rasa. Mereka memprotes Haji Darim yang mereka anggap mendominasi mushala. Mereka tidak menginginkan jika Haji Darim menjadi imam mushala. Padahal selama ini tidak ada tokoh agama yang mau menggantikan perannya sebagai imam mushala. Bersambung ke hal 2 …