Komunis atau Islam Kanan
Setelah perdebatan dalam Konstituante tersebut, tuntutan menjadikan Islam sebagai dasar negara agak mereda. Bagi Deliar Noer, pakar sejarawan politik senior, hal ini menunjukkan, meski dari sisi nama tidak terwujud negara Islam di Indonesia, tetapi dari sisi isi masyarakat dan negara perlu menegakkan dan menghayati ajaran Islam. “Yang dikehendaki umat Islam adalah meresapkan ajaran Islam di dalam masyarakat melalui Islamisasi yang berlahan-lahan,” ungkapnya.
Menurut Deliar Noer, hubungan antara Islam dan Pancasila memang masalah yang sensitif bagi umat Islam. Pemimpin Islam yang sejak awal keberatan menerima Pancasila, karena adanya kekhawatiran jika Pancasila menempati tempat lebih tinggi daripada agama. Sebab, bagi kalangan nasionalis Islam, Pancasila memang hanyalah satu kelompok lima kebaikan. “Apakah ia disejajarkan atau bahkan disubordinasikan kepada Pancasila,” urainya.
Malah, menurut almarhum M Rusli Karim, Pancasila telah dipergunakan oleh Soekarno dan Soeharto sebagai senjata ideologis untuk menentukan batas-batas perdebatan politik yang bisa diterima. Soekarno menggunakannya untuk melawan gagasan negara Islam, sedangkan Soeharto menggunakannya untuk tujuan anti-Islam dan anti-Komunis. Bahkan, pada akhir 1970-an, Pancasila telah disamakan oleh pemerintahan Soeharto dengan nilai-nilai pribumi tradisional untuk keharmonisan sosial, kesepakatan politik, dan norma-norma budaya. “Bahkan siapa yang menentang Pancasila akan dicap, baik sebagai komunis atau ekstremis Islam,” jelasnya.
Puncak dari keberhasilan Orde Baru dalam memonopoli Pancasila adalah kebijakannya yang memaksakan Pancasila sebagai asas tunggal pada setiap partai politik maupun organisasi kemasyarakatan. Kebijakan ini membuat umat Islam memasuki konflik yang paling rumit, baik di internal maupun dengan pemerintah, dalam memperdebatkan pergantian asas itu. Pada mulanya hampir semua partai dan ormas Islam menolak kebijakan itu, tetapi rezim tetap memaksakan kebijakannya itu. Sebab, mereka khawatir bahwa pergantian asas itu, Islam akan kehilangan eksistensinya dalam seluruh konteks kehidupan. Akankah sejarah berulang? (Ainur R Sophiaan/Z Abidin/M Kholid)