PWMU.CO – Foto tiga orang berderet layaknya gerbong kereta api yang saling memijat di dalam tulisan ini mungkin terlihat biasa. Kira-kira, apa istimewanya tiga orang yang sedang tertawa lepas saat saling memijat. Tapi, keistimewaannya terletak pada dua diantara pelakunya adalah pemimpin organisasi keagamaan yang diasumsikan sering “tidak rukun”.
Tepatnya adalah Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lumajang, Suharyo AP (paling belakang), dan Ketua Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Lumajang, Samsul Huda MPd (tengah). Sementara yang paling depan adalah Ketua DPRD setempat, Agus Yudha SSos. Ketiganya saling bergantian memijat, untuk menghilangkan kepenatan acara selama dua hari. Momen istimewa itu terjalin ketika ketiganya mengikuti acara Leadership Camp di Trawas, Mojokerto, 23-24 Mei lalu.
(Baca: Ketika MU dan NU Tidak Saling Bertanding … Fenomena Jepara dan Mengkafirkan dan Mencaci Pelaku Bid’ah Bukanlah Ajaran Muhammadiyah. Begini Tutur Pak AR)
Dilihat dari gaya tertawanya saja, terlihat keakraban itu memang bukan sesuatu yang baru. “Kemesraan kami ini bukan basa-basi. Kami selalu membangun komunikasi yang ikhlas sehingga bukan hanya di kulitnya, tetapi juga sampai di hati. Kami sadar kami memang berbeda, tetapi dalam perbedaan itu kami tetap harus santun,” demikian jelas Ketua PDM Lumajang, Suharyo AP, saat dikonfirmasi pwmu.co.
PDM, tambah Suharyo, bersama NU dan elemen lainnya sering berdiskusi, saling sharing, dan membicarakan persoalan keumatan. Mulai dari hal yang serius sampai hal yang santai, bahkan persoalan “dapur” organisasi misalnya. “Tidak aneh, kalau kami tampak “mesra” sehingga banyak anggota DPRD dan orang Pemerintah Daerah yang mengistilahkan kami ini dengan sebutan Muhammad-NU.”
(Baca: Apa yang Terjadi jika Warga Muhammadiyah Jadi Imam Jamaah Nahdliyin? dan Begini Cerita Bung Karno Masuk Muhammadiyah)
“Muhammadiyah belajar pada teman-teman NU dalam mengelola pendidikan yang jumlahnya ratusan, terutama pondok pesantrennya,” tambah Suharyo. Sebaliknya Ketua PCNU, Samsul Huda MPd, tidak segan-segan juga mengungkapkan pelajaran menarik dari pertemanan dengan Ketua PDM ini. “Terus terang saya banyak belajar pada Muhammadiyah dalam masalah manajemen organisasi,” kata Samsul Huda.
Kedekatan Muhammadiyah dan NU di Lumajang memang telah terjalin sejak jauh hari. Muhammadiyah setempat selalu berusaha menjalin komunikasi produktif dengan semua elemen, khususnya dengan eksternal. Hal ini dilakukan gerak dakwah Muhammadiyah lebih bisa diterima semua pihak, dan tidak mengalami resistensi.
(Baca: Islam Tertawa yang Bedakan Islam Indonesia dengan Timur Tengah dan Penjelasan Mengapa Sekolah Muhammadiyah Tak Mesti Lahirkan Kader)
“Dakwah mesra” ini dilakukan sejak puluhan tahun silam. Tepatnya ketika pada periode KH Abdi Manaf, Ketua PDM Lumajang 1980-1990, yang bertahan hingga sekarang. Komunikasi PDM dengan Bupati dan Muspida selalu mesra dan diterima dengan baik. “Bahkan, pernah ada pengajian eksekutif yang digagas Muhammadiyah yang anggotanya Muspida dan karyawan Pemda,” tambah Suharyo.
Kebiasaan itu dipertahankan sampai sekarang. PDM selalu saling bergandengan tangan dengan Muspida dan ormas Islam seperti NU dan yang lain. Ketika ketiga ketua ini dishare ke publik, banyak komenar masuk yang intinya ikut senang melihat PDM, PCNU dan DPRD rukun. Semoga kerukunan dan kebersamaan membangun umat lintas organisasi ini juga menular ke daerah lain! (paradis alhaedar)