PWMU.CO – Materi “Relasi antara AUM dan Persyarikatan” yang disampaikan oleh Prof Achmad Jainuri dalam Pendidikan Khusus Kepala Sekolah (Diksuspala) Muhamamdiyah Jatim Batch 2 menjadi salah satu bahan diskusi menarik peserta.
Sebanyak 120 peserta dengan antusias mengikuti kegiatan yang diadakan Majelis Dikdasmen PWM Jatim di Grand Whiz Hotel, Trawas, Mojokerto, Senin, (12/11/18) ini.
Ada beberapa sub pokok bahasan yang disampaikan oleh Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya itu. Yaitu Landasan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), Keberadaan Amal Usaha Muhammadiyah dalam Persyarikatan, Komitmen Warga Muhammadiyah, serta Disharmonisasi dan Harmonisasi antara Persyarikatan dan AUM.
Yang menarik, Jainuri mengatakan bahwa AUM itu bukan sepenuhnya milik warga Muhammadiyah, tetapi ‘milik’ semua orang. “Kita jangan beranggapan bahwasanya AUM itu adalah milik kita sendiri, warga Muhammadiyah ataupun Persyarikatan,” ungkapnya.
AUM, menurut dia, adalah milik semua orang—masyarakat pada umumnya. “Jadi siapa pun bisa menikmati dan menggunakan fasilitas dari AUM tersebut. Itulah bentuk dakwah kita,” katanya.
Pria kelahiran Lamongan ini juga menyinggung komitmen warga Muhammadiyah. “Kita harus sedikit bicara dan banyak kerja. Harus singkron antara perkataan dan perbuatan, serta ikhlas dalam menghidup-hidupi Muhammadiyah,” papar dia.
Selanjutnya Jainuri berbicara tentang nasionalisme Muhammadiyah. “Kita itu harus punya jiwa nasionalisme kepada Muhammadiyah. Jangan selalu berkoar, mari sekolah di Muhammadiyah tapi anaknya sendiri tidak disekolahkan di sekolah Muhammadiyah,.Itu kan salah,” sindirnya.
Pembahasan materi semakin menarik, ketika berlangsung sesi tanya jawab. merspon pernyataan Jainuri tentang komitmen “sedikit bicara dan banyak kerja”, Kepala SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo Wigatiningsih MPd mengajukan pertanyaan.
“Ngapunten Prof, apakah landasan sedikit bicara banyak kerja itu masih pas dengan keadaan sekarang ini? Bagaimana kita bisa promosi sekolah, bicara tentang kehebatan, dan kemajuan sekolah kita, jika kita sedikit bicara,” tanya dia.
“Iya benar sekali, di era sekarang ini memang kita harus banyak bicara dan banyak bekerja. Kita harus menunjukkan sesuatu yang baru, showing something new,” jawabnya.
Pertanyaan menarik lainnya datang dari Alif Jatmiko MThI, peserta dari SMA Muhammadiyah 2 Surabaya. “Bagaimana pendapat Bapak tentang orang yang bukan kader Muhammadiyah dan tidak paham kaidah Persyarikatan, tapi memiliki otoritas yang tinggi dan strategis dalam mengelola AUM?” tanya Alif.
Menjawab itu Jainuri mengatakan Muhammadiyah menerima siapapun dan dari manapun asalnya, asalkan tunduk patuh pada Persyarikatan serta mampu mengamalkan kaidah Persyarikatan.
“Banyak sekali tokoh-tokoh Pimpinan Muhammadiyah yang bukan dari kader Muhammadiyah. Contoh Prof Dr Din Syamsuddin yang dari aktivis IPNU,” jawab Jainuri. (M. Ali Safa’at)