Jadilah Dinosaurus Kekinian, kolom ditulis oleh Ichwan Arif guru SMP Muhammadiyah 12 (Spemdalas) GKB Gresik.
PWMU.CO – Ibarat dinosaurus, kita akan mengalami ‘kepunahan’ ketika gagal mengatasi persoalan. Tidak mampu beradaptasi dan mengubah diri. Tidak bisa memecahkan masalah. Tidak dapat mengubah kondisi menjadi peluang. Dan mager (malas gerak) dalam mengembangkan diri.
Jika kondisi seperti itu tidak disikapi dengan bijak, maka sama artinya kita sudah menyiapkan diri menjadi dinosaurus—hewan purba yang diperkirakan hidup sekitar 230 juta tahun yang lalu dan kini sudah punah.
Sob, kepunahan seperti dinosaurus bisa saja terjadi pada diri kita. Pertanyaannya, mampukah kita bertahan hidup dalam kondisi seperti ini, takkala pandemi Covid-19 sedang mencoba kita semua?
Hal yang menjadi catatan penting adalah bisakah kita mengatasi untuk keluar dari lingkaran permasalahan yang ada di sekeliling kita? Mampukah kita beradaptasi dengan lingkungan baru, memecahkan masalah dan mengubahnya menjadi peluang, serta dapat mengembangkan diri sesuai masanya?
Penyelenggara Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY) semisal. Salah satu acara seni dan kebudayaan yang rutin diadakan tiap tahun di Yogyakarta bisa mati dan tidak akan menyelenggarakan acara hanya karena adanya pandemi.
Tidak mau gagal, tahun ini panitia FKY 2020 menyelenggarakan dengan memanfaatkan teknologi daring. Penggemar seni pun masih tetap bisa menyaksikan FKY secara virtual selama enam hari, mulai Senin-Sabtu (21-26/9/20) dengan tema besar #MULANIRA2, berjudul Akar Hening di Tengah Bising.
Berdamai dengan Lingkungan
Sob, dunia tidak akan mengalami fase mundur. Dia terus maju. Seperti FKY 2020. Jika mereka menjadikan Covid-19 sebagai penghalang utama, maka ajang ekonomi kreatif ini dipastikan bisa mandek total. Kelangsungan 33 seniman berbagai aliran bisa juga kena imbas pertama dari proses kreatifnya.
Maka, pagelaran secara virtual adalah solusi terbaik. Berdamai dengan lingkungan dengan cara solutif dengan memegang konsep kreatif dan inovatif tentunya.
Sob, prinsip panitia FKY adalah tidak ingin punah layaknya dinosaurus. Mereka menghadapi tantangan di luar nalar. Dengan modal pribadi-pribadi siap, mereka menjadikan sebagai pelecut semangat sehingga acara tetap bisa dinikmati layaknya tahun lalu secara langsung atau luring (luar jaringan).
Jadi Aktor Penting
Jika tidak ingin punah, menanamkan pribadi juara harus sejak dini. Pribadi juara otomatis tidak suka mengeluh, tidak sambatan, atau suka menyalahkan keadaan. Menjadi pribadi yang siap memperbaiki diri untuk menghadapi persoalan, permasalahan, dan tantangan.
Menjadikan diri sebagai aktor yang memiliki peran sentral sangat penting. Mereka adalah diri-diri pembelajar yang selalu memerbarui ilmu, wawasan, dan skill-nya. Dia percaya, berproses dan bertumbuh dalam tipe diri pembelajar adalah diri yang tidak berhenti untuk mengejar sukses diri. Tipe nomor wahid.
Membiarkan diri punah sama dengan menyiapkan liang lahat untuk mengubur diri. Virus negatif ini bisa menyerang imun untuk diri yang ingin berkembang. Virus yang bisa meninabobokan di zona nyaman sofa empuk, padahal zona dia sudah purba.
Menjadi Dinosaurus Kekinian
Pandemi bisa menjadikan sekolah lebih ‘dewasa’ dalam bersikap. Ini bukan sebagai penghalang menghentikan proses belajar mengajar. Pendidikan jarak jauh (PJJ) harus menjadi solusinya. Guru tetap kreatif dan inovatif dalam memberikan layanan pendidikan. Pembelajaran virtual dengan konten materi di platform-nya tetap menarik dan menghibur.
Kreativitas inilah yang menjadi guru tetap bertumbuh, diri pembelajar. Media pembelajaran lebih beragam, video pembelajaran menarik, dan animasinya tetap gres dan segar. Semangat ini adalah jati diri tidak mau kalah dengan keadaan. Mereka menjadikan sebagai peluang untuk menjadi pemenang.
Selamat belajar dan selamat menjadi dinosaurus zaman baru yang adaptif dengan tantangan. Membiarkan diri mager bisa menjadi instrumen penting menjadikan diri bisa punah layaknya dinosaurus zaman dulu.
Maka, siapkan diri. Jadilah dinosaurus kekinian. Bukan dinosaurus yang hidup 230 juta tahun lalu (*)
Penulis Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.