PWMU.CO – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010 dan 2010-2015 Prof Din Syamsuddin punya kritria menarik tentang konsep khairu ummah (umat terbaik).
“Selain aspek teologis, sebenarnya konsep khairu ummah bisa dikembangkan menjadi sebuah paradigma atau konsep yang di dalamnya ada kriteria-kriteria dan citra diri. Yang sesungguhnya kriteria dan citra diri itu ada di dalam ajaran-ajaran Islam itu sendiri,” ungkapnya.
Din Syamsuddin mengatakan hal itu saat memberikan materi bertema Khairu Ummah untuk Mewujudkan Dunia yang Berkeadaban pada Kajian Ramadhan 1440 H Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim di Dome Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Ahad (19/5/19).
Menurut Din, kriteria khairu ummah yang pertama adalah umat yang quality orientation atau berorientasi pada kualitas. “Kata khair, termasuk juga hasan dan thayib, dalam bahasa Arab sudah mempunyai arti superlatif. Dalam konsep khairu ummah maka mereka haruslah berpegang teguh dan berorientasi kepada nilai-nilai kebaikan dan menjadi umat yang berkualitas,” terang Din.
Menurutnya, umat yang tidak berkualitas tidak akan bisa melakukan perbaikan dalam kehidupan bersama, sementara ada dominasi dari kelompok-kelompok dan sistem-sistem lainnya.
“Maka harus menjadi umat yang berkeunggulan. Sebenarnya saya ingin mengusulkan kepada Muhammadiyah, setelah mengusung Islam Berkemajuan, mungkin saatnya kita mengusung Islam Berkeunggulan,” harapnya.
Kriteria kedua, lanjut Din, harus menjadi umat yang dalam skala nasional dan global yang bertumpu pada kekuatan ilmu pengetahuan. “Menjadi khairu ummah tidak mungkin tanpa menguasai ilmu pengetahuan. Barang siapa ingin menguasai dunia maka kuasailah ilmu,” jelasnya.
Din menegaskan, umat Islam harus menjadi knowledge and sciense based society and community, yakni masyarakat atau umat yang bertumpu dan berpegang teguh pada nilai-nilai keunggulan berdasarkan ilmu pengetahuan.
“Maka kita ini harus unggul dalam bidang sains dan teknologi. Umat Islam tidak bisa berjaya lagi menjadi pemegang supremasi dunia tanpa menguasai iptek seperti pada abad-abad pertengahan,” ujar Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Pondok Labu Jakarta ini.
Kriteria ketiga, menurut Din, hal yang penting untuk menjadi khairu ummah dalam melakukan perbaikan dan perubahan itu harus menjadi dan berorientasi sebagai penyelesai masalah, problem solving maker. Berarti dia harus berkeunggulan.
“Sayangnya saat ini umat Islam masih menjadi part of the problem, bagian dari masalah dunia dan bangsa ini,” ungkapya.
Untuk kriteria keempat, Din mengatakan, khairu ummah harus mengusung washatiyah Islam (Islam tengahan), di mana umat Islam harus membuka hubungan dan kerjasama dengan siapa pun.
Karena membangun dunia, peradaban dunia yang berkeadaban, sejahtera, berkeadilan dan damai, maka tidak mungkin umat Islam sendiri. “Harus bekerja sama dengan umat-umat agama lain, dalam satu wawasan al ta’awun al insani yaitu kerjasama kemanusiaan,” tegasnya.
Ketua Dewan Peritmbangan MUI ini menegaskan, bagi Muhammadiyah dan umat Islam, menjadi khairu ummah itu tidak berarti membangun satu komunalisme yang kemudian menutup pintu bagi orang-orang lain.
“Karena Islam yang rahmatan lil alamin, maka kerja sama dan kolaborasi antaragama, antarbangsa, apalagi untuk kemaslahatan umat manusia, al maslahatul insaniyah, kita bisa bekerjasama dengan siapa pun. Sekarang ini dunia sudah mengarah ke sana,” tuturnya. (Sugiran)