PWMU.CO – Asyik! Itulah satu kata untuk menggambarkan suasana saat guru-guru sekolah Muhammadiyah GKB melakukan misi Egg Drop Challenge pada kegiatan Internal House Training (IHT) Science Learning Based on STEM, Sabtu (10/8/19).
“Untuk membawa siswa ke dalam konteks masalah dan memberikan inspirasi agar segera mulai melakukan penyelidikan, maka sajikan tantangan persoalan kehidupan nyata kepada siswa. Itulah tahap awal Project Based Learning STEM yaitu reflection,” kata Anis Shofatun SSI MPd, instruktur pada kegiatan tersebut.
Pada sesi tersebut 40 peserta yang terbagi dalam tujuh kelompok hanya dibekali dengan stik es krim, benang kasur, karet gelang, telur, plastik kresek, lem, dan gunting. Mereka diberikan tantangan misi ekspedisi kemanusiaan pengiriman bantuan logistik bahan makanan pokok berupa telur pada daerah tertentu sementara kondisi helikopter tidak bisa menjangkau mendarat di lokasi sasaran.
Waka Bidang Kurikukum SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik (Spemdalas) itu menyampaikan, pada pembelajaran berbasis STEM siklus tahapan Engineering Design Process harus dijalankan. Di dalamnya ada tahap imagine (brainstorm idea/menemukan banyak gagasan) dan plan (merencanakan secara detail dari satu pilihan solusi terbaiknya termasuk di dalamnya muatan sains, desain gambar, penentuan skala, dan juga prinsip kerja produk yang akan dihasilkan.
Berikutnya, tahap create (merealisasikan desain dan mengujinya) dan improve, mengembangkan dan mendiskusikan hingga menemukan karya dengan tingkat optimalisasi terbaik.
“Melalui STEM, secara tidak langsung mereka (siswa) berkolaborasi untuk melakukan rancangan (desain) agar misinya sukses, maka kreativitas dan keterampilan berpikir kritisnya akan terbangun,” jelas lulusan Biologi FMIPA Universitas Airlangga Surabaya ini.
Sulistyowati SPd, peserta dari SD Muhamamdiyah 2 GKB Gresik, menyampaikan dengan pembelajaran STEM siswa memperoleh banyak pengalaman pembelajaran mulai dari teknik hingga keterampilan bekerja sama.
“Ternyata dengan hanya tugas mengantar telur saja dapat dilakukan dengan banyak cara sesuai dengan kondisi dan keadaan yang ada di sekitarnya. Selain itu dapat menumbuhkan dan mengembangkan jiwa kreatif dan berpikir kritis anak dalam memecahkan masalah,” katanya usai mengujikan karyanya di luar kelas.
Berbeda dengan yang dilakukan oleh group Positif. Ketua grup Ahmad Nasafi SPd menyampaikan, dalam menyelesaikan misi Egg Drop Challange, kelompoknya memilih menggunakan prinsip kerja katrol dengan memprediksikan kebutuhan panjang tali dan tetap mempertimbangkan gaya berat dan gaya gesek udara.
“Kami memilih menggunakan katrol bukan parasut, mengingat di lapangan apalagi daerah tertentu dengan parasut masih menimbulkan hambatan. Bisa jadi nyantol di pohon atau di hutan,” terangnya.
Sementara itu, kelompok Santi Puspitasari SPd yang memilih konsep balon udara tapi diturunkan menggunakan karet. Guru Fisika SMAM 10 GKB itu terlihat antusias dengan desainnya dan saat diuji cobakan juga berhasil.” Alhamdulillah berhasil, asyik juga belajarnya penuh tantangan,” ujarnya.
Namun, di tim Wildan Hernanda SPd mengalami kegagalan dalam menuntaskan misi pengiriman logistiknya. Peserta dari Spemdalas ini kurang jeli dalam memperhitungkan panjang tali dan bentuk atau model serta bahan pelindung telur. Hal inilah yang menyebabkan barang tidak selamat sampai ditujuan alias pecah.
Di akhir sesi, Anis menyampaikan dalam pembelajaran STEM ini, dapat dilakukan redesain bila solusi yang ditawarkan dalam penyelesaian masalah kurang optimal atau mengalami kegagalan. Maka, guru juga harus siap mendampingi dan mengarahkan siswa secara konsisten dan penuh kegigihan meskipun kadang diperlukan tambahan jam diluar kelas.
“Melalui STEM, beberapa kualitas karakter siswa juga akan terbentuk. Selain curiosity (keingintahuan yang besar), social and culture awareness (kesadaran sosial dan budaya), inisiatif juga persistence (kegigihan) menggapai keberhasilan hidup,” ujarnya. (*)
Kontributor Nugra Heny. Editor Mohammad Nurfatoni.