![Ilustrasi Valentine's day yang dirayakan tiap 14 Februari.](https://i0.wp.com/pwmu.co/wp-content/uploads/2020/02/valentine-day.jpg?resize=585%2C378&ssl=1)
PWMU.CO– Valentine’s day atau perayaan Hari Valentine tiap 14 Februari ternyata sudah dihapus dalam Kalender Umum Rumawi pada tahun 1969.
Sejak tahun itu gereja tidak merayakannya Hari Valentine. Penghapusan dilakukan di masa Paus Paulus VI yang menjadi pemimpin Vatikan 21 Juni 1963 hingga 6 Agustus 1978.
Menurut Encyclopaedia Britannica yang dimuat dalam Britannica.com, alasan penghapusan karena informasi riwayat hidup orang yang disebut sebagai Santo Valentine tidak jelas. Ada banyak versi dengan kisah berbeda mulai dari sosok, tempat, dan perjuangannya.
Penghapusan Valentine’s day ini dilakukan setelah perayaan itu sudah berjalan 15 abad dalam tradisi gereja Katolik sejak Paus Gelasius pemimpin Vatikan tahun 492-496 mendeklarasikan Hari Valentine pada 14 Februari.
Deklarasi itu sebagai upaya mengkristenkan perayaan Lupercalia yang berasal dari tradisi Rumawi diperingati setiap tanggal 15 Februari dengan memasukkan tokoh Santo Valentine yang dicitrakan sebagai orang suci yang mati membela kebenaran.
Valentine’s Day Telanjur Mengakar
Sebelumnya pencitraan tokoh Valentine sudah dilakukan oleh Paus Julius I pemimpin Gereja Katolik mulai 6 Februari 337 hingga 12 April 352. Dia membangun basilika atau tempat ibadah di atas kubur orang yang dikenalkan sebagai Santo Valentine di Terni, Italia.
Walaupun perayaan Valentine day sudah dihapus dalam kalender Kristen tapi bagi penganutnya Valentine’s day telanjur mengakar. Lebih-lebih di kalangan anak muda Eropa dan Amerika yang menyukai percintaan bebas. Kalangan muda ini tak mau kehilangan hari romantisme percintaannya sehingga perayaan terus berlanjut.
Kebutuhan ini kemudian dimanfaatkan para pebisnis yang mengubah sesuatu menjadi penting di hari kasih sayang itu. Maka ditawarkanlah bunga mawar merah, coklat, dan kartu ucapan sebagai dagangan yang laris manis sebagai simbol cinta kasih.
Perayaan Valentine’s day kemudian menyebar ke penjuru dunia di Asia dan Afrika. Bahkan merasuk di kalangan anak muda muslim. Majelis Ulama Indonesia (MUI) di beberapa daerah sudah mengeluarkan fatwa Hari Valentine itu haram toh tradisi ini terus berjalan tanpa peduli asal usulnya.
Siapa Santo Valentine?
Banyak kisah orang suci yang dilegendakan sebagai Santo Valentine yang dijadikan dasar peringatan Hari Valentine. Mereka semua mati dalam perjuangan pelayanan kasih sayang terhadap umat Kristen.
Dalam tulisan di History.com dijelaskan, sosok itu pertama, Valentine adalah seorang imam yang melayani umat Kristen pada abad ketiga di Roma. Di zaman itu Kaisar Claudius II memutuskan wajib militer untuk semua pria muda dan larangan menikah muda.
Valentine menentang keputusan itu. Dia tetap melayani pernikahan untuk kekasih muda secara rahasia. Ketika tindakan ini ketahuan maka Kaisar memvonis hukuman mati bagi Valentine.
Cerita lainnya Santo Valentine adalah uskup dari Terni, Italia. Dia dihukum mati dengan dipenggal kepalanya oleh Kaisar Claudius II karena membantu orang Kristen melarikan diri dari siksaan penjara Rumawi.
Menurut salah satu legenda lagi, Valentine hidup di penjara dikunjungi oleh gadis muda yang jatuh hati kepadanya. Sebelum kematiannya, dia menulis kartu ucapan cinta pada gadis itu dengan kata dari Valentinemu. Kata inilah yang lantas populer dipakai di masa perayaan dengan mengungkapkan cinta lewat kartu Valentine oleh anak-anak muda.
Perayaan Lupercalia
Hari Valentine dipercaya berasal dari tradisi Lupercalia yang dirayakan orang Rumawi sebagai hari kesuburan dan cinta pada 15 Februari. Ini festival kesuburan yang dipersembahkan untuk Dewa Faunus, seperti Dewi Sri kalau dalam tradisi Jawa yang memberi kesuburan pertanian.
Dalam praktik festival ini, anggota Luperci, sebuah ordo pendeta Rumawi berkumpul di gua suci, tempat bayi Romulus dan Remus dalam dongeng Rumawi dipercaya sebagai pendiri kota Roma yang dirawat oleh serigala betina.
Kemudian para pendeta mengurbankan seekor kambing untuk kesuburan, dan seekor anjing untuk pemurnian. Mereka kemudian mengupas kulit kambing menjadi potongan-potongan, mencelupkannya ke dalam darah kurban lantas diarak ke jalanan.
Perempuan-perempuan muda keluar rumah berjajar di sepanjang jalan menantikan datangnya para pendeta pembawa kulit kambing ini dengan suka cita dan penuh harapan.
Kulit kambing itu kemudian dioleskan para pendeta kepada tubuh perempuan-perempuan ini dengan harapan diberi kesuburan anak. Ladang-ladang milik penduduk juga diolesi kulit berdarah itu supaya memberi kesuburan tanaman dan hasil panen yang melimpah.
Setelah itu perempuan muda berkumpul di kota menuliskan namanya kemudian dimasukkan di sebuah guci. Para lelaki lalu mengambil nama secara acak dalam guci untuk menjadi pasangan tahun itu.
Pasangan ini lantas berkencan atau bercinta bebas suka-suka mereka. Sebab hari itu hari anak muda mencari pasangan. Hubungan ini bisa berlanjut ke pernikahan atau putus begitu saja. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto
Discussion about this post