PWMU.CO – Paten betul lembaga penegakan hukum kita. Dua jempol!
Beberapa waktu lalu Mabes Polri sukses melakukan OTT pelaku penyalahgunaan narkoba. Semakin ‘seksi’ karena yang diciduk adalah politisi dari salah satu kubu salah satu paslon capres/cawapres.
Di hari Jumat penuh berkah ini giliran KPK beraksi: OTT pelaku korupsi. Semakin dahsyat karena—media mewartakan—yang diringkus adalah politisi dari kubu pendukung paslon capres/cawapres lainnya.
Narkoba dan korupsi sama-sama bahaya. Sama-sama harus disikapi serius. Tapi saat terjadi OTT narkoba dan OTT korupsi, mana yang lebih besar skalanya?
Faktanya, dalam kasus penyalahgunaan narkoba, perbuatan si pelaku disikapi Polri sebagai masalah kesehatan mental. Karena itulah dia direhabilitasi. Bukan pro-justitia. Penyalahgunaan narkoba, dengan demikian, dibingkai sebagai persoalan pribadi.
Lain kisah dengan korupsi. Dalam kasus serius ini, tidak ada framework kesehatan mental. Korupsi oleh KPK dikunci sebagai masalah pidana, titik. Karena pidana, maka dia menjadi persoalan dengan kepentingan dan ramifikasi ke masyarakat luas.
Jadi, mana yang lebih berdampak ke publik? Mana yang lebih dekat dengan social disorder? Silakan reka-reka sendiri, ya. (*)
Kolom oleh Reza Indragiri Amriel, Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak pada Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI)