PWMU.CO – Muslim Indonesia mempunyai ciri khas, yaitu kepulauan atau yang dikenal dengan istilah archipelago. Hal ini membuat mentalitas muslim Indonesia berbeda dengan mentalitas muslim Timur Tengah ataupun Barat yang kebanyakan masyarakat kontinental.
“Benua daratan ketika terjadi konflik, apa yang dibuat? Dinding raksasa. Ketika perang dingin antara Barat dan Timur, seolah-olah bisa diselesaikan dengan Tembok Berlin. Donald Trump mau membikin tembok di daerah selatan untuk menghalangi migrasi. Itu juga mentalitas kontinental,” terang Prof Dr Amin Abdullah dalam Kajian Ramadhan Jawa Timur 1437 H beberapa waktu lalu.
(Baca: Ketika MU dan NU Tidak Saling Bertanding … Fenomena Jepara dan Apa yang Terjadi jika Warga Muhammadiyah Jadi Imam Jamaah Nahdhiyin?)
Sedangkan masyarakat kepulauan selalu mengedepankan gotong-royong. Ketika mendarat di sebuah pulau, mereka akan mencari masyarakat setempat untuk diajak bekerjasama.
“Nggak terbayang kita membikin dinding antara Sumatera dan Jawa. Masak laut mau dibikin dinding? Inilah modal kultural dan sosial yang luar biasa bagi umat Islam Indonesia,” urainya.
Amin menceritakan, dia pernah berdiskusi dengan 12 filantropis Amerika. Mereka ingin tahu, kenapa umat Islam Indonesia tidak seperti yang digambarkan oleh media-media barat?
(Baca juga: Islam Tertawa yang Bedakan Islam Indonesia dengan Timur Tengah dan Din Syamsuddin Pernah Jadi Kapten Kesebelasan MU Lawan NU)
“Mereka ingin tahu betul, kenapa muslim Indonesia begitu damai. Pilpres empat kali kok damai. Meskipun black campaign luar biasa, kita damai-damai saja. Ini yang sedang dicari dunia muslim. Ini modal sosial dan kultural yang dimiliki oleh bangsa Indonesia,” terangnya.
Menurut sejumlah penelitian sosial-budaya, orang Indonesia sangat mengutamakan kerjasama. Stigma masyarakat Indonesia, perairan itu bukan sebagai pemisah, tapi penghubung antar pulau.
“Orang melaut itu mendarat di mana saja. Yang dipikirkan adalah kerjasama dengan warga setempat. Warga setempat juga menerima dengan baik. Hal ini sudah terbentuk sejak dahulu kala. Inilah modal sosial-budaya kita yang luar biasa,” ujar Amin. (ilmi)