Muhammadiyah Tak Perlu Berhadapan-hadapan dengan Penguasa. Hal itu disampaikan Ketua PWM Jatim HM Saad Ibrahim, menyambut Milad Ke-108 Muhammadiyah.
PWMU.CO – Milad Ke-108 Muhammadiyah bertema “Memperteguh Gerakan Keagamaan Menghadapi Pandemi dan Masalah Negeri”.
Untuk memahami tema itu PWMU.CO mewawancarai Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Dr M Saad Ibrahim MA melalui telepon seluler di Malang, Jumat (12/11/2020) malam.
Dia menjelaskan, meneguhkan itu bermakna membuat sesuatu menjadi kokoh. Jadi, meneguhkan bisa dibaca: lebih memperteguh. “Yang diperteguhkan itu gerakan keagamaan. Yang dimaksud tentu gerakan keagamaan dalam konteks gerakan Islam,” ujarnya.
Nah, sambungnya, agama itu yang pertama tentu terkait dengan misi agama untuk membangun akidah yang tepat dalam kaitannya hubungan dengan Allah SWT, hablumminallah.
“Sedangkan yang kedua ialah agama, dalam konteks Islam, itu punya kemanfaatan yang optimal bagi alam semesta, bagi manusia. Dalam konteks itu disebut hablumminannas, termasuk bagaimana kita mengatur hal-hal yang terkait alam semesta dan lingkungan,” ujarnya.
Analogkan Anjing Menggonggong
Saad Ibrahim menegaskan, dilihat dalam konteks di atas maka memperteguh itu bermakna: kita lebih memperkokoh relasi kita dengan Allah SWT.
“Nah maknanya kemudian, ketika kita menghadapi pandemi, termasuk masalah negeri, itu harus didasari prinsip keyakinan bahwa Allah akan menolong dan memberikan jalan kita untuk menghadapi masalah tersebut,” papar dia.
Terkait soal negeri itu, dia melanjutkan, kita bisa berupaya secara lahiriah dan batiniah. Yang kita lihat bahwa apabila Allah berkehendak maka hal tersebut akan mudah dilakukan.
“Analoginya seperti ini ketika kita lewat di sebuah rumah lalu ada anjing yang menggongong, kemudian mengejar kita. Maka ada kemungkinan kita akan melawan anjing itu. Atau kita akan lari,” ujarnya.
Tapi dari dua kemungkinan itu, kata Saad Ibrahim, yang terbaik malah alternatif ketiga. Tidak langsung berlawanan dengan anjing itu. Tidak juga merasa takut. Tapi berbicara dengan pemilik anjing sehingga nanti anjing itu akan dihalau oleh pemiliknya.
Dalam konteks ini, ungkapnya, pemilik semuanya adalah Allah SWT, termasuk dalam menghadapi masalah negeri ini. Maka kurang tepat ketika kita hanya mengandalkan solusi vis a vis dengan pelaku permasalahan, sebagaimana analogi anjing tadi.
“Tetapi sekali lagi apabila kita berhadapan dengan Allah dan menerima permohonan itu tentu itu jauh lebih efektif daripada vis a vis. Tetapi sekali lagi kita harus tetap berikhtiar dan bertawakal kepada Allah SWT,” terangnya.
Muhammadiyah Hadapi Kekuasaan
Saad Ibrahim menyampaikan, dalam menghadapi pandemi dan masalah negeri ini, Muhammadiyah memainkan peran penting. Meskpipun Muhammadiyah tidak harus ‘berhadapan’ vis a vis dengan kekuasaan.
Misalnya saat Muhammadiyah menyikapi omnibus law UU Cipta Kerja. Menurut Saad Ibrahim, cara yang dilakukan Muhammadiyah sangat cerdas. “Muhammadiyah tidak perlu memposisikan diri vis a vis dengan penguasa, cost-nya terlalu tinggi. Kemitraan cerdas dan korektif etis lebih penting dikedepankan,” ujarnya.
Seperti diketahui, sampai detik-detik terakhir Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan saran secara langsung kepada Presiden Jokowi agar menunda pengesahan UU itu. Meski pemerintah bergeming dengan tetap menerbitkannya sebagai UU No 14 Tahun 2020.
Maka, menurut Saad Ibrahim, sikap selanjutnya adalah memasrahkan masalah itu kepada Allah sebagai pemilik segala sesuatu—di samping tetap berikhtiar misalnya menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi.
China dan Australia Muhammadiyah
Memasuki usia abad kedua Muhammadiyah, Saad Ibrahim berharap persyarikatan yang didirikan KH Ahmad dahlan ini bisa lebih berbicara dalam konteks global.
“Karena itu PCIM-PCIM di berbagai kawasan itu harus betul-betul diperkokoh, diperkuat, sehingga PCIM (Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah) itu tidak dijabat oleh orang-orang Indonesia yang lagi di luar negeri,” kata dia.
“Tapi lebih bagus Muhammadiyah berkembang di kawasan itu sehingga ada orang China yang Muhammadiyah, orang Australia yang Muhammadiyah, dan sebagainya,” harapnya.
Menurut dia, jalan itu sangat terbuka di tengah posisi dunia Islam di hadapan dunia Barat dan dunia Timur yang sangat maju. “Saya kira apabila vis a vis dalam konteks menaklukan kawasan, itu teramat sangat sulit. Maka konteks kemudian melakukan dakwah-dakwah itu. Ya inilah jalan yang sangat terbuka,” ujarnya.
Saad Ibrahim memberi contoh Indonesia yang tidak ditaklukan secara fisik oleh dunia Islam. Melainkan Islam masuk ke Tanah Air dengan cara dakwah sehingga Indonesia menjadi negara yang mayoritas Muslim.
Itulah menurut dia yang harus ditempuh oleh Muhammadiyah dalam mengembangkan persyarikatan di berbagai belahan dunia.
Berbicara soal Muhammadiyah Jawa Timur Saad Ibrahim mengatakan akan terus berupaya menambah amal usaha untuk umat, kebangsaan, dan kemanusiaan.
“Hemat saya masih banyak hal yang dapat kita lakukan dalam waktu yang tersisa sampai nanti ada pergantian-pergantian pimpinan Muhammadiyah. Artinya kita harus terus berpikir dan berpikir yang kita proyeksikan ke depan, jangan sampa mentok,” jelasnya.
Selaian berbicara makna milad dan upaya internasionalisasi Muhammadiyah, Saad Ibrahim juga membahas posisi ormas ini dalam problem politik dan demokrasi Indonesia. Dia juga menyinggung hubungan Muhammadiyah dengan ormas Islam lain.(*)
Muhammadiyah Tak Perlu Berhadapan-hadapan dengan Penguasa: Penulis/Editor Mohammad Nurfatoni.